Arsen terlihat mengenakan jaket kulit kesayangannya. Dia terlihat berjalan mengendap ke arah pintu kamar kedua orang tuanya. Perlahan pintu kamarnya terbuka seiring dengan masuknya dia ke dalam kamar kedua orang tuanya.
Arsen melihat kalau kedua orang tuanya sudah tidur lelap. Tujuannya adalah mengambil kunci mobil Chevrolet Camaro tipe ZL1 yang sudah lama disita Garth sejak dirinya pergi ke Inggris untuk kuliah.
Mobil sport asal Amerika itu memiliki kecepatan maksimal 60 mph dalam waktu 3,5 detik. Sedangkan untuk dapur pacunya menggunakan mesin Supercharger 6.2 Liter V8 dengan tenaga mencapai 650 Horsepower serta torsi 650 lbs-ft.
Arsen yang mengetahui letak penyimpanan kunci mobil balapnya itu segera melesat ke arah tempat tersebut. Dan benar saja, kunci mobil balap kesayangannya ada disitu.
Baru saja dia akan pergi dari sana, sekilas ekor matanya melihat kotak perhiasan milik Eva. Ada rasa ingin mengambilnya lalu menjualnya. Dari hasil penjualan perhiasan itu dia bisa membeli bubuk setan yang sudah mulai habis stoknya.
Perlahan tangannya bergerak ke arah kotak perhiasan yang tergeletak begitu saja di atas meja. Sepertinya Eva tak sengaja meletakan di sana, karena setahu Arsen, Eva memiliki brankas khusus untuk menyimpan semua perhiasannya.
Hati nurani Arsen nyatanya masih berfungsi. Sebejad apapun dirinya, tidak mungkin dia mencuri barang orang tuanya. Arsen mengenyahkan pikiran ngelanturnya. Perlahan dia keluar dari kamar tidur orang tua dan menutup rapat pintu kamar itu.
Malam ini dia akan jadi raja jalanan. Dia harus memenangkan balapan malam ini. Uang yang akan didapatnya dari kompetisi balap mobil malam ini lumayan besar dibanding dia harus memenuhi tantangan Bastian yang berada di luar nalarnya.
Kini Arsen sudah ada di dalam mobil sporty miliknya. Kalau bukan karena balapan ini, dia tidak akan mengendap ke kamar orang tuanya untuk mengambil kunci mobil itu. Tapi apa boleh buat, bicara langsung pada Garth pun rasanya hanya akan sia-sia saja.
Security gerbang rumahnya cukup diberi sebungkus rokok kretek pun sudah sangat senang dan dengan mudah membukakan pintu gerbang rumahnya.
Arena balap mobil yang akan jadi tempat digelarnya balapan mobil sport itu tampak ramai. Penonton yang akan menyaksikan balap mobil itu cukup banyak.
"Mana si Arsen? Jam segini belum nongol. Bilang aja dia takut ngelawan gue," Revan begitu pongahnya sambil menepuk dadanya bangga.
Ivan yang akan jadi partner balap Arsen merasa jengah dengan kepongahan Revan. Dia segera menghubungi Arsen untuk menanyakan perihal kedatangannya.
Belum sambungan telponnya terhubung, suara klakson mobil dari arah belakang mengagetkan Ivan. Ivan berbalik dan melihat Arsen melambaikan tangannya pada Hito.
Ivan segera berlari ke arah Arsen yang masih berada di dalam mobil.
"Lo lama banget sih, Ar. Si Revan udah tengil aja dari tadi. Muak banget gue lihat ketengilannya," keluh Ivan.
"Kita buktiin di arena, dia atau gue yang bakal jadi raja jalanan," Ivan segera masuk ke bagian depan sebelah kiri mobil yang sedang dikemudikan Arsen.
"Bentar, Ar. Gue mau nelpon bini. Pengen denger suara si kecil sebelum balapan. Lagi gemes-gemesnya tuh anak," Ivan menempelkan ponselnya ke telinganya.
"Udah usia berapa anak lo?" tanya Arsen meski sebenarnya dia kurang minat bertanya demikian.
"Baru sepuluh bulan. Lagi belajar jalan dia. Makanya lo nikah gih biar tahu gimana bahagianya punya anak,"
"Dih … Ogah banget. Ngapain nikah dan punya istri kalau faktanya rudal nuklir gue masih ada aja yang mau ngebasahin," Arsen cengengesan.
