Aku mengambil sapu yang kebetulan ada di sampingku. Dengan langkah cepat aku segera menghampiri sosok itu dan meneriakinya.
"Pencuri!!! Pencuri!!!' teriakku sambil memukulinya berkali-kali.
"Wooiiiii!!! Stop!! Ini aku!!!"
Aku menghentikan aksiku saat mendengar suara sosok itu. Seketika ku lemparkan sapu yang ku pegang dan tersenyum kaku pada sosok lelaki yang menatap tajam ke arahku.
"Mana ada pencuri siang-siang begini??" tanya Kak Leon kesal.
"Ya habisnya aku nggak tau kapan kamu datang, tau-tau udah di dapur buka-buka kulkas. Aku kan cuma waspada aja!!" elakku.
"Ada apa sih Nit? Aku kaget denger kamu teriak barusan, kenapa?" tanya Abang yang datang dengan berlari.
"Hehe…" aku tak tau harus berkata apa untuk menjawabnya.
"Tuh adik kamu!! Aku dikira pencuri sama dia!!" kata kak Leon mengadu.
"Ya siapa suruh gerak-geriknya mencurigakan kayak pencuri," sahutku.
"Nitaaaa…. Mana ada pencuri siang-siang begini? Lagian kalau aku niat nyuri, ngapain aku nyuri isi kulkas?? Mending aku nyuri tuh barang-barang elektronik! Kalau enggak tuh!! Motor di depan rumah, mobilnya sekalian kalau perlu…" cerocos kak Leon tak terima.
"Ya…aku kan… ah…dibilang aku cuma waspada kalau ada pencuri!!" belaku sendiri.
"Udah-udah!! Jangan pada ribut lagi," lerai bang Riko.
"Makanya besok-besok jangan asal masuk rumah orang biar nggak dikira pencuri!!" kataku tak mau berhenti sampai situ.
"Pencuri hati kamu??"
"Lah?? Kenapa jadi segala hati dibawa-bawa sih??" protesku.
"Ya habisnya kamu itu nggak kira-kira!! Udah jelas tau ini aku, masih aja nuduh bakal nyuri!! Semua yang ada di rumah ini aku punya, ngapain aku nyuri coba? Hati kamu aja yang aku curi, mau??" tanya kak Leon makin tak jelas.
"Idih..!!! Nggak bakal bisa!!" elakku.
"Stop!!! Lama-lama aku nikahin kalian berdua nanti!!" kata bang Riko kesal.
"Apa Bang?? Nikahin aku sama dia?? Abang nggak kira-kira ya jadi kakak satu-satunya! Model beginian yang ada cuma bikin sakit hati tau nggak??" protesku tak terima.
"Eehhh…. Jangan asal kalau ngomong ya!! Gini-gini banyak yang antri tau nggak?? Lagian siapa juga yang mau sama kamu… cewek galak nggak punya hati!!" ujar kak Leon yang membuatku makin kesal.
"Terserah kalian deh. Aku mau makan…" kata bang Riko yang tampaknya sudah menyerah melerai kami berdua.
"Kamu sih!!!" tuturku.
"Kenapa jadi aku?? Kamu bukannya terima kasih sama aku, malah nuduh yang enggak-enggak.."
"Terima kasih buat apaan coba??" kilahku sambil menyusul bang Riko ke meja makan.
Mataku memandang takjub ke menu makanan yang ada di meja. Ada udang saus barbeque dengan irisan bawang bombay yang menggugah selera. Ditambah tumis kangkung dipadukan dengan cabai merah yang mempercantik tampilannya. Belum lagi ada cumi goreng tepung lengkap dengan saus sambal.
Tanpa malu-malu aku mengambil makanan yang tersaji dan segera melahapnya. Bang Riko malah melihatku tak percaya, sementara kak Leon terlihat senyum-senyum sendiri.
"Kenapa cuma liatin aku makan sih? Kalian nggak ada yang mau makan? Ya udah, aku abisin ya…" kataku seraya mengambil nasi dan tumis kangkung lagi karena kepiting di piringku masih belum habis. Aku benar-benar menikmati makanan tersebut yang aku tak tau bang Riko memesannya dimana. Tapi yang jelas aku pasti minta lagi nanti.
"Bang… pesen dimana sih makanan ini? Besok boleh pesenin lagi nggak?" tanyaku seraya mengambil cumi goreng tepung untuk cemilan.
"Minta aja sama dia …" jawab bang Riko yang melihat kak Leon.
"Oh… kamu yang beliin kak? Dimana belinya?" tanyaku.
"Dia yang masak Nita!!!" terang bang Riko.
Spontan saja aku terkejut sehingga tersedak. Buru-buru bang Riko mengambilkan air minum yang segera ku tenggak.
