BYUURR …
"Sheryl!"
Wajah seorang wanita yang usianya lebih tua beberapa tahun dari Arsen terlihat memucat sekaligus marah.
Arsen menoleh ke arah wanita tersebut yang tak lain adalah Alicia. Alicia atau Alice adalah kakak perempuan Arsen dan Darre. Kini Alice terlihat berlari mendekat ke arah kolam renang sambil menangis histeris.
"Kau mau membunuh anakku. Hah?"
"Aku–" suara Arsen tercekat sambil menahan raa sakit di tubuhnya.
Tak ingin banyak bicara lagi, Arsen segera menceburkan dirinya ke dalam kolam renang untuk menolong keponakannya. Mati-matian dirinya melawan efek sakaw yang kini sudah menguasai otaknya. Dia butuh bubuk putih yang selalu bisa membuatnya melayang dan lupa akan segala permasalahan hidupnya.
Arsen menaikan Sheryl ke pinggir kolam dan langsung disambut oleh Alice. Namun kini giliran Arsen yang ada dalam bahaya. Tubuhnya sudah menggigil sejak awal, kini dia malah berada di dalam air yang sebenarnya tidak terlalu dingin karena sudah terpapar sinar matahari tapi justru bagi Arsen air itu sedingin air kulkas.
Alice menoleh sekilas ke arah belakang dimana kolam renang berada. Dia sama sekali tak mempedulikan adiknya yang mulai tak seimbang dan gelagapan seperti hendak tenggelam. Alice terus berlari ke arah dalam mansion sambil menggendong Sheryl.
Arsen yang masih ada di dalam kolam, makin lama makin tak bergerak. Sudah banyak air kolam yang tertelan olehnya hingga akhirnya sama sekali tak bergerak. Tubuhnya terus turun ke dasar kolam renang dengan kedalaman seratus tujuh puluh sentimeter itu.
BYUURR …
Sosok tubuh tinggi tegap dengan setelan jas hitam dan sepatu kantor warna hitam pula terlihat menceburkan dirinya ke dalam kolam renang. Susah payah dia menyelam ke dasar kolam renang untuk meraih sosok tubuh yang mungkin sudah tak bernyawa.
Dia adalah Gart Kingsley.
Setelah yakin tubuh Arsen telah berhasil dia peluk, Gart segera membawa tubuh yang tak bergerak itu ke arah permukaan air kolam.
"Pengawal … Pengawal …,"
Hingga dua kali banyaknya Gart memanggil pengawal yang bekerja di mansion Kingsley, namun tak ada satupun yang mendekat.
Meski kerap merasa kesal dengan sikap Arsen, namun sebagai seorang ayah, Garth tidak mungkin membiarkan anaknya mati percuma begitu saja.
Akhirnya Garth bisa menarik tubuh Arsen yang sudah tak bergerak sama sekali ke pinggir kolam. Dia memberikan napas buatan lalu menekan dada Arsen hingga beberapa kali.
"Bangun, Nak. Ini papih. Sekesal apapun papi padamu. Tak pernah terlintas sedikitpun di benak papi untuk membencimu. Kau putra yang pernah papi banggakan dan papi harap saat ini hanya sedang tersesat sesaat saja dan akan kembali menjadi putra kebanggan papi, mami dan keluarga besar. Bangun, Nak!" air mata Garth menetes dari bola mata hijau hazelnya.
Mata hijau Arsen dan Darren sangat mirip dengan mata hijau Garth yang merupakan seorang laki-laki berkebangsaan Swedia. Kecuali Alice yang bola matanya yang berwarna coklat kehitaman mirip seperti Eva yang seorang blasteran Indonesia-Spanyol.
"Uhuk … Uhuk …,"
Perjuangan Garth akhirnya membuahkan hasil. Arsen tersadar dan batuk-batuk dengan mulut yang terus mengeluarkan air. Meski detak jantungnya telah kembali begitu pula dengan napasnya, namun Arsen masih dalam kondisi tak sadarkan diri.
Garth mendengar suara-suara langkah kaki yang mendekat sambil bercanda dan tertawa. Ternyata mereka para pengawal yang berjaga di halaman belakang yang baru tiba entah dari mana.
Mereka segera berlari ke arah Garth yang menatap mereka dengan tatapan murka.
"Dari mana kalian? Aku panggil-panggil tapi tidak ada satupun yang datang," bentak Garth begitu kesal.
"Maafkan kami, Tuan besar. Kami–"
"Sudah. Aku tidak butuh omong kosong kalian. Sekarang bantu aku membawa putraku ke rumah sakit!" ujar Garth dengan nada tinggi karena amarah sekaligus takut.
