"Mendingan kamu masuk, daripada nanti masuk angin.." kata kak Leon sambil merapikan rambutku.
"Aku masih ingin disini," aku segera melihat ke arah lain agar wajahku yang mungkin saja sudah memerah tidak terlihat.
"Ya udah aku temenin."
"Bang Riko udah tidur?"
"Udah kok. Tadi habis diperiksa sama dokter nggak lama kemudian tidur."
"Kak Leon nggak pulang?"
"Ngusir nih?"
"Nggak gitu, maksudnya bukan ngusir juga. Aku cuma…"
"Hahahaha… santai aja kali Nit!!"
Aku memasang wajah cemberut melihatnya tertawa. Sepertinya aku memang sudah salah menilainya. Orang yang terkenal dingin itu ternyata kelakuannya menyebalkan begini.
"Sumpah deh Kak. Aku kira kamu itu orangnya cool, jaim gitu lah, taunya prik juga!!"
"Emangnya aku kelihatan gitu?"
"Semua anak-anak di sekolah juga tau kali, kalau si ketua OSIS mereka itu orangnya sedingin es."
"Jadi kamu suka aku yang gimana?"
"Hah?"
"Kamu suka aku yang gimana??"
"Hah????"
"Cantik-cantik kok budek ya?"
"Sembarangan aja ngatain aku budek!!"
"Lha terus apa namanya kalau bukan budek? Dari tadi ditanya nggak cukup satu kali!!'
"Ya siapa suruh ngomongnya pelan."
"Owh… jadi maksudnya aku harus sedekat ini kalau ngomong sama kamu?"
Kak Leon mendekatkan dirinya sampai bahu kami menempel. Belum sempat aku mengajukan protes, kak Leon menyandarkan kepalanya di pagar pembatas yang ada di depan kami. Dengan posisi badan yang condong ke depan, wajahnya dimiringkan untuk menatapku secara intens.
"Tau ah!!"
Aku benar-benar tak menyangka kalau kak Leon bisa tak tau malu seperti ini. Sangat berbeda dengan sikapnya ketika berada di sekolah. Aku meliriknya sesekali karena tidak ada reaksi apa-apa ketika aku mengatakan sesuatu yang seolah tidak peduli lagi. Dan aku tak menyangkal kalau wajahnya memang tampan.
"Aku memang tampan, nggak usah curi pandang kayak gitu," kata kak Leon percaya diri.
"Ya… ya… apapun itu terserah kamu."
Terdengar suara notifikasi di handphone milikku yang otomatis langsung ku buka karena aku menunggu balasan dari kak Dimas.
'Baiklah.. besok aku tunggu di lapangan basket. Aku yang akan nyamperin kamu.'
Aku tak tau seperti apa wajahku saat membaca chat itu, tapi yang jelas Kak Leon seperti menaruh curiga padaku. Dia menatapku layaknya seorang pencuri.
"Kamu ngapain liat aku kayak gitu sih Kak?"
"Dari Dimas?"
"Bukan urusan kamu!!"
"Ya… aku tau."
"Terus ngapain nanya?"
"Cuma penasaran aja, sejauh apa pengaruh si playboy itu buat kamu."
"Dia bukan playboy!!"
"Ya … aku tau!!"
"Hah?? Maksud kamu apa sih Kak!!"
"Nggak usah dibahas. Ayo masuk, anginnya makin kencang," kak Leon masuk ke dalam sambil menarik tanganku paksa.
Aku pun hanya menuruti dengan wajah cemberut. Ingin rasanya aku memaki kak Leon, namun melihat bang Riko yang telah tertidur dengan lelap, aku pun mengurungkan niatku.
"Tadi katanya bi Asih nggak bisa kesini lagi karena harus mengurus keperluan di rumahnya sendiri, mungkin kesini besok pagi. Kamu nggak apa-apa ditinggal sendirian di sini?" Tanya kak Leon.
Sejenak aku berpikir untuk minta Kay menemaniku, tapi segera ku tepis karena rasanya tak mungkin. Orang tuanya mungkin tidak akan mengizinkan. Tapi aku juga tidak mungkin meminta kak Leon untuk menemaniku.
"Aku akan minta Tante ku buat kesini," jawabku asal. Padahal itu tidak mungkin karena Tante Lia sedang bisnis keluar kota.