"Pelan-pelan ya Tuhan!!!" omel bang Riko karena aku langsung menenggaknya habis dan makin terbatuk-batuk.
Kak Leon segera berdiri dan menepuk punggungku berirama, dan lambat laun aku merasa lebih baik.
"Makasih ya Kak.." ucapku malu.
"Iya.." jawabnya singkat.
"Beneran kak Leon yang masak?" tanyaku memastikan lagi.
"Nggak percaya?"
"Bukan gitu…"
"Emangnya kamu… cewek tapi nggak bisa masak?" sindir bang Riko.
"Kayak Abang bisa masak aja.." gerutuku.
"Ya kan aku cowok Nita!!"
" Nyatanya kak Leon jago masak meskipun cowok!!" ledekku.
"Jadi kamu ngakuin nih kalau aku jago?" Pertanyaan kak Leon membuatku terdiam seketika. Rasanya aku sudah tidak punya muka lagi di hadapannya sekarang.
"Aku masuk dulu!! Nanti biar aku aja yang cuci piringnya."
Aku memilih untuk kabur ke kamar daripada harus menanggung malu. Sempat terdengar di telingaku, saat bang Riko bertanya tentang hasil penyelidikan kak Leon yang entah tentang apa. Aku tak mau ambil pusing dan segera menjauh.
Setelah kurang lebih setengah jam, aku kembali turun ke dapur untuk mencuci piring. Tapi yang ku lihat, semuanya sudah hampir beres dikerjakan oleh kak Leon. Sedangkan bang Riko hanya berdiri menemani di sampingnya.
"Parah kamu Bang! Bisa-bisanya nyuruh orang lain cuci piring.." kataku.
"Orang dia sendiri yang mau kok.." jawab Bang Riko santai.
"Ya tetep aja nggak sopan Bang!! Lagian aku kan udah bilang biar aku aja yang cuci piring, kenapa malah kamu kerjain sih Kak?" tanyaku pada kak Leon.
"Aku udah terbiasa begini di rumah, jadi ya nggak masalah.." katanya seraya melanjutkan mencuci piring.
"Ya udah sini biar aku aja yang terusin.." kataku menggeser kak Leon ingin menggantikan posisinya.
Tapi naas, aku lupa kalau kalah tenaga. Bukannya kak Leon yang bergeser, malah aku yang seperti didorong. Untungnya bang Riko sigap menangkap ku.
"Kamu mau ngapain sih? Udah biar aku aja. Lagian tinggal sedikit juga," kata kak Leon.
"Dengerin tuh!! Untung ketangkep, kalau enggak udah pasti nangis nih bocah!"
"Apaan sih bang.. ya udah aku mau ke atas lagi aja…" kataku sambil berjalan kembali ke atas.
"Kalian masih marahan?" samar aku mendengar pembicaraan mereka.
Entah kenapa aku ingin mendengarkan pembicaraan mereka dan dengan mengendap-endap aku bersembunyi di ruangan sebelah dapur.
"Dibilang marahan atau nggak, aku juga nggak tahu. Jujur aku nggak ngerti sama cewek, ribet banget kayaknya. Sebentar-sebentar dia diemin aku, nanti tau-tau ngajak ngobrol biasa, eh tau-tau udah diemin lagi. Tadi aja pulang sekolah nggak biasanya tuh peluk aku kenceng banget, mana nyender di punggung segala, udah berasa pacaran. Tapi begitu turun dari motor, udah… gitu aja. Kembali dingin kayak nggak terjadi apa-apa."
"Hahahaha… sabar aja kalau kayak gitu. Mungkin memang kamu yang terlalu mengekang Nita, makanya dia sebel sama kamu," kata kak Leon.
"Kalau orangnya kamu, mungkin aku masih nggak apa-apa. Tapi ini tuh Dimas! Aku masih ingat jelas bagaimana dia mempermalukan Tyas.."
Dalam hati aku mulai bertanya-tanya, siapa itu Tyas? Apa hubungannya sama mereka semua? Kenapa aku merasa ada rahasia besar yang mereka sembunyikan?
"Sudahlah jangan dibahas lagi. Lalu rencana kamu besok gimana?" tanya kak Leon.
"Aku tetap nggak bakal izinin Nita pergi ke acara ulang tahun Dimas."
Seketika jantungku makin berdegup kencang mendengar perkataan bang Riko. Dari mana dia tau kalau besok adalah acara ulang tahun kak Dimas? Atau jangan-jangan ini yang dimaksud bang Riko tadi tentang hasil penyelidikan kak Leon? Apa kak Leon benar-benar menjadi mata-mata buat bang Riko selama ini?
"Kalian jahat!!"