Chereads / BRYAN ANAK INDIGO / Chapter 3 - Cerita Dennis

Chapter 3 - Cerita Dennis

Bryan dan Dennis tengah asyik di dalam kantin pada saat jam istirahat sekolah. Dennis terlihat sangat lahap memakan mie ayam sembari mendengarkan Bryan yang tengah asyik bernyanyi sembari memejamkan mata. Tak lupa headset juga terpasang di telinganya.

Amara yang melihat itu semua jadi sangat tertarik untuk ikut bergabung. Ia pun berdiri di hadapan Bryan dan Dennis.

"Ikutan gabung boleh kan?" tanya Amara.

Dennis terlihat sangat senang melihat kedatangan gadis itu.

"Gabung aja Sis," sahut Dennis dengan gembira.

Amara pun duduk di hadapan Bryan, dan mendengarkan suara pria itu dengan seksama.

Lagu yang dinyanyikan oleh Bryan itu sangat familiar. Tapi entah kenapa ketika Bryan yang menyanyikan lagu itu, Amara jadi sangat menikmatinya.

Entah karena suaranya, penghayatannya, atau mungkin wajahnya? Entahlah. Yang jelas, menurut Amara, Bryan adalah paket lengkap bagi seorang penyanyi.

"Udah mukanya bagus, suaranya bagus juga," gumam Amara di dalam hati.

Tanpa disadari, Amara jadi senyum-senyum sendiri sembari menatap Bryan. Padahal, Bryan sudah berhenti bernyanyi. Gadis itu tak sadar bahwa dirinya tengah dilihat oleh kedua laki-laki di hadapannya itu.

"Hayo loh, terciduk! Lagi ngelihatin Bryan kan?" goda Dennis.

Amara sangat terkejut ketika dirinya ketahuan memandangi Bryan, lalu gadis itu pun mengelak.

"Eggak lah!" bantahnya. Namun raut wajah gadis itu berubah menjadi merah akibat malu.

Amara pun mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Bryan, nanti lo jadi kan ikut gue?" tanya Amara.

Bryan mengembuskan nafas panjang dan berkata,"Terserah lo. Kan yang ngajak lo," sahut Bryan dengan singkat, ia pun memakan mie ayam yang ada di hadapannya, dan kembali bernyanyi-nyanyi. Amara merasa dirinya kena skakmat oleh Bryan.

"Untung cakep. Kalau nggak, udah gue tampol," gumam Amara membatin.

"Ngomong apaan lo barusan?" tanya Bryan dengan sinis. Amara hanya mengernyitkan dahinya, ia tak mengerti maksud laki-laki itu.

"Hah? Gue nggak ngomong apa-apa," sahut Amara sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Terus yang tampol-tampol tadi apaan?" tanya Bryan dengan raut wajah dinginnya.

Oh, tidak. Bagaimana mungkin Bryan bisa mengetahuinya?

"Aduh, udah deh. Kalian ini berantem terus daritadi. Gue sumpahin kalian berdua jadian!" seru Dennis sembari menunjukkan senyum liciknya.

"Amit-amit!" seru Bryan dan Amara secara bersamaan. Dennis jadi semakin bingung, kenapa mereka bisa sekompak itu?

***

Mereka bertiga telah tiba di sebuah warung makan langganan Amara yang terlihat sangat ramai. Mereka pun turun dari kendaraan masing-masing.

"Ya udah, ayo kita masuk!" ajak Amara dengan penuh semangat. Dennis mengikuti Amara, sedangkan Bryan masih terpaku sembari memperhatikan sesuatu yang sudah biasa ia lihat.

"Bryan, kenapa diam di situ? Ayo masuk!" ajak Amara. Namun, laki-laki itu justru menggelengkan kepalanya.

"Ogah ah," sahut Bryan sembari memegangi kepalanya yang terasa pusing. Bryan merasa lelah karena energinya banyak terserap oleh hal-hal tak kasat mata itu.

"Kenapa?" tanya Dennis.

Bryan tak bisa mengatakan tentang apa yang ia lihat. Laki-laki itu melihat, sesosok jin berwarna hitam yang tengah sibuk meludahi makanan para pengunjung itu. Namun, ia lebih memilih untuk tak menjawab pertanyaan Dennis.

Laki-laki itu merasa bahwa sakit kepalanya semakin menjadi. Ini akibat energi negatif yang ia dapatkan di tempat ini. Bryan pun menggelengkan kepalanya, sembari memijat kepalanya.

"Lho, terus gimana makan-makannya?" tanya Amara.

