Anna merasa tangannya kebas setelah mendaratkan telapaknya di wajah putih Daniel. Tapi sejujurnya, semua itu tak berarti apa pun dengan rasa sakit yang dirasakan di dalam hatinya saat ini. Air mata mengucur begitu saja. Oksigen seakan mencekik tenggorokkannya. Membuatnya kesulitan bernafas. Ditatapnya pria di depannya dengan penuh kebencian. Lalu, sekali lagi ia meluapkan seluruh emosinya, dipukulnya dada lebar milik pria itu dengan sekuat tenaga. Meluapkan seluruh kekesalannya hingga tubuh kokoh itu terdorong beberapa langkah ke belakang.
"Jahat kamu, Daniel! Jahat!" seru Anna disela isak tangisnya. Ia tak peduli pria ini akan kesakitan atau tidak. Ia hanya ingin menguapkan amarahnya. Mengurangi rasa sakitnya.
Lalu seketika, Daniel mencengkram kedua pergelangan tangan Anna. Membuat perempuan itu terdiam. Untuk beberapa detik yang terus berjalan, keduanya hanya saling menatap. Anna yang tak henti mengeluarkan air mata, Daniel yang berusaha keras menahan air matanya turun. Sejujurnya, kedua orang ini sama-sama sedang menahan rasa sakit. Bedanya, Anna tak mampu menutupinya, sementara Daniel tak mau terlihat kesakitan.
Tak mau kalah, Anna mencoba melepaskan diri dari cengkraman tangan Daniel. Tapi laki-laki itu justru mempereratnya dan bahkan menarik tubuh Anna hingga kedua ujung sepatu mereka bertemu. Melihat Anna yang terluka dalam jarak begini dekat tentu saja membuat hatinya diserang rasa sakit bertubi-tubi. Tapi ia harus melakukan ini, demi ibunya. Dan mungkin demi Anna.
"Seharusnya sejak awal, aku sudah tahu kalau kita memang gak bisa sama-sama. Seharusnya sejak awal, aku ikut kata mama. Seharusnya aku tahu kalau kamu dan mama kamu sama saja. Sama saja Anna. Sama-sama pelacur."
Anna terbelalak. Masih melekat dalam ingatannya, dulu, laki-laki di hadapannya ini tak pernah sekali pun memperlakukannya dengan kasar atau bicara menyakitkan. Ini adalah kali pertama Daniel melukai hatinya.
Sekali lagi Anna menghentakkan tangannya dari cengkraman Daniel dan menampar wajah itu. Ia tahu, Daniel tak berusaha keras menahannya, karena cengkraman itu mendadak lemah. Tapi Anna tak lagi peduli. Daniel boleh saja menghinanya, menginjak-injak harga dirinya, tapi ia akan sangat keberatan jika siapa pun itu menjelek-jelekan ibunya.
"Sudah cukup ya. Aku gak bisa lagi maafin kamu, Daniel." Anna menunjuk wajah Daniel dengan rahang mengeras. "Aku gak nyangka, kita akan berakhir seperti ini." dihapusnya jejak air mata yang masih menempel di wajah dan menyeka yang siap turun lagi.
"Oke." Putusnya. "Aku harap kita gak akan pernah dipertemukan lagi."
Anna menatap tajam ke dalam mata laki-laki itu, lalu dengan cepat ia memutar tubuhnya dan meninggalkan Daniel yang tak henti Meneriakkan sumpah kalau ia pun tak mau lagi berhubungan dengan Anna. Meneriakkan sumpah kalau ia tak mau lagi berurusan dengan Anna.
Anna tak tahu mana yang lebih menyakitkan. Dicengkram oleh Daniel begitu erat seperti beberapa detik yang lalu, atau dihempaskan begitu saja seperti sampah. Tapi yang jelas, pergi dari sisi laki-laki itu adalah pilihan terbaik.
***