"Tunggu, Tiana!"
Tiana terlihat berlari ke dalam rumah saat melihat sosok Darren yang berdiri di jalan seberang gerbang. Ternyata dari kampus, Darren memang mengikuti Cindy fan Renata yang dicurigai akan menemui Tiana.
Kecurigaan Darren semakin besar saat melihat Cindy dan Renata yang berada di dalam perpustakaan yang justru malah mencari buku tentang ilmu hukum.
Sementara yang Darren ketahui, Cindy dan Renata itu kuliah di fakultas ekonomi management. Dari sana Darren semakin yakin untuk mengikuti kedua sahabat Tiana itu.
Darren terlihat menggedor-gedor pintu rumah Tiana. Dia begitu senang melihat kondisi Tiana yang tampak sudah lebih baik dari sebelumnya.
"Tolong buka pintunya, Sayang. Jangan perlakukan aku seperti ini," Darren masih terus memutar-mutar kenop pintu rumah minimalis itu.
Cindy dan Renata hanya bisa berdiri sambil menatap miris pada Darren yang tampak sangat putus asa.
Sementara di dalam rumah, tubuh Tiana yang bersandar di pintu kini menggelosor ke lantai. Dadanya terasa sesak. Air matanya sudah tak terbendung lagi membasahi wajahnya yang putih.
Meski mulutnya berkata kalau dirinya ingin bangkit, namun saat melihat wajah dari laki-laki yang sangat dicintainya itu, hatinya tetap merasa sakit. Rasa putus asa kembali menguasai pikirannya. Rasanya dia tak akan pernah sanggup untuk mengambil keputusan berpisah dari kekasihnya.
"Buka pintunya, Tiana sayang. Kita harus bicara dari hati ke hati," suara Darren terdengar sangat putus asa.
Tiana lebih memilih diam. Dia belum sanggup bicara apalagi harus bertemu Darren. Keputusan Tiana sudah bulat untuk mengakhiri hubungannya dengan Darren.
***
Siang telah berlalu meninggalkan segala kepenatan hiruk pikuk kehidupan manusia pada siang hari. Kini bulan sabit terlihat menggantung di antara rimbunnya awan pada malam hari.
Saat ini seperti biasa, Arsen tampak sedang menenggak minuman keras bersama David. Sementara Bastian entah ada di mana. Meja bartender kini jadi pilihan keduanya.
Bartender yang tampak sangat ahli itu terlihat meracik minuman yang dipesan Arsen. Sebuah minuman jenis vodka john daly tampak sudah siap di dalam gelas. Bartender itu segera menyodorkan minuman itu pada Arsen.
"Selamat menikmati," ramah sanga bartender tak lepas senyum.
"Thanks,"
Arsen mulai meneguk minumannya ditemani David yang sudah lebih dulu sampai di club tersebut.
"Seminggu ini lo kemana sih? Si Bastian juga gak ada nongol kemari," David tampak sedikit merenggangkan otot-otot tubuhnya.
"Gue lagi ngadepin masalah yang cukup gede, Vid. Dan hal ini sukses bikin otak gue rasanya pengen pecah," Arsen kembali menenggak minumannya.
"Masalah apa?" David yang biasanya tidak pernah ingin tahu masalah orang lain, kali ini tampak kepo. Mungkin saja karena tidak ada lagi bahan pembicaraan yang tepat malam ini dengan Arsen.
Arsen menggeserkan duduknya lebih dekat ke arah David. David mengernyitkan keningnya melihat temannya yang tidak seperti biasanya.
"Gara-gara gue butuh duit buat biaya operasi sahabat karib gue yang kecelakaan, gue jabanin tantangan si Bastian," Arsen bicara cukup keras sebab suara dentuman house musik EDM yang tak akan membuat suaranya terdengar bila hanya berbisik.
"Tantangan apaan? Baru kali ini aku lihat tuh anak bersikap aneh-aneh gitu. Selama gue kenal dia, gak pernah dia bersikap aneh gitu,"
"Gue juga gak tahu lah. Gue udah nyulik seorang cewek yang gak gue kenal terus gue ruda paksa dia,"
"What? Are you crazy, Ar?" wajah David tampak tidak percaya dengan penjelasan Arsen.
