"Kamu ngapain disini?" tanya bang Riko.
"Kamu nggak liat aku pake atribut kayak gini ngapain?"
"Kalau tau nggak bakal nanya dong.." sahut bang Riko.
"Hah? Ya jelas mengatur lalu lintas lah!! Biar pada aman nyebrang dari ujung sono ke sini!! Kayak gini aja nggak tahu!!" jawab kak Leon ketus karena bang Riko mengganggu konsentrasinya.
"Kok selama ini nggak pernah liat kamu di depan gini?" tanya bang Riko lagi.
Aku memutar bola mata malas. Gimana mau liat, kalau bang Riko rajin antar jemput aku baru belakangan ini saja. Lebih tepatnya sejak Tante Lia datang ke rumah mengabarkan berita yang sampai saat ini belum resmi diberitahukan padaku.
"Ini orang reporter apa gimana sih nanya mulu dari tadi!! Udah sana pulang!!" Kak Leon mengusir Abang dan kembali fokus ke jalanan.
"Sombong banget sih jadi orang," kata bang Riko sambil menepikan motornya.
Aku segera turun dari motor dan berlalu begitu saja. Aku sudah masuk pintu gerbang ketika ada tangan yang menghentikan langkahku.
"Mau sampai kapan sih kayak gitu?" tanya bang Riko.
"Bang.. ini sekolah. Please deh, jangan bikin keributan disini.." pintaku.
"Siapa yang bikin keributan sih? Aku kan cuma nanya.."
"Udah sana pulang! Kamu kan bukan murid sini, nggak boleh masuk!!" kata kak Leon yang tau-tau sudah ada diantara kami.
"Heiii… kamu bukannya lagi ngatur jalan ya tadi? Ngapain sih tau-tau muncul disini?" protes bang Riko.
"Dibilang pulang kok ngeyel sih?? Sana balik!!" Kak Leon menyeret bang Riko keluar gerbang sehingga aku bisa bebas.
"Nita!!! Akhirnya datang juga," kata Kay girang melihatku masuk kelas.
"Ngapain sih??" tanyaku.
"Besok malem gimana?"
"Haaahhhh… aku nggak tau Kay bisa pergi atau enggak. Bang Riko kayak benci banget sama kak Dimas. Dan sepertinya aku nggak bakal diizinin pergi," sesalku.
"Kok gitu sih Nit…"
"Tunggu dulu deh. Kalau dipikir-pikir kenapa kamu yang semangat banget sih ke acara ulang tahun kak Dimas? Kamu nggak naksir dia kan?" tanyaku curiga.
"Astaga Nita!! Kamu kok curiga gitu sih sama aku?? Ya kalau dibilang naksir, aku emang naksir sama kak Dimas. Secara dia itu udah ganteng, ramah, kapten basket, tajir lagi… paket komplit tau nggak sih?? Tapi ya masih sebatas ngefans doang kok nggak lebih…" ujar Kay.
"Yang bener??"
"Tunggu.. tunggu!! Kok aku merasa kayak sedang dicemburui ya?"
"Mana ada?? Aku kan cuma nanya.." jawabku cepat.
"Kamu masih belum mau ngaku juga kalau suka sama kak Dimas?"
"Aku tuh beneran nggak cemburu Kay… please deh nggak usah ngaco gitu.."
"Terserah deh… yang penting kamu harus cari cara biar bisa dateng ke ulang tahun kak Dimas besok, titik!!" Kay menekankan kata-katanya sebelum pergi meninggalkanku.
"Dikira gampang apa dapat izin dari si Abang?" batinku dalam hati.
Aku tak mau terlalu ambil pusing masalah besok, yang harus kupikirkan sekarang dalang ulangan matematika hari ini. Aku bahkan belum sempat belajar dengan baik kemarin. Bisa gawat kalau aku sampai mendapatkan nilai jelek.
***
Ku pandangi kertas ulangan matematika yang ada di tanganku saat ini. Bukan nilai sempurna seperti biasanya yang ku dapatkan. Meskipun aku masih menjadi yang tertinggi di kelas, tapi itu adalah nilai terendah ku selama ini. Apalagi bukan cuma aku yang mendapat nilai 85 di kelas.
Aku berjalan tanpa melihat jalan dan untungnya ada seseorang menahan kepalaku. Kalau tidak, aku pasti menabrak pohon.
"Kamu lihatin apa sih Nita?" tanya kak Dimas sambil tersenyum manis.