Tiga orang pengawal itu segera menggotong tubuh lemah Arsen menuju mobil dan langsung dilarikan ke rumah sakit sementara Garth mengganti pakaiannya terlebih dahulu yang basah sebelum menyusul ke rumah sakit.
Dia segera meraih ponselnya lalu menghubungi istrinya yang masih ada di perusahaan untuk memberitahu tentang keadaan Arsen.
Seburuk apapun Garth dan Eva di mata Arsen, namun sebagai orang tua tentu saja mereka sangat khawatir dengan kondisi Arsen. Eva sendiri langsung meluncur menuju rumah sakit dari perusahaan.
Garth terlihat berjalan menuruni tangga. Namun langkahnya terhenti. Dia mengendap-endap saat mendengar suara orang berbisik-bisik.
"Keyakinanku juga sama sepertimu. Ini pasti rencana Nona Alice. Dia memang sengaja ingin mencelakai Tuan muda Arsen dengan memanfaatkan situasi," ujar satu pengawal.
"Coba aja kamu pikiran baik-baik. Sejak kapan Nona Alice baik pada pengawal. Tiba-tiba dia mentraktir bahkan memaksa kita semua untuk pergi makan siang di rumah makan yang ada ujung komplek. Anehnya harus semua pengawal pergi kecuali satpam yang bertugas di gerbang depan," jelas pengawal lainnya.
"Dia yang berbuat kita yang dapat hukumannya dari Tuan besar,"
"Udah-udah … Kita kembali bekerja lagi. Nanti yang ada Tuan besar makin murka sama kita,"
Garth masih diam mematung di tempat yang sama.
"Alice? Tapi kenapa?"
Garth kembali meraih ponselnya lalu menghubungi Rega yang merupakan asisten pribadi kepercayaannya. Dia meminta Rega menyelidiki hal yang menimpa putra keduanya. Setelahnya dia langsung pergi meninggalkan Mansion Kingsley menuju rumah sakit.
***
Langit terang perlahan berganti gelap. Menyisakan semburat merah di ufuk timur.
Seorang wanita berambut sebahu terlihat masih berdiri di depan ruang ICU sambil menatap sang putra kedua yang masih tak sadarkan diri.
"Sebaiknya kau pulang, Eva,"
"Tidak, Garth. Bagaimana bisa aku pulang ke rumah dan beristirahat sementara putraku masih tak sadarkan diri. Arsen itu pandai berenang. Bagaimana bisa di tenggelam?" air mata telah membasahi wajah Eva yang masih tampak kencang dengan perawatan mahal yang harganya jutaan.
Garth terdiam. Dia belum bisa menceritakan tentang bisik-bisik tiga pengawal sebelum benar-benar menemukan bukti nyata kalau ada keterlibatan Alice dibalik tenggelamnya Arsen.
Hal lain yang lebih mengejutkan adalah cucu satu-satunya yang tak lain adalah Sheryl juga sedang dirawat di rumah sakit yang sama dengan Arsen, namun tidak terlalu parah. Alice sebagai ibunya menuduh Arsen yang berusaha menenggelamkan Sheryl sebab benci pada ibunya.
Garth belum bisa mengambil atau mempercayai pihak manapun sebab belum ditemukan bukti-bukti atas kejadian tersebut.
Hingga menjelang malam arsen yang terpaksa harus dirawat inap di rumah sakit masih juga belum siuman.
Seorang suster menghampiri Eva dan juga Garth. Dia meminta keduanya untuk segera menemui dokter yang merawat Arsen.
"Kamu tunggu saja di sini. Biar aku yang menemui dokter. Sebentar lagi Darren sampai dan akan menemanimu di sini," ujar Garth sambil membelai rambut sebahu istrinya.
"Papi! Mami!"
Garth dan Eva menoleh ke arah koridor di mana putra bungsu mereka tengah berlari ke arah mereka berdua.
"Akhirnya kamu tiba juga, Darren. Tolong tunggu sebentar di sini. Papi dan mami mau menemui dokter yang merawat kakakmu," ujar Garth.
"Oke, Pi,"
Darren menatap kepergian kedua orang tuanya yang akan menemui seorang dokter yang menangani kakaknya. Kini dia sedang berdiri di depan ruang ICU dan menatap ke dalam melalui kaca jendela besar tersebut..
Tangannya menempel di kaca jendela seolah sedang menyentuh kakaknya yang masih belum siuman itu.
'Enrtah kenapa saat ini aku merasa kalau akan ada jurang masalah diantara kita berdua, Kak. Semoga ini hanya pikiranku saja,' batin Darren.