"Terimakasih, Haris. Untuk supportnya. Kamu memang sahabat baikku dari dulu. Boleh, aku minta tolong sama kamu?" tanyaku.
"Apa yang tidak buat kamu? Katakan," jawabnya.
"Em....anu..."
Aku bingung. Bagaimana ini? Apakah aku urungkan? Atau aku katakan saja? Aku merasa tidak enak. Tapi benar-benar aku membutuhkan pekerjaan itu. Tidak mungkin aku pulang kampung dalam keadaan seperti ini.
"Katakan! Katanya mau minta tolong! Kok malah kebanyakan mikir?" ujar Haris. "Katakan, Reyna. Jangan malu-malu. Kalau aku bisa bantu, aku siap bantu," lanjutnya.
"Ris, aku mau minta tolong. Apa ada pekerjaan untukku? Aku butuh pekerjaan. Untuk kehidupan ke depannya. Aku juga harus mencari tempat tinggal," ujarku memberanikan diri.
"Kebetulan sekali, Reyna. Aku lagi membutuhkan sekretaris. Kamu bisa menjadi sekretaris di perusahaanku," ucap Haris membuatku sangat lega. Hingga membuatku tersenyum di tengah cobaan yang sedang aku alami.
"Untuk tempat tinggal, kamu boleh tinggal di sini sementara waktu. Tenang saja, aku tidak akan kurang ajar sama kamu," ucapnya sambil tertawa.
"Terimakasih, Ris. Tapi hari ini juga aku akan mencari tempat tinggal," ucapku karena merasa tak enak sudah banyak merepotkannya.
"Tidak, kamu istirahat dulu di sini. Besok aku antar kamu cari rumah untuk tempat tinggalmu," ucap Haris seolah mengerti dengan yang aku pikirkan.
Dengan sigap Haris mengantarkan aku ke sebuah kamar, untuk aku beristirahat. Kamar yang bersih, rapi dan indah. Di sana ada tempat tidur dengan ukuran king size, lemari baju, nakas dan ada sebuah televisi yang terpampang di dinding.
"Dah, sekarang kamu istirahat dan tenangkan pikiranmu," ucap Haris yang seakan tau tentang isi pikiranku yang sedang kalut.
"Oh iya, ngomong-ngomong rumah kamu sepi sekali? Apa kamu tinggal sendiri? Orang tua kamu kemana?"
"Mama dan Papa tinggal di Amerika bersama, kak Nico. Papa mengurus bisnis di sana dengan kak Nico. Bisnis yang di sini, menjadi urusanku," ucap Haris. Aku mengangguk penuh senyum.
"Sudah kamu istirahat. Kalau perlu apa-apa, panggil aku! Jangan sungkan-sungkan," ujarnya. "Terimakasih, Ris," balasku. Haris hanya tersenyum kemudian keluar dan menutup pintu.
Setelah aku mengunci pintu, aku pun merebahkan badanku di atas tempat tidur. Pikiranku masih melayang memikirkan jalan hidupku. Dan memikirkan bagaimana orang tuaku jika mengetahui rumah tanggaku sekarang yang sudah hancur.
Tak terasa waktu menunjukkan pukul 03.00 sore. Aku bangun membersihkan badan, lalu keluar kamar. Rumah tampak berantakan tidak ada yang merapikan. Apa mungkin tidak ada pembantu di rumah sebesar ini? Ada gelas bekas kopi yang kotor. Aku segera membawanya ke dapur dan membersihkannya. Setelah itu, aku merapikan seluruh ruangan hingga semua nampak rapi.
Tepat pukul 05.00 sore, aku sudah selesai menyulap semua ruangan yang tadinya berantakan menjadi bersih dan rapi. Dan aku membuat makanan yang tersedia di kulkas. Capcay dan fuyunghai sudah aku sediakan di meja makan.
"Rey! Reyna!" terdengar suara Haris memanggilku. Aku segera berlari menuju suara tersebut untuk menemuinya.
"Iya, Ris?"
"Kamu merapikan semua ini?" tanya laki-laki yang terlihat sangat tampan dengan pakaian santainya mengenakan kaos oblong warna hitam polos dan celana pendeknya.
"Iya, Ris," jawabku singkat.
"Waow, rapi sekali, Reyna," puji Haris. Laki-laki itu melihatku dari atas hingga bawah. Membuatku merasa kikuk. Apa penampilanku merasa aneh hingga dia menatapku seperti ini?
"Kamu mau makan apa, Reyna? Biar aku pesan makanan untuk kita makan malam ini," ujar Haris.