Entah kenapa, dirinya merasa sedikit kecewa melihat Bryan yang tiba-tiba membatalkan janji. Bryan merasakan apa yang dirasakan oleh gadis itu, ia pun mencoba sedikit tersenyum kepada gadis itu sembari menaiki motor, serta memasang helmnya.

"Besok aja, gue yang bakal tentuin tempatnya," sahut Bryan. Ia pun menyalakan motor, dan melambaikan tangannya kepada kedua orang itu.

Dennis memahami maksud Bryan yang tiba-tiba seperti itu. Laki-laki itu tiba-tiba merasa ketakutan, ia pun memegangi seluruh bulu kuduknya yang berdiri itu.

"Duh, gue jadi merinding nih. Kita pulang aja yuk, Mar!" kini giliran Dennis yang tiba-tiba bersikap aneh. Amara jadi semakin tak mengerti dengan semuanya, kenapa rencananya jadi kacau begini?

"Eh, lo kenapa Den?" tanya Amara. Mereka berdua mendengar ada anak kecil yang menangis dan merengek kepada ibunya.

"Aku nggak mau makan di sana, Ma! Di sana seram..." anak itu terus merengek sembari menarik tangan ibunya. Mendengar ucapan anak itu, Dennis jadi semakin takut.

"Tuh kan Mar, ayo kita pulang aja! " pinta Dennis.

Ia merengek-rengek kepada Amara. Sementara Amara terus memperhatikan anak perempuan yang benar-benar terlihat ketakutan. Bahkan anak itu seringkali berteriak-teriak hingga menarik perhatian para pejalan kaki serta pelanggan di warung itu.

"Ini kenapa sih? Tadi Bryan, sekarang lo. Ditambah anak kecil itu. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Bryan nggak mau jawab pertanyaan lo?" Amara semakin bingung dengan suasana ini, sedangkan Dennis terlihat semakin takut.

"Jelas aja Bryan nggak mau jawab, gue bakalan ceritain semuanya. Makanya, ayo kita pulang!" seru Dennis sembari menarik tangan Amara ke dalam mobilnya, gadis itu pun terpaksa menuruti permintaan Dennis. Ia sungguh penasaran, apa yang sebenarnya terjadi.

"Ada apa sih sebenarnya? Kenapa kalian seperti ketakutan begitu?" tanya Amara masih penasaran dengan masalah ini.

"Oke. Gue kasih tahu ya. Tempat makan tadi itu nggak beres banget. Bryan aja sampai ketakutan dan wajahnya terlihat sangat pucat. Itu berarti tempat makan itu ada penghuni jahatnya. Tapi dia nggak mau ngomong sama kita," jawab Dennis sambil fokus menyetir mobilnya ke arah rumah Amara.

"Jadi maksud lo Bryan itu bisa lihat hantu? Tapi gue nggak merasa ada hal yang aneh di sana tadi," tanya Amara semakin merasa bingung dan tak percaya.

"Bukan hanya melihat hantu, dia juga bisa baca pikiran orang, lihat masa depan, masa lalu, terus apa lagi ya? Pokoknya semuanya deh, dia itu INDIGO!" jawab Dennis dengan sangat jelasnya.

"Lo nggak merasa ada yang aneh dan merasa biasa aja itu karena lo manusia biasa. Manusia awam yang nggak bisa melihat hal ghaib. Bryan memang sengaja nggak menggembor-gemborkan kelebihannya ini karena masih banyak orang yang nggak percaya sama hal begituan. Atau lebih parahnya Bryan bisa disangka orang gila dan bisa dibully orang satu sekolah kalau sampai mereka tahu kelebihan Bryan ini," lanjut Dennis menjelaskan.

Amara semakin bingung dan masih tak percaya. Walaupun dia sebenarnya percaya akan hal ghaib, dan dia juga percaya bahwa Bryan memang memiliki indra keenam. Tak heran jika Bryan selalu datang untuk menyelamatkan dirinya setiap kali ia sedang dalam bahaya.

Bryan juga bisa membaca pikiran Amara setiap kali ia berkata di dalam hatinya.

Mengingat kejadian kejadian yang pernah terjadi pada Amara dan selalu terselamatkan oleh Bryan, Amara jadi senyum senyum sendiri.

Terlepas dari sikap Bryan yang sangat dingin dan cuek. Dia sebenarnya mempunyai hati yang lembut dan penyayang. Ini membuat Amara semakin merasa kagum terhadap Bryan.

"Ehem... Kayanya ada yang senyum senyum sendiri nih..." ledek Dennis melirik ke arah Amara yang dari tadi tak hentinya memikirkan Bryan sambil tersenyum sendiri.