Chereads / Erase adn delete / Chapter 22 - Mengingat Sekilas

Chapter 22 - Mengingat Sekilas

"Ada yang bisa saya bantu lagi?"

"Di mana gadis itu?" Arsen kembali berbicara tanpa suara.

"Gadis? Gadis mana yang Anda maksud?" Arsen mengangguk pelan. "Tidak ada siapa pun di sini. Sepertinya Anda hanya–"

"Arsen!" suara seorang wanita yang memakai pakaian steril dan tampak baru masuk ruang ICU itu memotong ucapan sang dokter.

Atensi Arsen dan dokter tersebut pun segera teralihkan ke arah wanita yang tak lain adalah Eva Kingsley. Istri dari Garth Kingsley dan tentunya ibunda dari Alicia, Arsen dan Darren.

"Akhirnya Anda datang juga," ujar sang dokter.

"Kebetulan saya memang berniat menunggui Arsen lagi. Saat saya mendapat telepon dari suster, posisi saya memang sudah dekat dengan rumah sakit, jadi saya bisa tiba dengan cepat,"

"Syukurlah, Nyonya,"

"Bagaimana kondisi putra saya?" tanya Eva.

"Seluruh organ vitalnya berfungsi dengan normal. Dia tinggal menjalani perawatan secara intensif, asupan makanan yang baik dan tidak telat makan obat, kemungkinan untuk pasien segera sehat terbuka lebar,"

"Baiklah akan saya pastikan putra saya makan teratur dan minum obat secara teratur juga," Eva menjanjikan hal itu pada sang dokter.

"Baiklah. Kalau begitu saya permisi,"

"Silahkan, dok,"

Eva mendekat ke arah Arsen lalu memeluknya. "Akhirnya kamu sadar juga, Nak. Mami sangat cemas dengan keadaanmu,"

Arsen hanya terdiam mendapatkan pelukan hangat sang mami yang sudah lama tak dia rasakan. Bila diingat-ingat, pelukan seperti ini terakhir dia rasakan sesaat akan memasuki jenjang pendidikan SMA.

Semenjak dirinya mengutarakan keinginannya untuk melanjutkan sekolahnya ke sekolah pilot, pelukan sehangat ini tidak lagi dia rasakan. Untuk sesaat Arsen masih merasa kalau pelukan Eva adalah mimpi.

Apa mungkin Arsen harus sakit dulu baru dia akan mendapatkan perhatian orang tuanya.

Eva segera melepas pelukannya pada tubuh lemah Arsen saat seorang suster datang sambil membawa nampan berisi makanan untuk Arsen.

Eva segera meraih nampan itu sementara suster terlihat sedang menaikan sandaran pada brankar agar Arsen bisa tiduran sambil bersandar.

"Kalau sudah selesai makan, segera beritahu saya, Nyonya. Saya akan membawakan obat untuk pasien,"

"Baik, Sus. Terima kasih ya,"

Eva terlihat duduk lalu mulai menyuapi Arsen secara perlahan.

"Mi!" suara Arsen mulai terdengar meski serak dan pelan.

"Gak usah banyak bicara dulu. Sekarang habiskan makannya karena setelah ini akan ada sedikit observasi. Bila hasilnya bagus, maka kamu akan dipindahkan ke ruang perawatan," ujar Eva yang masih telaten menyuapi Arsen.

Hingga beberapa waktu berlalu, bahkan hari sudah cukup terik bila dirasakan dari luar rumah sakit, Arsen pun akhirnya dinyatakan boleh dipindahkan ke ruang perawatan. Garth dan Alice pun tampak sudah ada di ruang perawatan.

"Gimana kabarmu?" Alice tampak hanya berbasa-basi saja di depan kedua orang tuanya.

Arsen sangat tahu bagaimana liciknya sang kakak terhadap dirinya. Bahkan termasuk saat dirinya tenggelam karena menyelamatkan Sheryl, Arsen yang tenggelam masih bisa melihat ke atas di mana Alice malah berdiri di pinggir kolam sambil menggendong Sheryl lalu sebelah tangannya yang terbebas menunjuk-nunjuk ke arahnya.

Otaknya masih mampu merekam kejadian naas itu. Dia sama sekali tidak melihat ada kepanikan atau bahkan niat untuk menyelamatkan Arsen dari diri Alice kala itu. Bahkan Alice malah pergi meninggalkan area kolam renang.

