"Terus yang mindahin aku siapa?"
"Ya dia lah!!" Jawaban bang Riko tentu saja membuatku canggung. Kak Leon tampak biasa saja sementara aku menahan malu.
"Udahlah nggak usah dibahas lagi," kata bang Riko.
"Mendingan sekarang kita tidur lagi, ngantuk banget nih," tambah kak Leon.
"Udah kamu tidur di kasur aja, nggak usah mikirin aku. Toh kepalaku udah nggak pusing kok," kata bang Riko seolah tau apa yang ku pikirkan.
Dan tak butuh waktu lama untuk mereka kembali tertidur. Berbeda denganku yang malah guling kanan guling kiri. Aku mencoba mendengarkan musik di handphone, berharap bisa jadi pengantar tidur.
Saat aku memiringkan badanku ke arah sofa, aku melihat bang Riko sudah tertidur pulas. Sementara ke Kak Leon masih sibuk dengan handphonenya.
"Bukannya tadi bilang ngantuk banget ya? Kenapa malah main handphone?" Tanyaku akhirnya.
"Kamu belum tidur??"
"Nggak bisa tidur nih.. lah kamu sendiri juga belum tidur.."
"Nggak tau nih, padahal rasanya tuh ngantuk banget tapi kok susah buat merem.."
"Kak.. aku boleh nanya nggak?"
"Apa??"
"Soal kak Dimas…"
"Nanti kamu juga akan tau sendiri. Nggak etis rasanya kalau aku mengumbar masa lalunya. Maaf tadi aku asal bicara aja kok."
"Ohh…" tentu saja aku kecewa karena tidak mendapatkan jawaban. Tapi aku juga tidak bisa memaksa. Mungkin nanti waktu akan menjawabnya, toh aku tidak benar-benar berharap kami akan jadi dekat. Dan yang pasti aku tak mungkin menerima omongan orang lain mentah-mentah.
"Besok pagi kamu bareng aku aja ke sekolah.." kak Leon mungkin sedang mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Tapi aku kan nggak bawa baju ganti, ini aja aku masih pake seragam, nggak liat??"
"Sorry… aku lupa bilang. Itu aku udah bawain baju ganti buat kamu," terang kak Leon sembari memberikan sebuah tas padaku.
"Tadi aku disuruh Riko buat ke rumah kamu dulu ngambil itu," kak Leon seolah tau dengan pertanyaan yang muncul di pikiranku.
"Tapi buku pe-"
"Udah ada disitu juga. Tadi disiapin sama Bi Asih," lagi-lagi kak Leon menjawab pertanyaanku.
"Ya udah kalau gitu. Tapi kak Leon sendiri emang bawa baju ganti?"
"Enggak sih.. tapi besok gampanglah.. mampir sebentar ke rumahku kamu nggak apa-apa kan? Nggak bakal lama juga kok."
"Apa nggak sebaiknya aku naik ojek aja ya? Atau kalau enggak aku bisa minta jemput temen aku.."
"Ya terserah kamu juga sih, aku kan cuma nawarin aja. Tapi biasanya kalau pagi sering susah dapat ojek online. Terus rumah temen kamu itu jauh nggak dari sini? Kasihan juga ka-"
"Ya… ya… besok aku bareng kamu aja Kak.." ada benarnya omongan kak Leon karena Kay rumahnya bertentangan dengan rumah sakit.
"Ya udah sekarang tidur gih.."
Aku mulai merebahkan tubuh di kasur. Hingga beberapa saat lamanya, aku tak bisa juga memejamkan mata. Aku memutuskan untuk ke kamar mandi karena ingin buang air kecil. Saat beranjak dari sana aku tak melihat kak Leon di sofa. Entah sejak kapan dia pergi aku tak peduli.
Aku mendengar suara berisik ketika berada di dalam kamar mandi sehingga aku mencoba untuk bergegas keluar. Alangkah terkejutnya aku ketika kulihat kak Leon sedang mencoba mengangkat bang Riko ke atas sofa. Aku bergegas membantunya.
"Abang kamu tidur udah kayak kebo aja sih. Baru ditinggal bentar aja udah mau jatuh. Mana nggak kebangun juga," kak Leon tampak heran dengan tidurnya bang Riko.
"Ya.. mungkin karena efek obatnya tadi juga sih kak, makanya kayak gitu," aku membela abangku tentunya.
"Pindah ke tempat tidur aja Kak. Sofa kan sempit, mungkin bang Riko emang merasa nggak nyaman," pintaku dan langsung dituruti kak Leon.