"Anjing, Lo!"
Keduanya malah tertawa dan mencoba mencairkan situasi agar pikiran mereka lebih rileks sebelum balapan dimulai.
VROOOM …
VROOOOOOM …
Suara deru mesin mobil mulai terdengar. Debu-debu berterbangan hasil gesekan ban mobil dengan jalan sedikit berpasir.
"Pasang helm dan sabuk pengamannya, Van. Kita akan menjadi berandalan jalanan dulu. Lo 'kan sering bilang ingin jajal kemampuan sama gue 'kan? Lewat balapan inilah saatnya lo lihat kemampuan seorang Arsen Kingsley!" ucap Arsen sambil tersenyum menyeringai penuh makna.
Arsen menoleh ke arah kiri lalu membuka jendela kacanya. Dia melihat Revan sedang menatapnya dengan tatapan meledek. Arsen tak mau kalau, dia acungkan jari tengahnya ke arah Revan. Keduanya memang musuh bebuyutan.
Arsen segera memasang helm dan sabuk pengamannya. Seorang wanita seksi melenggang di antara dua mobil sambil memegang syal berwarna merah
"Oke, Siap. Hitungan mundul. three …. Two … One … Go!" syal merah itu berkibar seiring dengan melajunya kedua mobil yang tengah adu kecepatan itu.
Mobil yang dikemudikan Arsen mulai melaju di kecepatan 100 km per jam.
"Wuhuuuuuw ... Ini asik banget, Ar! Adrenalin merasa tertantang. Biasanya gue jadi jokinya si Rino dan fine-fine aja. Kali ini kok rasanya beda ya?" ucap Ivan.
Arse terkekeh. Dia segera menginjak pedal gas pada mobil yang dikendarainya itu untuk mengejar mobil yang tengah dikendarai oleh Revan.
Ivan terlihat cukup kagum dengan mobil yang kini tengah ditumpanginya. Awalnya dia pikir ini hanya mobil sedan biasa. Namun ternyata sekarang Ivan sudah melihat dengan jelas begitu banyak fitur canggih di dalam mobil ini.
"Ambil tablet yang ada di dalam dashboard mobil lalu hubungkan pengaturan jaringannya dengan mobil ini. Arahkan pendeteksi kecepatan pada mobil yang dikendarai Revan, sekarang!" ucap Arsen memberikan aba-aba.
"Oke, Ar," jawab Ivan.
"Cek kestabilan torsi, naikan PH ketika jarak tempuh sudah melewati angka dua ratus lima puluh meter pertama!" ujar Arsen memberikan aba-aba.
Ivan mengikuti seluruh aba-aba Arsen. Mobil yang dikemudikan oleh Arsen itu melesat dengan kecepatan tinggi.
"Apa perlu kita terus memantau berapa RPM kecepatan mobil Revan?" tanya Ivan.
"Iya dong! Dengan begitu kita bisa mulai mengatur kecepatan mobil yang kita kendarai ini, agar bisa menyusul mobil Revan. Kita gak bisa dalam posisi sejajar terus kayak gini," jawab Arsen sambil tetap fokus pada jalur balapannya.
Arsen masih mencoba memepet mobil yang dikendarai oleh Revan. Dia tetap bertahan dengan kecepatan yang telah ditentukan.
Saat melewati tikungan tajam, Arsen tidak perlu bermanuver Reverse entry karena mobil milik Arsen adalah mobil sport keluaran lima tahun lalu. Cukup dengan hanya menarik setir dan bermain hand bracking agar roda belakang mobil tetap stabil.
Diam-diam Ivan mengagumi teknik balapan mobil yang dikuasai oleh Arsen. Memang sudah sepantasnya lah dulu Arsen menyandang gelar King of Race. Karena bukan hanya mampu menaklukan motor sport tapi juga Arsen mampu memperlihatkan kualitas dirinya sebagai seorang pembalap mobil.
Seandainya dulu orang tuanya tidak mengirim Arsen ke Inggris, sudah dipastikan Arsen bisa jadi pembalap nasional meski cita-cita utamanya adalah menjadi pilot pesawat.
Arsen memang suka dengan sesuatu hal yang bisa memacu adrenalinnya.