Keesokan harinya, Reina bangun lebih awal dan tidak sarapan sama sekali untuk menghindar dari Sebastian. Reina tidak ingin bersama Sebastian terlebih dahulu. "Kenapa berangkat terburu-buru? Tidak sarapan lebih dulu?" Bibi Shelena memberi pertanyaan pada Reina yang sudah menggunakan sepatu.
"Maaf, Bibi. Aku harus ke sekolah lebih awal karena mengerjakan tugas yang kemarin belum sembuh. Aku sarapan di sekolah saja."
"Baiklah kalau begitu. Terserah kamu saja!"
Bibi Shelena yang dari awal memang tidak suka dengan Reina membiarkan saja gadis itu berangkat lebih awal ke sekolahan. Reina di jalan langsung naik bis untuk ke sekolah. Bis masih sepi karena belum ada anak sekolah yang berangkat awal seperti Reina. Di dalam perjalanan, Reina mengirimkan pesan pada Lee. Reina mengatakan kalau dirinya berangkat lebih awal dan sudah di dalam bis. Ternyata Lee juga sudah selesai siap-siap dan akan menyusul Reina.
"Reina berangkat sekolah terlalu awal seperti ini pasti ada sesuatu yang terjadi di rumah. Aku harus segera menyusul ke sekolahan." Lee bergegas berangkat ke sekolahan dan meminta sopir pribadi untuk mengantarkan segera ke sekolah. Lelaki itu tidak mau Reina sendirian di depan gerbang sekolah karena satpam baru membuka gerbang pukul enam pagi, sedangkan sekarang belum ada pukul enam pagi.
Reina perjalanan naik bus sekitar lima belas menit hingga akhirnya sampai di halte dekat sekolah dan turun dari bis untuk berjalan menuju ke gerbang. Saat sampai di depan gerbang sekolah ternyata masih ditutup. "Ternyata gerbang sekolah masih ditutup. Bagaimana ini?"
Baru saja Reina turun dari bis dan berdiri di depan gerbang, tak lama kemudian mobil berhenti di tepi jalan Ternyata Lee juga sudah sampai di depan gerbang dengan mobil yang dikendarai sopir. "Reina, apakah kamu sudah menunggu terlalu lama di sini?" Lee sangat khawatir.
"Aku baru saja sampai di sini. Lee, kenapa kamu datang juga sangat awal?"
"Aku ingin menemani kamu dan juga ayo kita sarapan bersama. Aku belum sempat sarapan tadi. Kamu juga, bukan?" Lee segera menarik tangan Reina untuk mengajak makan pagi bersama dan masuk ke dalam mobil untuk pergi ke tempat tujuan sarapan.
Reina mau tidak mau mengikuti Lee daripada menunggu di depan gerbang sekolah sendirian. Lagi pula Reina juga lapar karena belum sarapan. Reina terpaksa harus menghindar terlebih dahulu dari Sebastian. Reina khawatir kalau perasaan menggebu pada Sebastian akan makin berkobar saat selalu bersama. Sesampainya di kedai tempat makan, Lee dan Reina duduk berhadapan untuk makan bersama. Sandwich dan cokelat hangat sangat lezat.
"Kamu suka makanan ini?" Lee bertanya sambil menatap Reina yang menyantap lahap sandwich.
"Emm, iya. Sandwich lezat dengan isi daging. Terima kasih, Lee. Tapi biar kali ini aku yang membayar karena beberapa hari ini kamu selalu membayarkan makanan atau minuman untukku di kelas."
"Tak apa. Jangan merasa khawatir soal ini. Aku senang melihatmu bahagia."
Lee tersenyum menatap Reina. Benar-benar perasaan yang tulus dari hati diungkapkan kepada Reina. Lee merasa bahagia setiap kali bersama Reina, bahkan hanya memikirkan di rumah Lee merasa bahagia. Lee mengira hanya dirinya yang merasakan hal itu karena Reina sering bersikap canggung. Namun pagi ini, senyum Reina menyadarkan Lee kalau Reina mungkin juga merasakan hal yang sama dengan Lee. Setelah selesai sarapan, mereka pun kembali ke sekolah karena jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi.