"Kamu nanti gimana?" Tanyanya ketika sudah menidurkan bang Riko ke tempat tidur, sementara aku membenarkan posisi infusnya.
"Udah itu gampang…"
"Kalian itu sering ribut tapi aslinya saling sayang, gengsi kalian tuh ketinggian tau nggak?" Sindir kak Leon.
"Terserah deh…"
"Kamu dari mana barusan?"
"Dari kamar mandi, kamu sendiri dari mana Kak?"
"Aku agak laper sih, jadi tadi nyoba ke kantin rumah sakit tapi ternyata udah tutup."
"Ya iyalah tutup Kak!! Ini udah tengah malam!!"
Aku pun teringat dengan kue kering yang tadi sempat ku beli di sekolah. Segera ku buka tas ransel sekolahku dan mencarinya.
"Nih… aku ada kue kering," tawarku kemudian.
"Wah… makasih ya, lumayan buat ganjal perut.."
Berawal dari situlah kami malah saling ngobrol tak jelas sampai tak sadar sudah menjelang subuh. Jangan tanya seberapa beratnya mata ini. Tapi kewajiban tetap harus dilakukan. Aku bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Beruntung di kamar bang Riko menyediakan kamar mandi dalam dan air hangat, sehingga aku tak merasa kedinginan. Setelah aku selesai, kak Leon bergantian mandi meskipun tidak membawa baju ganti.
"Bukannya percuma juga ya kalau mandi tapi nggak ganti baju?" Sindirku begitu melihat kak Leon selesai.
"Diam-diam ternyata kamu itu orangnya perhatian ya.."
Aku memilih tak merespon jawaban kak Leon daripada makin panjang. Kak Leon hampir saja melanjutkan omongannya kalau saja tak ada yang mengetuk pintu.
"Permisi… saya mau cek kondisi pasien ya," kata seorang perawat ramah
"Iya silahkan Suster," jawabku.
"Ohh… masih tidur rupanya?"
"Iya tuh Sus. Tidurnya nyenyak banget semalam," terangku.
"Bagus kalau begitu. Berarti obatnya bekerja dengan baik. Karena pada awalnya pasien mengeluhkan kepalanya sering tiba-tiba saja sakit."
"Tapi tidak ada masalah serius kan Sister?" Tanya kak Leon penasaran.
"Nanti kita lihat dulu perkembangannya ya. Biar diobservasi dulu oleh dokter. Kalau ada yang ingin ditanyakan lagi nanti bisa hubungi dokter Ibnu," terang Suster itu.
"Baik terimakasih ya Sus," kataku.
"Sama-sama. Permisi…"
"Loh kok balik lagi Sus?" Tanyaku ketika pintu kembali diketuk dan terbuka lagi.
"Ini Bibi Non," mendengar suara bi Asih tentu saja membuatku lega.
"Bibi kok pagi banget sampai sini? Masih jam enam loh ini," kataku.
"Iya takutnya non Nita keburu-buru nanti. Oh.. udah mandi toh? Seragamnya bener yang itu kan Non?" Tanya bi Asih ketika menyadari aku sudah berganti seragam.
"Bener kok Bi… makasih ya udah siapin semua keperluan aku."
"Sudah kewajiban saya Non," kata bi Asih sambil tersenyum manis.
"Ya udah kita berangkat sekarang aja yuk Nit. Daripada kesiangan juga," kata kak Leon yang sudah siap dengan jaket kulitnya.
"Ehh… selamat pagi den Leon. Bibi belum menyapa ya tadi," kata bi Asih mulai genit.
"Pagi juga Bi. Emmm… Bibi nggak apa-apa sendiri disini ngurusin bayi besar itu?" Tanya kak Leon.
"Emangnya den Leon mau nemenin Bibi? Awww... Non!!" Aku mencubit tangan bi Asih saking gemasnya.
"Ingat umur Bi!! Genit banget sih!!"
"Iya,iya Non. Ya udah sana berangkat. Biar Bibi yang urusin den Riko di sini."
"Makasih ya Bi. Nanti pulang sekolah aku kesini lagi," kataku diikuti kak Leon yang berjalan di belakangku.
Kami berjalan menuju tempat parkir yang berada di belakang rumah sakit. Setelah membonceng kak Leon, kami bergegas menuju rumah kak Leon untuk ganti baju. Dan sungguh di luar dugaan, kami bertemu orang yang mengenali kami di jalan raya. Matanya terlihat mengintimidasi kami.