"Ohh.. jadi ternyata kayak gini kelakuan kamu di luar? Nginep dimana semalem?" Tanya Vania yang tadinya ada di belakang dan kini sudah berada di samping kami.
Sejujurnya aku merasa risih dengan pertanyaannya, tapi aku lebih memilih diam. Aku masih waras sehingga menghindari membuat keributan di jalan raya. Apalagi aku juga melihat kak Leon seperti masa bodoh dengan penuturan Varisa.
"Ciihh… nggak cewek nggak cowok semuanya pada nggak beres! Kalian emang serasi!!" Lanjut Varisa karena tak mendapatkan respon.
Kak Leon tampak biasa saja dan segera menancap gas begitu lampu berubah hijau. Aku bisa melihat Varisa berusaha mengejar kami. Tapi karena jalanan cukup ramai, Varisa tidak bisa menyaingi keahlian kak Leon menyalip motor-motor yang lain.
Tibalah kami di depan sebuah rumah dua lantai dengan gerbang yang menjulang tinggi. Rasanya aku cukup familiar dengan rumah itu, tapi aku lupa lebih jelasnya. Begitu memarkirkan motor, kak Leon pun bergegas masuk rumah sebelum memintaku untuk menunggu di depan.
"Kamu duduk aja dulu di sini, aku nggak lama kok," ujar kak Leon sembari menunjukkan kursi di teras rumah.
Dan benar saja, hanya butuh waktu kurang dari sepuluh menit, kak Leon sudah siap dengan seragamnya. Tanpa basa basi kami pun langsung menuju ke sekolah agar tidak terlambat.
Suasana parkiran cukup ramai saat kami tiba. Aku mencoba mengalihkan pandangan mataku dari tatapan murid-murid lainnya. Sampai aku tak sadar jika ada yang menghampiriku.
"Nita!! Kok kamu bisa barengan dia sih berangkatnya?" Tanya Kayla yang tiba lebih dulu di parkiran.
"Oh...itu.. tadi… itu … aku… ahh…" saking terkejutnya aku sampai tidak bisa menjawab dengan benar.
"Kamu ngomong apaan sih Nit? Kenapa jadi grogi gitu sih?" Tanya Kay lagi.
"Ya… ya… siapa yang grogi sih?? Aku tuh cuma kaget tau-tau kamu muncul di depanku!!"
"Tapi kan nggak harus sampai segitunya juga kan kagetnya," protes Kay.
"Aku duluan ya, nanti aku chat."
Kak Leon menepuk bahuku dan berlalu meninggalkan kami. Dan yang ku dapat selanjutnya adalah rentetan pertanyaan sepanjang perjalanan kami menuju kelas.
"Nita!! Kamu belum jawab pertanyaan aku!! Kenapa bisa barengan dia tadi? Sejak kapan kalian jadi sedekat itu? Bahkan dia sampai tahu nomor kamu. Dan sikapnya itu loh… beda banget sama yang lain!! Dia kelihatan lebih manis kalau sama kamu. Atau jangan-jangan dia naksir sama kamu Nit?"
Aku hanya diam saat dia menanyakan banyak pertanyaan itu. Namun ketika dia mengatakan pertanyaan yang terakhir, aku langsung menyentil bibir Kay.
"Awwww … sakit Nita!!" Rintih Kay sambil mengelus-elus bibirnya.
"Habisnya tuh mulut nggak bisa ngerem dikit aja apa? Udah kayak kereta api!!" Sungutku kesal.
"Siapa suruh kamu nggak jawab pertanyaan aku tadi…"
"Gimana aku mau jawab kalau kamu sendiri bertanya tanpa jeda Kayla Mahveen…"
"Hihihi… abisnya aku nggak nyangka aja setelah kemarin dia secara sukarela mengantar kamu, eh… hari ini pun juga gitu. Jadi karena apa! Jawab dong…" rengek Kayla tak henti-hentinya.
Aku menarik nafas panjang dan membuangnya pelan sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Kayla.
"Jadi… kak Leon itu ternyata temen Abang dari dulu. Trus semalam juga dia yang nemenin aku buat jagain Abang. Kalau masalah berangkat bareng, ya otomatis kamu udah bisa menebak lah dari cerita aku tadi."
"Owh… terus masalah nomor?"
"Siapa lagi kalau bukan Abang yang kasih," terangku.
"Terus status kalian ini jadi apa sekarang?"
Aku melirik Kay kesal. Kenapa pertanyaannya tidak ada yang bener sama sekali.
"Bercanda doang yaelah Nit…" kata Kay sambil membentuk huruf v dengan jarinya.
"Terus gimana dengan acara ulang tahun kak Dimas besok minggu?" Tanya Kay lagi yang sukses membuatku terkejut, karena sejujurnya aku lupa akan hal itu.