Di sisi lain, Sebastian yang sudah sampai di sekolah mencari di mana Reina berada. Ternyata di kelas belum ada Reina dan hal itu membuat Sebastian makin panik. "Tidak ikut sarapan, berangkat sekolah lebih cepat dan meninggalkan aku sendiri, dan sekarang belum ada di kelas. Ke mana kamu, Reina? Apakah kamu tidak ke sekolah? Lalu ... Di mana kamu?"
Sebastian masih berlari ke sana ke sini mencari di mana Reina berada di dalam sekolah. Akhirnya lelaki itu menemukan kenyataan pahit saat Reina keluar dari dalam mobil bersama Lee. Mereka berdua tertawa dan terlihat bahagia. Entah kenapa bisa mereka bersama masuk ke gerbang sekolah. Sebastian langsung menghampiri keduanya.
"Reina! Sedang apa kamu bersama Lee? Kamu pergi dari rumah terlalu pagi dan baru sekarang masuk sekolah. Apa-apaan ini?!" Sebastian membentak Reina begitu saja membuat murid lain terkejut dan bingung.
"Reina sarapan denganku. Ada masalah apa?" Lee langsung melindungi Reina dan berhadapan langsung dengan Sebastian. Jelas saja hal itu menarik perhatian murid-murid lainnya yang berada di sana.
"Sebastian akan ribut dengan Lee."
"Reina ini menjadi bahan masalah saja. Lee itu tidak pernah mencari masalah dengan siapa pun."
"Benar! Sebastian juga tidak pernah mencari masalah dengan orang lain."
"Aku makin tidak suka dengan Reina!"
Para murid perempuan mulai geram dengan Reina karena membuat masalah. Sebastian dan Lee sama-sama tidak pernah ribut di sekolah, tetapi sekarang mereka berdua terlihat akan bertengkar hanya karena masalah sepele. Reina yang menjadi tertuduh membuat masalah sehingga Lee dan Sebastian bertengkar.
"Oh, jadi sekarang kamu menjadi pahlawan kesiangan?" Sebastian merasa cemburu karena Reina pergi sarapan dengan Lee.
"Pahlawan? Oh, bukan. Aku kekasih Reina!" Lee mengucapkan hal yang tidak disangka oleh semua murid di sana termasuk Reina.
Sebastian yang terbakar emosi langsung memukul wajah Lee. Lee yang tidak terima langsung memukul balik Sebastian sehingga perkelahian pun tidak terelakkan. Reina berteriak dan mencoba melerai kedua lelaki itu tetapi tak bisa. Para murid perempuan heboh dan meminta pertolongan sedangkan murid laki-laki langsung melerai perkelahian itu. Terlihat jelas kalau Lee tidak akan menang melawan Sebastian yang jago bela diri apalagi memiliki banyak penghargaan.
"Sudah, sudah. Jangan berkelahi lagi!"
"Iya, jangan berkelahi begini. Nanti guru datang bisa jadi masalah."
"Sebastian, ayo balik ke kelas saja. Kamu bisa kena hukuman kalau memukul adik kelas."
"Lee, sudahlah ayo masuk kelas dengan Reina. Jangan terbawa emosi."
Semua murid laki-laki memisahkan mereka berdua. Reina merasa bingung siapa yang harus ditemani saat seperti ini. Reina ingin menemani Sebastian, tetapi lelaki itu pergi ke kelas bersama lelaki sekelas Sebastian dan disusul oleh Kezia yang terlihat panik. Reina tidak berani mendekat dan memilih untuk masuk ke kelas bersama Lee dan teman-teman lainnya.
Saat itu, seorang murid perempuan menarik rambut Reina dari belakang. "Heh! Kamu ini pembuat masalah! Kamu yang buat Lee dan Sebastian ribut, kamu juga yang suka cari perhatian pada mereka. Awas saja kalau sampai Lee dan Sebastian ribut lagi!"
Reina kesakitan dan menganggukkan kepalanya tanda paham. Reina tidak menjawab karena takut jadi masalah lebih lanjut. Gadis itu pun melepaskan rambut Reina dengan kasar dan menatap dengan tajam. Reina merasa serba salah. Niat hati Reina ingin menghindar dari Sebastian, tetapi justru menimbulkan masalah lainnya.