"Eehhh… kok ada kamu sih kak?"
"Bisa-bisanya nggak sadar kalau dari tadi aku di belakang kamu? Liatin apaan sih serius banget?"
Aku segera menutupi kertas ulanganku dan mengalihkan pembicaraan.
"Bukan apa-apa kok Kak. By the way makasih ya udah nolongin aku tadi."
"Iya, sama-sama. Oh iya Nit, dapat salam dari mama aku tadi… katanya suruh jangan sampai lupa datang besok.."
"Aku nggak janji ya Kak. Tapi pasti aku usahakan.."
"Kok kayak nggak semangat gitu sih?" tanya kak Dimas menatapku intens.
"Nggak apa-apa kok. Aku cuma bingung aja gimana minta izin ke Abang besok. Kayaknya dia tu benci banget sama kamu. Sebenarnya kalian itu saling kenal nggak sih?" tanyaku penasaran.
"Oh… kalau soal itu… aduh aku lupa. Aku ada janji sama mama buat ngurusin kekurangan acara besok. Aku duluan ya Nit…" kata kak Dimas seraya pergi melambaikan tangannya.
Aku malah semakin bingung dibuatnya. Kenapa kak Dimas seperti sedang menutupi sesuatu dariku? Apa lebih baik aku tanyakan langsung sama bang Riko? Selama ini bang Riko juga nggak pernah menjelaskan apapun. Dia cuma bilang kalau kak Dimas itu orang yang nggak baik tanpa kasih alasan.
Aku harus cari tau sendiri sepertinya. Ditambah kak Leon juga pernah mengatakan hal serupa. Tapi lebih nggak mungkin lagi aku mencari informasi dari kak Leon.
"Lama banget sih baru keluar?" tanya bang Riko yang sudah siap sedia di atas motornya.
Tanpa berniat menjawab aku memilih segera membonceng dan memeluk bang Riko dari belakang. Entah kenapa aku ingin sekali bermanja padanya saat ini. Bang Riko tampak sedikit canggung ketika aku memeluknya. Karena tak biasanya aku memeluknya seperti itu.
"Kenapa?? Aku nggak boleh peluk Abang?" tanyaku karena Abang malah diam mematung dan melihat tanganku yang melingkar di pinggangnya.
"Enggak… cuma heran aja. Biasanya kamu pegang pundak aku, kalau enggak ya cukup pegang dari samping. Ini kok tumben?"
"Aku lagi capek banget Bang. Butuh sandaran.. boleh kan?" pintaku memelas.
"Bolehlah!! Ya udah kita jalan sekarang," jawab bang Riko.
Aku tersenyum ketika bang Riko mengizinkan tanganku tetap memeluknya. Aku menyandarkan kepalaku di punggungnya mencari kenyamanan. Dan ternyata rasanya memang sangatlah nyaman. Aku menyesal baru sekarang menyadarinya.
"Udah sampai Nita.." ucap bang Riko membuyarkan lamunanku.
"Oh…" hanya itu yang ku ucap dan segera turun dari motor.
Aku segera masuk rumah tanpa memperdulikan pandangan bang Riko. Mungkin Abang shock dengan sikapku yang tadi begitu manja sekarang cuek luar biasa. Tapi biarlah, sekali-kali ngerjain Abang.
"Bibi!!!"
Aku memanggil bi Asih karena tak menjumpainya di dapur. Biasanya jam segitu bi Asih pasti sedang memasak makanan buatku dan Abang.
"Bi Asih nggak kesini hari ini. Lagi ada acara di rumahnya," kata bang Riko.
"Aku laper…" kataku kemudian.
"Ya makan sana…"
"Nggak ada makanan suruh makan apa?" tanyaku kesal karena tak ada makanan di meja makan.
"Ya udah sana mandi sama ganti baju dulu. Abis itu baru makan.."
"Ya udah…" jawabku. Aku berpikir bahwa bang Riko pasti akan memesan makanan secara online.
Aku pun segera naik ke lantai atas menuju kamarku dan mandi. Perutku yang sudah sangatlah lapar ini menuntutku untuk segera diisi. Alhasil aku bergegas turun ke dapur untuk melihat makanan apa yang sudah dipesan oleh Abang.
Tapi begitu terkejutnya aku ketika aku malah mendapati sosok laki-laki asing sedang berada di balik pintu kulkas. Sontak saja aku mencari benda apapun yang terdekat untuk memukulnya.