"Aku bahkan belum memikirkan akan kasih kado apa buat dia," jawabku.
"Gimana kalau nanti pulang sekolah kita cari kadonya?" Usul Kayla.
"Tapi kan pulang nanti aku harus ke rumah sa-"
"Justru itu!!"
Sesaat kami saling menatap dan karena kami sudah berteman sejak lama, kami bisa satu pemikiran. Senyum kami mengembang sempurna dan diakhiri tos.
"Oke… tapi nanti kamu harus anterin aku ke rumah sakit setelah itu."
"Beres deh pokoknya."
***
Bel istirahat telah berbunyi dan aku segera menuju ke lapangan basket sesuai janjiku dengan kak Dimas. Wajahnya terlihat serius ketika berada di tengah lapangan. Apalagi ketika mengarahkan kepada timnya untuk bekerja sama. Wajar kalau dia dipilih menjadi kapten basket. Saat dia menoleh ke arahku, kak Dimas memberikan kode untuk menunggu sebentar. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum dan memilih duduk di bangku penonton sambil menyaksikan latihan mereka.
"Maaf ya lama.." kata kak Dimas sembari mengelap keringatnya yang bercucuran.
"Nggak apa-apa kok! Nih minum.." kataku seraya menyodorkan sebotol minuman untuknya.
"Makasih!!"
Aku memberikan waktu untuknya istirahat dan minum. Sampai kurasa sudah cukup, barulah aku bertanya perihal kemarin.
"Jadi kenapa kamu minta ketemu aku Kak?"
"Ohh… aku cuma mau nanya apa di hari ulang tahunku besok kamu bisa dampingi aku?"
"Hah?? Maksudnya? Aku nggak ngerti.."
"Ya..maksud aku, kamu yang nemenin aku selama acara, jadi pasangan aku.."
"Aku.. duh gimana ya.. kalau untuk sepanjang acara kayaknya aku nggak bisa janji deh Kak. Soalnya tau sendiri gimana Abang aku kan…" jawabku tak enak hati. Lagipula aku merasa tidak pantas karena aku bukan siapa-siapa.
"Gitu ya.. ya udah kalau gitu."
Aku bisa melihat kekecewaan di raut wajah kak Dimas. Tapi aku sendiri tak berani menjanjikan apapun untuknya.
"Ngomong-ngomong, kemarin kamu kenapa bisa sama Leon?"
"Itu… aku ke rumah sakit jenguk Abang. Dan kebetulan kak Leon menawarkan untuk mengantar kesana," jawabku jujur.
"Sejak kapan kalian saling kenal?"
"Baru beberapa hari terakhir ini sih Kak. Itu juga nggak sengaja karena kak Leon nggak sengaja nabrak aku terus aku jatuh dan… ya gitulah."
"Lutut kamu itu?" Tanya kak Dimas melihat ke lututku yang masih terlihat jelas ada bekas luka karena sudah tidak ku perban.
"Iya.. tapi udah nggak apa-apa kok sekarang."
"Dimas!!"
Pandangan kami beralih ke sumber suara yang sudah tidak asing lagi. Aku bisa melihat dengan jelas wajah tak suka dari kak Dimas melihat kedatangan Varisa.
"Dimas… nanti pulang sekolah kita jadi pergi kan?" Tanya Varisa sambil melirikku..
"Bukannya aku udah bilang kalau aku nggak bisa?"
"Tapi kamu sendiri kan udah janji buat pergi sama aku sebagai ganti yang kemarin nggak jadi??" Rengek Varisa yang membuatku geli.
"Hari ini aku sibuk Va…"
"Ohhh… jangan-jangan kamu udah terpengaruh sama cewek yang nggak bener ini ya?? Asal kamu tau ya Dim. Tadi pagi aku lihat dia sama Leon berboncengan."
Kak Dimas tampak melihatku sekilas sebelum menjawab perkataan Varisa.
"Terus masalahnya apa?"
"Ya kan… aneh aja gitu mereka tiba-tiba bisa barengan gitu. Secara kita juga tau gimana si Leon. Dia nggak pernah sekalipun terlibat hubungan dengan cewek sejak SMP."
"Kamu ngapain sih ngomongin orang kayak gitu?" Tanyaku kesal.
"Tuh kan!! Dia sedang berusaha menutupi aibnya sendiri. Ngaku aja deh kalau kalian ada hubungan spesial!!" Tuduh Varisa.
"Kalaupun ada, masalahnya apa sih buat kamu?" Tanyaku lagi.
"Jadi bener kamu ada hubungan sama Leon?"
Pertanyaan kak Dimas sontak saja membuatku tak percaya dengan apa yang ku dengar. Aku seperti seorang pacar yang ketahuan selingkuh di belakang.