Amara terus meronta sambil berteriak untuk melepaskan diri dari pelukan Bryan.
"Lepasin gue!" teriak Amara sambil terus melepaskan tangan Bryan yang melingkar di perutnya.
Namun Bryan tetap tidak mau melepaskan tangannya itu. Ia terus memeluk Amara dengan erat.
"Gue nggak akan lepasin lo!" kata Bryan terus mempererat pelukannya.
Amara akhirnya menangis di dalam dekapan Bryan. Kepala Amara bahkan sekarang sudah menyusup di dada Bryan. Bryan seolah memberilan ketenangan dan kenyamanan bagi Amara.
"Apa lo nggak pernah mikirin ibu lo kalau sampai lo melakukan hal yang nekat seperti ini? Gue nggak akan biarkan lo melakukannya lagi," kata Bryan sambil terus memeluk Amara. Bahkan Bryan juga mengusap rambut Amara dan membuat gadis itu sekarang lebih tenang.
Setelah dilihatnya Amara sudah lebih tenang, Bryan membawanya ke sebuah kursi di pinggiran jalan ibukota. Jalanan sudah tampak sepi, mereka duduk berdua tetapi saling diam. Tak ada suara sedikitpun yang keluar dari mulut mereka. Amara masih terlihat sangat shock dan sedih. Bryan juga mencoba memahami kondisi Amara sekarang. Ia masih sangat terpukul dengan kondisi adiknya yang telah tewas dibunuh oleh pedofil.
Kemudian Bryan jadi berpikir ingin melakukan sesuatu agar bisa membuat Amara jadi tersenyum lagi. Tak ada pilihan lagi, Bryan harus melakukannya.
Ia mengeluarkan ponselnya dari dalam tas, kemudian meletakkannya di samping Amara. Bryan berdiri dan membuat gadis cantik itu jadi bingung. Apa yang akan Bryan lakukan di depannya itu?
Bryan menyetel musik random dari ponselnya lalu ia menunjukkan sebuah tarian dance yang ia bisa. Melihat Bryan menari-nari di depannya Amara sedikit demi sedikit akhirnya bisa tersenyum lagi. Bahkan ia juga bisa tertawa ketika mendengar musik yang terputar ternyata sebuah lagu anak-anak. Namun Bryan tetap menarikannya dengan baik seperti seorang penari dance profesional.
Bryan lega setelah melihat Amara akhirnya bisa kembali tertawa. Meskipun ia harus merasa malu karena menari di depan Amara. Tetapi Bryan bisa menutupi rasa malunya asalkan ia melihat Amara bisa kembali tertawa seperti itu. Bryan pun menghentikan tariannya kemudian duduk lagi di samping Amara.
Bryan mengusap air mata yang masih menetes di pipi Amara.
"Jangan sedih lagi. Ada gue di sini yang akan selalu menemani lo," ucap Bryan dengan sangat lembut sambil mengusap kedua pipi Amara yang masih lembab.
Amara hanya mengangguk sambil tersenyum.
Setelah Amara sudah benar-benar tenang, Bryan pun mengantarnya sampai ke rumah. Amara benar-benar merasa tenang dan nyaman jika berada di dekat Bryan.
***
Keesokan paginya
Bryan dan Amara kembali bertemu di kelas. Suasana kelas pagi itu sangat riuh karena guru mata pelajaran bahasa inggris belum datang.
Bryan tampak menyematkan earphone di telinganya. Ia memutar musik sambil bernyanyi lirih. Bryan sampai tidak menyadari kalau dari tadi ada Amara yang sedang memperhatikan dirinya. Amara heran dengan pria yang duduk di sampingnya sekarang, Bryan kembali bersikap dingin dan cuek. Berbeda sekali dengan sikapnya semalam yang begitu hangat dan romantis.
Semalam Amara melihat sikap Bryan yang sangat berbeda dari biasanya. Bryan lembut, perhatian, dan sangat romantis. Ia juga bisa membuat Amara tertawa dengan tarian yang begitu menghibur. Apakah itu adalah sifat asli dari Bryan? Atau mungkin itu hanya untuk menghibur Amara saja? Entahlah.
Yang jelas Amara sangat senang bisa melihat sisi lain dari Bryan yang mungkin tidak pernah ia tunjukkan kepada orang lain.
