Chereads / BRYAN ANAK INDIGO / Chapter 9 - Penyanyi Cafe

Chapter 9 - Penyanyi Cafe

Bryan memperkirakan bahwa mayat itu telah meninggal sekitar satu minggu yang lalu. Karena wajahnya hancur dan sudah banyak sekali dikerubuti lalat dan belatung. Baunya juga busuk membuat Bryan jadi merasa mual.

Bryan meninggalkan mayat itu dan mencoba mencari ruangan yang digunakan sebagai pemujaan setan oleh Bu Neli. Bryan menemukan ruangan itu, lalu ia dengan ragu mencoba masuk ke dalam ruangan tersebut. Bryan sempat menghela nafas panjang sebelum ia benar-benar masuk ke dalam.

Namun apa yang Bryan lihat di dalam ruangan itu? Ruangan itu gelap dan dipenuhi dengan alat-alat yang diduga digunakan sebagai alat pemuja setan. Seperti dupa, lilin, tulang belulang yang banyak sekali terpajang di dalam sana. Baru masuk saja Bryan langsung disambut oleh makhluk bertanduk yang kemarin ia lihat di rumah Dennis. Makhluk itu mempunyai gigi taring yang sangat tajam dan mengerikan. Matanya melotot ke arah Bryan seolah ia hendak menerkam Bryan.

Bryan benar-benar sudah tidak tahan lagi berada di ruangan ini. Bahkan semakin lama tubuhnya semakin lemah. Darah mulai keluar dari hidung dan mulutnya. Semakin lama Bryan semakin kehilangan kesadarannya.

Tidak berselang lama Bryan kembali sadar dari pingsannya. Dilihatnya sudah ada Dennis yang duduk di sampingnya sedari tadi. Wajah Dennis terlihat sangat pucat dan panik.

"Akhirnya lo sadar juga. Lo tahu nggak sih gue khawatir banget sama lo, lagian lo sih nekat pakai masuk ke sana segala. Sudah tahu badan lo nggak kuat kan," kata Dennis langsung menyerangnya dengan berbagai komentar.

Dennis begitu tahu bagaimana sifat Bryan dengan segala kelebihan yang ia miliki sebagai seorang indigo.

Bryan mendapati ia sudah berada di rumahnya sendiri.

"Bagaimana dengan rumah itu?" tanya Bryan dengan suara yang lemas.

"Rumah itu sudah diurus sama polisi. Mayat Bu Neli sudah dibawa juga untuk diotopsi dan sekarang rumahnya sedang dibersihkan," jawab Dennis dengan tenang.

Setelah Dennis memutuskan untuk keluar dari rumah Bu Neli tadi, Dennis berinisiatif untuk menghubungi polisi agar dapat mengusut kasus ini.

Beruntung polisi segera datang dan Dennis langsung membawa tubuh Bryan yang pingsan di dalam ruangan itu.

Bryan sangat lega mendengarnya. Itu artinya rumah itu tidak akan menjadi ancaman lagi.

Kemudian terdengar suara ketukan pintu dari luar. Dennis langsung berdiri dan membukakan pintu rumah Bryan. Ternyata yang datang adalah Amara. Amara juga membawa berbagai macam buah dan makanan untuk Bryan. Wajah Amara terlihat begitu mencemaskan Bryan.

"Akhirnya lo datang juga. Langsung masuk aja ke kamar Bryan," ucap Dennis tersenyum sambil mempersilakan Amara untuk masuk ke dalam kamar Bryan dan menemui Bryan di sana.

Terlihat Bryan masih terbaring lemah di atas kasurnya. Wajahnya juga masih pucat. Amara tampak begitu mencemaskan Bryan. Dengan penuh rasa khawatir, Amara duduk di samping Bryan.

"Ya ampun Bryan, lo nggak papa?" tanya Amara begitu mengkhawatirkan kondisi Bryan. Bryan hanya menggelengkan kepala.

"Ya udah kalau gitu sekarang lo makan ya! Lo belum makan kan?" tanya Amara sambil membuka bungkusan yang berisi denahn bubur ayam. Sengaja Amara membelikan bubur karena ia tahu Bryan pasti belum makan. Dengan sangat perlahan dan penuh hati-hati, Amara menyuapkan bubur itu ke mulut Bryan.

"Lo harus makan yang banyak," kata Amara lagi. Bryan hanya tersenyum dan merasa sedang mendapat perhatian yang luar biasa dari Amara.