"Boro-bobo lo, gue aja gak percaya dengan apa yang udah gue lakuin. Tapi isi tantangan Bastian ya memang kayak gitu. Gue gak punya pilihan lain lagi karena gue lagi butuh duit banget waktu itu," Arsen menoleh ke sana kemari sebab takut ada orang yang mendengarkan curhatannya pada David.
"Wah … Lo berdua beneran anjing. Apa jangan-jangan si Bastian gak kelihatan karena masalah ini juga?"
"Kayaknya gitu. Dia takut kalau korban rudapaksa gue lapor polisi terus gue ditangkap dan buka mulut kalau ide rudapaksa ini berasal dari dia,"
David hanay geleng-geleng kepala saat mengetahui tindakan kedua teman dekatnya yang udah kelewat batas.
"Gue gak ikut-ikutan ya. Itu urusan lo berdua sama Bastian,"
"Gue paham. Gue cuma curhat doang. Tapi satu hal yang bikin gue ngerasa tertekan yaitu soal kecurigaan gue tentang gadis yang udah gue renggut mahkotanya itu,"
"Apaan tuh?" David tampak makin tertarik dengan isi curhatan Arsen.
"Gue curiga kalau cewek itu pacarnya adik gue," David menganga mendengar penuturan Arsen.
"Bentar-bentar. Lo udah punya bukti kalau cewek itu pacar adik lo?" David semakin tertarik dengan masalah temannya ini.
"Bukti secara pasti belum. Tapi banyak fakta yang bisa bikin gue berpikir ke sana. Yang pertama, ponsel tuh cewek kan ketinggalan di kamar hotel yang gue booking. Meskipun dikunci dengan pola, tapi tampilan di layar paling depan memunculkan nama Darren yang melakukan panggilan tak terjawab hingga berkali-kali, sementara nama adik gue juga Darren," Arsen tampak frustasi saat menceritakan hal itu pada David.
"Lo gak usah kejauhan mikir deh. Nama Darren itu banyak. Bukan cuma adik lo doang," David kembali meraih sloki-nya dan kembali menenggak minumannya.
"Oke. Buat sementara juga gue mikirnya kayak gitu, Vid. Tapi beberapa hari yang lalu gue menemukan sebuah fakta lain, kalau adik gue ngamuk dan frustasi gara-gara denger kabar kalau ceweknya ada yang me-rudapaksa. Wajarlah kalau sekarang gue mikir kalau cewek yang udah gue renggut mahkotanya adalah pacarnya adik gue,"
"Sumpah. Ini gila banget bahkan lebih dari kata gila. Lo siap-siap aja kalau memang kecurigaan lo terbukti nyata,"
"Gue udah pasrah kalau memang harus menginap di hotel prodeo," Arsen mendesah pasrah.
"Lebih dari itu, Ar. Gue yakin bakal ditendang dari keluarga Kingsley,"
Arsen terdiam. Akankah nasibnya jadi seburuk itu. Dia hanya bisa menunduk pasrah.
"Hi ganteng," Arsen mengangkat kepalanya lalu menoleh ke kiri demi melihat seseorang yang telah menyapanya.
Seorang wanita cantik dan seksi kini sudah berdiri di samping kirinya. Bagian dadanya sangat terekspos seperti sengaja di tempel-tempelkan ke bahu Arsen. Seolah itu adalah kode yang merupakan ajakan untuk bermain peluh di atas ranjang.
Arsen menoleh sejenak ke arah David tersenyum.
"Sikat aja, Bro. Biar otak lo lebih rileks. Kayaknya nih cewek juga lagi rada mabok dan agak pengen di belai. Lihat aja wajahnya yang udah merah banget gitu,"
Tanpa banyak bicara apalagi pamitan pada David, Arsen segera turun dari kursi lalu meletakkan dua lembar uang pecahan seratus ribu di meja bartender tepat di bawah gelas minumannya. Dia berlalu dari meja itu sambil merangkul mesra sang wanita.
Arsen tetaplah seorang Arsen. Entah sampai kapan dia akan seperti itu.