"Kamu napa lari-lari gitu sih?" tanya kak Leon.
"Beneran mau masuk?"
"Tadi katanya suruh masuk?? Jadi cuma bercanda aja tadi?"
"Ya.. enggak sih. Nggak nyangka aja kalau mau masuk beneran. Lagian bukannya hubungan kalian itu ku- .." aku menggantung ucapanku karena merasa tidak enak.
"Aku juga diundang, jadi nggak mungkin kalau nggak dateng."
Aku tak menyangka kalau kak Leon benar-benar diundang oleh kak Dimas. Aku pikir kak Leon hanya disuruh bang Riko buat nganterin aku aja.
"Ayo masuk.." ajak kak Leon sambil menarik tanganku.
Kami pun masuk dengan bergandengan tangan dan sontak saja menjadi pusat perhatian teman-teman yang lain. Tak terkecuali kak Dimas yang terlihat tak suka melihat tangan kami.
Aku berusaha melepaskan genggaman tangan kak Leon, namun sepertinya kak Leon sengaja membawaku ke dalam masalah. Dia sama sekali tak melepaskan tanganku meskipun aku berusaha berkali-kali melepaskan diri.
"Lepasin dia!" Kak Dimas mendekat ke arah kami dan melepaskan tanganku dari kak Leon.
Aku mengelus tanganku yang memerah karena cengkraman kak Leon tadi. Kak Dimas sesaat melihatku dan mengajakku ke tengah ruangan dimana sudah tersedia kue ulang tahun berukuran besar.
"Ohhh…. Ada Nita… akhirnya udah datang… dari tadi Dimas nungguin loh.." kata Tante Ayu.
"Malem Tante.." sapaku ramah.
"Malem juga… oh, Leon juga udah datang?" Tante Ayu bergegas mendekati kak Leon dan memeluknya sekilas.
Suasana mendadak hening begitu kak Leon mendekati kak Dimas. Sepertinya hanya aku saja yang tidak mengerti situasi ini. Aku memang sempat mendengar cerita bahwa sebagian besar teman SMP kak Dimas ada di sekolah kami saat ini. Dan itu artinya sedikitnya mereka tau asal muasal hubungan keduanya merenggang.
"Ya udah lebih baik kita mulai sekarang acaranya berhubung sudah banyak yang datang.." tante Ayu memecah keheningan dengan menepuk kedua tangannya.
Semua yang hadir mulai berkumpul membentuk lingkaran yang besar. Sorak sorai memenuhi ruangan tersebut. Dengan diiringi lagu selamat ulang tahun dan diakhiri lagu tiup lilin, kak Dimas memotong kue tersebut dan memberikannya pada Tante Ayu.
"Kue pertama buat Mama .. makasih ya Ma udah jadi mama terbaik buat aku .." ucap kak Dimas diiringi tepuk tangan yang hadir .
"Sama-sama Sayang… selamat ulang tahun ya…" jawab Tante Ayu sambil mencium pipi putranya itu bergantian.
"Kue kedua buat siapa tuh?" tanya Tante Ayu lagi.
Tiba-tiba saja Varisa yang sedari tadi belum nampak batang hidungnya, muncul di samping Tante Ayu dan bersikap manis.
"Duh maaf Dimas, Tante… aku terlambat ya? Aku sibuk nyiapin kado ulang tahun untuk Dimas soalnya.." katanya.
"Ohh…. Iya nggak apa-apa kok. Makasih ya udah mau datang.." jawab Tante Ayu.
Varisa memasang senyum yang dibuat semanis mungkin dan segera melihat Dimas yang memegang sepotong kue. Entah kerasukan jin apa sehingga Varisa dengan tak tau malunya mendekati kak Dimas seolah kue itu akan diberikan padanya.
"Nita.." langkahku terhenti ketika kak Dimas memanggil namaku. Aku memang berniat untuk menjauh dan mencari keberadaan Kayla.
"Iya??" Aku segera berbalik badan dan mendapati kak Dimas yang sudah berada di depanku tersenyum manis.
"Buat kamu…" katanya yang sontak saja mendapatkan tepuk riuh dari teman-temannya. Bahkan Tante Ayu ikut menggodaku yang justru bingung harus bersikap bagaimana.