"Karena sudah ada Amara, gue balik dulu ya!" kata Dennis ingin segera pulang ke rumahnya. Sambil tersenyum jahil, Dennis menatap mereka berdua dan segera meninggalkan kamar Bryan.

Amara pun melanjutkan menyuapi Bryan makan sambil terus menatap wajah Bryan yang masih pucat. Bryan juga membalas tatapan mata Amara. Sehingga mereka sekarang jadi saling menatap.

"Jangan lakukan hal seperti itu lagi. Itu sangat bahaya, gue nggak mau lo sampai kenapa-kenapa lagi," ucap Amara dengan nada yang lemah lembut.

"Tidak usah khawatir. Itu sudah jadi takdirku," jawab Bryan sambil tersenyum ke arah Amara.

Bella yang melihat kebersamaan mereka merasa sedang dibakar api cemburu. Namun apa yang dapat ia lakukan. Ia tak dapat melakukan apapun karena ia hanyalah makhluk yang tak kasat mata.

***

Setelah beberapa hari Bryan terbaring lemah di rumahnya. Kini ia kembali disibukkan dengan kegiatan sekolahnya dan juga kegiatan menyanyi di cafe.

Suara Bryan yang khas dengan bahasa Korea yang lancar, membuat semua pengunjung di cafe itu terpana melihatnya. Ia terlihat sangat berkarisma memainkan gitarnya.

Selesai menyanyikan satu buah lagu Korea, semua pengunjung di cafe itu bertepuk tangan. Mereka merasa sangat puas dengan penampilan Bryan. Bryan turun dari panggung dengan wajah yang malu. Ia kemudian melangkah menuju ke dapur untuk membantu rekan kerjanya. Mulai dari mencuci piring, melayani pelanggan yang datang bahkan menyiapkan pesanan pelanggan juga ia jalani dengan baik.

Ketika Bryan sedang mengantar pesanan ke meja salah tamu tamu, ia merasa seperti ada seseorang yang sedang memperhatikannya. Namun ketika Bryan mencoba menengok ke belakang, tidak ada siapapun melihat ke arahnya.

Bryan kembali ke belakang. Sambil membawa minuman soda kaleng di tangannya, ia duduk melihat ke seluruh pengunjung cafe. Semua makanan telah diantar, kini Bryan bisa sedikit bersantai.

Ketika sedang meminum soda itu, ia dikejutkan dengan seorang pria yang tiba-tiba datang menghampirinya. Bryan sampai tersedak.

"Oh maaf, aku mengejutkanmu ya," katanya dengan wajah tersenyum begitu ramah.

Bryan hanya diam sambil menggeleng. Matanya menatap wajah pria itu. Kulitnya putih, dan hidungnya mancung. Sepertinya pria itu bukan orang asli Indonesia. Ia lebih mirip seperti orang Korea. Tetapi bahasa Indonesianya sangat lancar.

"Perkenalkan, nama saya Mr. Lee. Kamu yang tadi menyanyi di depan kan?"

Bryan mengangguk dan masih terus menatapnya heran. Benar dugaannya, kalau pria itu memang orang Korea. Terlihat dari namanya yang khas.

"Saya dari tadi memperhatikan kamu di depan. Saya suka sekali dengan cara kamu bernyanyi. Saya juga dari tadi melihat kamu berkeliling mengantar pesanan makanan para pelanggan," kata Mr. Lee sambil mengeluarkan sebuah kertas dari dalam kantong celananya.

Bryan jadi merasa lega sekarang, ternyata yang dari tadi memperhatikannya adalah Mr. Lee. Bukan makhluk tak kasat mata seperti yang sudah Bryan pikirkan.

Mr. Lee menyerahkan kertas yang tadi ia keluarkan dari kantong celana kepada Bryan. Setelah dibuka ternyata isinya adalah selembar brosur. Bryan menatapnya masih tidak mengerti.

"Datanglah ke audisi itu!" kata pria itu sambil pergi meninggalkan Bryan yang masih tampak serius membaca brosur itu.

Ternyata itu adalah brosur audisi bertajuk K-Star Indonesia. Siapa yang akan lolos bisa dibawa ke Korea.

Namun sepertinya Bryan masih belum tertarik untuk mengikuti audisi ini. Ia segera memasukkan brosur itu kembali ke dalam kantong bajunya.