Bagaimana jika semalam tidak ada Bryan yang menolongnya? Mungkin sekarang Amara sudah mati terbawa arus sungai yang besar itu. Bryan telah berhasil mencegahnya bunuh diri, bahkan Bryan juga semalam memeluknya dengan sangat erat dan membuatnya jadi merasa tenang.
Mengingat kejadian semalam, Amara jadi merasa gugup. Jantungnya berdetak sangat kencang. Apalagi sekarang Bryan juga ikut menatap ke arahnya. Bryan sepertinya menyadari kalau sekarang Amara sedang memikirkan dirinya. Bryan bisa baca pikiran dan isi hati seseorang, ia pasti tahu apa yang sedang Amara pikirkan sekarang. Bryan menyematkan senyum tipis yang dingin tapi manis ke arah Amara. Amara yang salah tingkah jadi harus berpura-pura membaca buku untuk menutupi wajahnya yang merah karena menahan malu.
Jam pelajaran pun telah usai.
Amara, Bryan dan Dennis mendapat tugas kelompok. Mereka bertiga menjadi satu kelompok dan akan berencana untuk mengerjakan tugas itu di rumah Dennis.
Sepulang dari sekolah mereka langsung menuju ke rumah Dennis yang terletak di sebuah perumahan elit. Bryan mencoba melihat satu per satu rumah elit yang berjejer di sana. Namun tidak ada yang menarik bagi Bryan.
Tiba-tiba lamunan Bryan tentang perumahan elit yang ada di sana jadi buyar ketika Dennis menyapa salah satu tetangganya yang sedang duduk di depan teras rumahnya. Perempuan itu mengenakan daster panjang berwarna putih.
"Selamat siang Bu Neli," sapa Dennis dengan ramah sambil terus mengendarai mobilnya dengan pelan. Bryan menatap perempuan itu tak merespon sapaan dari Dennis. Wajahnya begitu pucat, rambutnya panjang terurai tak beraturan. Bajunya panjang dan berwarna putih. Bryan berhenti menatap perempuan itu ketika mobil Dennis sudah melewati rumah perempuan yang dipanggil Bu Neli tadi.
"Sombong banget nggak mau nyapa balik. Senyum kek," gerutu Amara yang merasa kesal.
"Dia memang gitu orangnya," sahut Dennis sambil membelokkan mobilnya ke halaman rumahnya.
Namun Bryan masih diam dan terus memikirkan perempuan tadi. Bryan merasa dia bukan manusia biasa.
Ketika mobil Dennis sudah berhenti di depan rumah, Bryan kembali menoleh ke arah rumah Bu Neli yang jaraknya hanya dua rumah saja dari rumah Dennis. Ketika Bryan menatapnya, perempuan itu juga ikut menatap ke arah Bryan. Namun anehnya sekarang wajahnya jadi berubah menjadi sangat rusak bahkan bisa dikatakan hancur.
Bryan kaget bukan main. Ia kemudian mengalihkan pandangannya dan kembali fokus ke depan. Bryan tidak mau menceritakan apa yang baru saja ia lihat kepada teman-temannya. Terutama kepada Dennis, karena sudah bisa dipastikan kalau Dennis akan ketakutan jika mengetahui bahwa Bu Neli itu bukanlah manusia biasa. Melainkan sosok hantu.
Mereka bertiga pun masuk ke dalam rumah Dennis. Bryan mencoba bersikap biasa saja meskipun ia sendiri masih penasaran siapa sebenarnya Bu Neli itu? Kenapa ia masih berada di sana sementara ia sudah bukan lagi menjadi manusia?
Bryan, Dennis, dan Amara pun segera menyelesaikan tugas kelompok yang tadi diberikan oleh guru.
Setelah semuanya selesai, Dennis mengajak teman-temannya untuk menonton sebuah film. Amara sangat bersemangat untuk menonton film, sementara Bryan hanya diam saja dan menurut.
Mereka menonton film zombi yang sedang ramai di internet. Sesekali mereka juga berteriak karena melihat sosok zombi yang menakutkan. Tetapi tidak dengan Bryan, bukan merasa takut ia malah menguap karena mengantuk.
Maklum, semalaman ia hampir tidak bisa tidur karena mengingat kejadian bersama Amara.