"Aku baik. Bahkan sudah lebih baik dari sebelumnya," Arsen melirik ke arah Alice yang tersenyum senang mendengar kabar dirinya, akan tetapi berbeda dengan kedua mata Alice yang mengatakan sebaliknya.

"Papi awalnya marah pada Alice karena mendengar ucapan beberapa pengawal yang menjelek-jelekkan Alice. Tapi semua ini ternyata hanya salah paham saja. Papi sudah meminta Rega untuk menyelidiki semuanya dan kecurigaan papi ternyata salah. Tiga pengawal yang harusnya berjaga di halaman belakang dan telah menjelek-jelekan Alice sudah papi pecat dan diganti yang baru," jelas Garth tampak membela Alice berdasarkan bukti yang dibeberkan Rega—Asisten pribadi kepercayaan Garth Kingsley.

Arsen hanya bisa tersenyum tipis sambil mengangguk seolah dia menerima penjelasan papinya, padahal tidak dengan hatinya. Dia tetap akan mencari tahu dengan caranya sendiri karena hal ini sudah kelewat batas dan berkaitan dengan nyawanya.

"Aku mau pulang, Mi. Aku gak betah lama-lama di rumah sakit,"

"Tapi kondisimu masih sehat betul, Arsen. Tunggu sehari sampai dua hari lagi sampai kondisi kamu benar-benar fit," pinta Eva.

"Tapi aku pengen berobat jalan saja di rumah. Mami sama Papi juga gak harus bolak-balik ke rumah sakit terus 'kan?" Arsen tetap keukeuh dengan pendiriannya.

Eva dan Garth saling menoleh sebab setelah kondisi Arsen benar-benar fit 100%, mereka punya rencana lain yang sudah di diskusikan dengan dokter yang menangani Arsen selama beberapa hari di rumah sakit tanpa memberitahu Arsen.

"Papi gak setuju. Kamu harus benar-benar sehat dulu sampai kamu dinyatakan boleh keluar dari rumah sakit oleh dokter yang menanganimu," Garth memberikan penekanan dalam intonasi nada suaranya.

Arsen hanya diam. Dia tidak suka dipaksa seperti ini. Ketika ada kesempatan, maka dia akan kabur dari rumah sakit,"

***

Siang hari yang terik itu. Terlihat tiga orang gadis yang tampak menghela napas. Mereka baru saja berlari seolah tengah menghindari hal mengerikan.

Ya, mereka kini duduk di belakang gedung rektor setelah menghindar dari kejaran Darren.

"Baru beberapa hari kalian baikan, tapi hari ini kamu udah ngehindari dia lagi," keluh Renata.

"Mau gimana lagi, cuma ini cara satu-satunya agar Kak Darren gak berharap apapun lagi sama aku," Tiana benar-benar sudah pasrah dengan nasib hidupnya.

"Iya sih, tapi tetep aja aku kasian sama Kak Darren. Dia itu kayaknya udah cinta banget sama kamu," Renata hanya bisa menghela napas.

"Kalau kami memaksakan diri untuk tetap bersama, pada akhirnya akan ada hati yang terluka akibat anak ini. Bisa saja kami bertengkar dan masalah anak ini akan terungkit cepat atau lambat. Aku gak mau hal itu terjadi," jelas Tiana mengemukakan alasannya melepaskan Darren.

"Eeh … Ngomong-ngomong kamu inget gak sih sama laki-laki yang udah nyentuh kamu itu?" tanya Cindy tiba-tiba.

Tiana tampak terdiam sesaat. Keningnya mengernyit dengan kedua mata bergerak memutar secara perlahan seolah sedang berusaha mengingat-ingat wajah biadab itu.

"Samar-samar sih. Aku ketakutan dan putus asa banget waktu itu. Tapi satu hal yang aku ingat. Matanya hijau hazel dan suaranya yang berat. Iya … Aku ingat, dia bilang dia nyaman sama aku. Dia juga terus minta maaf sebab gak punya pilihan lain. Aah … Aku hanya bisa ingat sekilas wajahnya," papar Tiana sambil terus mengingat.

"Kalau misalkan kamu lihat dia ada di jalan. Kira-kira kamu bakal ingat gak? Terus wajahnya itu cenderung jelek apa cenderung ganteng?" Cindy tampak masih penasaran.

"Heh … Dodol. Kayaknya aku baru dengar kalau ada orang bermata hijau hazel itu wajahnya jelek. Kak Darren juga matanya hijau hazel dan wajahnya ganteng banget," Renata terdengar ketus.

"Kamu benar, Nata. Mata hijaunya mirip banget sama Kak Darren,"