"Ya udah kalau gitu, aku balik dulu ya," kata kak Leon sambil mengambil tasnya yang ada di atas meja.
"Jaketnya Kak!!" Aku langsung sadar ketika melihat kak Leon akan keluar tanpa jaketnya. Segera ku lepas jaket yang masih melekat di tubuhku.
"Kalau kamu butuh apa-apa hubungi suster, jangan hubungi aku. Hahaha…" bahkan sebelum pergi pun kak Leon sempat-sempatnya menggodaku sambil mengenakan jaketnya.
***
Aku terbangun dari tidur karena merasa haus. Namun saat aku membuka mataku, aku dibuat terkejut karena aku tidur di kasur pasien. Sementara aku ingat dengan jelas kalau tadi aku tidur di sofa panjang yang ada di ruang rawat bang Riko. Mataku melihat ke sekeliling dan sontak saja membulat sempurna melihat bang Riko dan kak Leon yang tidur berdampingan di sofa.
'Kenapa bang Riko jadi tidur di sofa? Dan kak Leon?? Bukannya tadi pamit pulang?' batinku sembari turun dari kasur.
Perlahan aku membangunkan bang Riko yang terlihat tidak nyaman tidur bersandar di bahu kak Leon. Apalagi sebelah tangannya masih terpasang infus. Dalam hati aku pun bertanya-tanya bagaimana cara bang Riko memindahkan aku. Samar aku pun melihat kening kak Leon merah dan sedikit bengkak.
"Bang… bang Riko…"
"Kamu kenapa bangun Nit?" Tanya bang Riko ketika terbangun oleh suaraku.
"Abang ngapain tidur disini sih? Sana pindah ke tempat tidur."
"Ya mana mungkin aku biarin kamu tidur sama Leon!!" Kata bang Riko sambil melihat kak Leon.
"Hah???'
"Kamu nggak liat itu keningnya bengkak?? Tadi aku timpuk pake handphone karena berani-beraninya tidur sama kamu," sungut bang Riko.
Beberapa saat kemudian otakku seperti berhenti bekerja, karena mendapat pernyataan yang melebihi batas. Aku berusaha mencerna tiap kalimat yang diucapkan bang Riko, namun tetap tak bisa.
"Sedekat apapun hubungan kami, aku nggak akan mengizinkannya untuk berlaku kurang ajar sama kamu."
"Aduh!!! Apaan sih kamu Rik!!" Kak Leon sedikit berteriak ketika bang Riko mencubit pinggangnya.
"Kamu yang apa-apaan!! Nggak usah sok pura-pura tidur, nggak mempan!!" Omel bang Riko.
"Lihat tuh muka polosnya yang belum banyak dosa kayak kamu!! Bahkan dia nggak ngerti arah pembicaraanku tadi!!" Imbuh bang Riko.
"Sumpah aku nggak bermaksud buruk!! Kamu kayak nggak kenal aku aja sih!!"
"Halah bilang aja kamu mau modus!!"
"Tadi aku tuh balik ke rumah! Terus kamu yang minta aku kesini lagi kan buat nemenin adek kamu ini? Nah pas sampai sini dia lagi tidur sambil duduk di sofa. Hampir jatuh makanya aku buru-buru nolongin, eh malah…"
"Malah apa??" Tanya bang Riko kesal.
"Ya kayak yang kamu lihat tadi…" jawaban kak Leon benar-benar mengacaukan pikiranku. Apa yang sebenarnya telah terjadi.
"Kamu nggak usah percaya sama Riko. Aku nggak ngapa-ngapain kamu. Tadi kamu hampir jatuh terus aku refleks aja nolongin. Akhirnya kamu malah tertidur di bahu aku. Udah gitu doang, sumpah!!" Penjelasan kak Leon benar-benar membuatku lega bercampur geli.
"Yang bener kamu!!" Bang Riko masih ngotot tidak percaya.
"Makasih ya Kak kalau kayak gitu." Berbeda denganku yang percaya dengan penjelasannya. Karena buatku itu cukup masuk akal.
"Tuh… Nita aja percaya kok sama aku!!" Kak Leon mengajukan protes.
"Bodo amat!!"
Mereka masih saja berdebat sampai aku teringat satu hal. 'Lalu siapa yang mengangkatku pindah ke kasur?'