"Udah terima aja Nita… kasihan tuh Dimas sampai pegel bawa kuenya nggak kamu terima-terima dari tadi," kata Tante Ayu.
"Ma-makasih Kak.." akhirnya aku menerima kue itu dengan terpaksa.
Dan ternyata tidak cukup sampai disitu saja, kak Dimas tiba-tiba saja mengambil buket mawar merah yang sepertinya memang sudah disiapkan sebelumnya. Kak Dimas berlutut dengan satu kakinya dan mengatakan sesuatu yang membuatku tercengang tak percaya.
"Nita.. di depan Mamaku dan semua yang hadir disini, aku mau mengatakan kalau aku.. suka sama kamu… maukah kamu jadi pacarku?"
Diam. Hanya itu yang bisa ku lakukan saat ini. Aku tak tau harus berkata apa. Aku bahkan tak mendengar dengan jelas suara riuh yang hadir, yang memberikan dukungan agar aku menerimanya.
"Nita??" Suara kak Dimas membuyarkan lamunanku yang membuatku sadar bahwa aku harus segera menyelesaikan semuanya.
Tapi aku harus jawab apa? Aku bahkan tak tau apakah aku benar-benar menyukainya atau hanya sekedar fans dan tak lebih. Bukannya kalau kita ditembak oleh orang yang dicintai maka hatinya akan bergetar? Aku bahkan sama sekali tak merasakan perasaan senang ataupun gugup. Aku hanya bingung bagaimana caranya keluar dari situasi ini.
Aku nggak mau mempermalukan kak Dimas dengan menolaknya, tapi aku juga nggak mau mengatakan iya sementara hatiku berkata lain. Mataku mengedar ke segala penjuru mencari jalan keluar dari situasi yang tak pernah sekalipun aku bayangkan.
Aku melihat wajah Varisa yang merah menahan amarah. Ingin sekali aku menertawakannya, tapi aku sadar kalau aku sendiri tidak mungkin melakukannya. Aku mencari sosok Kay yang belum juga terlihat, setidaknya itu bisa membantuku mengulur waktu dengan kelakuannya. Tapi yang ku lihat malah kak Leon, berdiri tegak tanpa ekspresi. Mata kami saling beradu dalam waktu yang cukup lama sampai aku disadarkan dengan suara Tante Ayu.
"Nita?? Kamu baik-baik aja kan?"
"Oh… i-iya Tante… aku nggak akan kok.."
"Iya, Tante maklum kalau kamu shock dengan ini, tapi setidaknya jangan buat anak Tante itu nunggu terlalu lama," goda Tante Ayu yang mungkin saat ini berpikir bahwa aku akan menerima pernyataan kak Dimas.
Aku menatap kak Dimas dengan seksama. Bisa ku lihat senyumnya yang tulus tertuju hanya padaku. Matanya seperti tersirat harapan agar aku menyetujui pernyataannya.
"Aku… aku masih mau mikir sekolah Kak, maaf.."
Akhirnya kata-kata itu yang keluar dari mulutku. Aku benar-benar tak bermaksud menyakiti siapapun, tapi faktanya aku bisa melihat dengan jelas wajah penuh kekecewaan dari kak Dimas dan juga Tante Ayu.
"Maafin aku Tan…" kataku seraya mendekati Tante Ayu.
Tapi Tante Ayu hanya diam saja dan menepuk bahuku sebentar kemudian membantu kak Dimas berdiri. Aku seperti diasingkan oleh mereka secara tiba-tiba.
"Nita .."
Aku segera menoleh dan kudapati Kay yang melihatku penuh tanda tanya. Mungkin dia baru datang sehingga tak tahu apa yang sudah terjadi barusan.
"Kamu kenapa??"
"Nggak apa-apa kok. Bisa anterin aku ke belakang nggak?" pintaku.
"Bentar, aku kasih kadonya dulu.." kata Kay sembari mendekat ke kak Dimas untuk memberikan dua bungkus kado, satu dariku dan satunya lagi dari dia sendiri.
Kak Dimas sempat menanyakan perihal dua bungkusan itu dan kemudian mengangguk tanda mengerti setelah Kay menjelaskannya. Entah apa yang sebenarnya Kay bisikkan ke kak Dimas, tapi yang jelas setelah itu pandangannya terhadapku berbeda.