"Tidak perlu pesan makanan, aku udah siapkan capcay dan fuyunghai di meja makan. Ayo kita makan," ujarku.
"Wah kebetulan sekali. Pasti capcay dan fuyunghai buatanmu, sangat lezat," ujar Haris. kami berdua bergegas ke meja makan.
"Waow, aromanya menggoda perutku," ucap Haris sesampainya di meja makan. Sementara aku mengambilkan piring untuknya.
"Maaf ya, kalau rasanya kurang enak," ucapku yang merasa kurang percaya diri. Yang mungkin masakanku bukan seleranya. Kami makan tanpa suara dan hanya dentingan sendok garpu terdengar.
"Makan malam kali ini sangat istimewa, masakanmu sangat lezat, Reyna. Akan menyesal Reyhan karena sudah menyia-nyiakan wanita sepertimu," ucap Haris.
"Uhuk-uhuk," aku tersedak mendengar ucapan Haris yang mengingatkanku pada sosok, Reyhan.
"Hati-hati! Ini minum!" ucap Haris sambil memberikan aku segelas air minum. Lalu, aku minum hingga tandas.
"Sudah yuk, kita bersiap jalan-jalan malam ini. Biar pikiran kamu sedikit encer," ucap Haris sambil tersenyum. Aku pun mengikuti perkataan nya, memang dia sahabat yang mengerti aku sejak dulu.
Kami berdua pun segera masuk kamar masing-masing untuk segera bersiap.
*********
POV REYHAN
Malam ini aku dan Keyla istriku melakukan makan malam di restoran tempat biasa yang menjadi langganan kami sebelum menikah. Karena sebelum menikah aku dan Keyla sering keluar bersama, terkadang nonton, makan malam dan tentunya aku dan dia sering menghabiskan waktu di kontrakannya tanpa sepengetahuan, Reyna.
Entahlah bersama dengan Keyla, aku temukan sensani sendiri. Mungkin karena hubungan kami dulu itu adalah dosa, jadi selalu terasa indah. Bagiku, Keyla adalah wanita yang sangat menggairahkan. Namun, tak bisa aku pungkiri juga, kalau Reyna juga wanita yang sangat baik. Dia istri yang selalu nurut dan tak pernah menuntut apa-apa.
Pukul 09.00 malam, aku dan Keyla sudah selesai makan malam. Dan kami kembali pulang. Setelah dua puluh lima menit, kami pun sampai di rumah yang dulu aku tempati dengan Reyna selama 5 tahun.
Kami segera turun dari mobil, lalu bergegas masuk ke dalam rumah. Sesampainya di dalam rumah, Keyla memelukku dan menghujani seluruh wajahku dengan ciuman.
"Aku bahagia sekali menjadi istrimu, Mas Rey," ucap Keyla. Lalu dia menarik tubuhku ke atas sofa dan menindihnya.
Sebagai suami, tentunya aku sangat bahagia dengan tingkah agresif dia, yang selama ini tidak aku dapatkan dari, Reyna. Karena ini lah kenapa aku kekeh untuk menikahi, Keyla. Pasti hari-hari akan merasa sangat menyenangkan.
Selang beberapa waktu, rumah ini pun dipenuhi suara erangan dari pertempuran kami yang sangat menikmati indahnya surga dunia. Kami bebas melakukan hubungan suami istri di seluruh ruangan rumah ini. Karena kami hanya tinggal berdua. Belum ada asisten rumah tangga di dalam rumah ini.
"Mas Reyhan, terimakasih sudah menjadikanku istrimu satu-satunya dan terimakasih sudah mengusir Reyna dari rumah ini," ucapnya sambil tangannya mengusap dadaku.
"Semua aku lakukan karena aku sangat mencintaimu," ucapku meyakinkannya. Entah bagaimana keadaan Reyna di luar sana, tapi yang jelas aku menikmati kebahagiaanku dengan istri baruku yang lebih memuaskanku.
Ting....!tong....!
Terdengar suara bel rumah. Entah siapa yang bertamu malam-malam seperti ini. Segera kami mengenakan pakaian dan bergegas menuju pintu dan membukanya. Aku sangat terkejut tatkala melihat siapa yang datang. Mereka berdua tersenyum kepadaku, seketika senyum mereka berubah tatkala melihat Keyla datang dan memelukku dari belakang.
"Mas Reyhan, siapa yang datang malam-malam begini? ganggu orang bercinta saja," tanya Keyla yang nampak kesal dengan kedatangan mereka.