Chereads / Abangku Seorang Bad Boy / Chapter 16 - 16 Restu

Chapter 16 - 16 Restu

Wajar bila Kay terkejut karena aku memang belum sempat menceritakan perihal permintaan kak Dimas. Aku hanya bisa tersenyum salah tingkah tanpa bisa menjawab apapun.

"Saya nggak bisa janji Tante. Soalnya duh… gimana ya… ya pokoknya saya harap sih kak Dimas bisa cari teman yang lain. Saya nggak bisa menjanjikan hal itu nanti, nggak ada yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya," jawabku berputar-putar.

"Pantes aja Dimas seneng banget ngomongin kamu, ternyata kamu memang istimewa.."

Aku makin tak bisa berkata-kata karena jawaban yang ku buat seabstrak mungkin malah makin menyudutkanku. Kayla mencoba meminta penjelasan padaku dengan menyikut tanganku. Tapi tak ku pedulikan karena aku benar-benar seperti orang bodoh.

"Tante… ini bagus nggak?"

Mataku membelalak kaget melihat Varisa yang tau-tau sudah ada di depanku dengan membawa sebuah dress selutut berwarna merah menyala. Dan aku juga bisa melihat Varisa merasakan hal yang sama ketika melihatku.

"Kamu disini juga Nit? Oh sama Ka- siapa namanya aku lupa… ohh… Kayla. Kalian janjian ke sini juga sama Dimas?" Tanya Varisa sok akrab.

"Enggak kok. Ini kebetulan ketemu aja. Ya udah kita pergi dulu ya semuanya, mari Tante…" kata Kay menarikku dari situasi menyebalkan.

"Tunggu Nit!! Kenapa buru-buru sih, temenin aku dulu pilih keperluan besok," kata kak Dimas menahan tanganku.

Bu Ayu tampak tersenyum melihat kelakuan anaknya yang justru membuatku serba salah. Ditambah tatapan sinis Varisa yang seolah mengulitiku habis.

"Udah turutin aja kemauan anak manja ini ya Nita. Tolong kamu temenin dia, jarang-jarang dia itu menunjukkan sifat aslinya pada orang lain. Biasanya cuma dirumah aja dia bersikap manja. Kalau sampai ditunjukkan ke orang lain itu berarti tuh orang spe-" ucapan Tante Ayu terhenti karena kak Dimas segera menyelanya.

"Mama apaan sih!! Nggak usah bongkar aib deh," kak Dimas sedikit merajuk layaknya anak kecil.

Kayla tampak menahan tawa melihat kelakuan Kak Dimas. Berbeda dengan Varisa yang sepertinya hampir meledak emosi.

"Aku cariin daritadi," kata seorang lelaki yang melepaskan pegangan tangan kak Dimas dariku. Siapa lagi kalau bukan kak Leon yang selalu saja muncul secara tiba-tiba.

"Oh .. udah selesai cari barangnya??" tanyaku sedikit lega melihatnya. Karena itu artinya aku bisa lepas dari situasi sekarang.

"Udah nih. Kamu udah belum?? Ngapain malah disini? Oh… ada Tante Ayu.. hallo Tan apa kabar?" Tanya kak Leon tanpa merasa canggung sedikitpun.

"Ada kamu juga Leon. Kalian barengan kesini ternyata?" Tanya Bu Ayu ramah.

"Iya Tante. Kebetulan ada perlu yang sama jadi sekalian aja barengan dari sekolah," jawab kak Leon.

"Dim.. kita ke bagian sana yuk.." ajak Varisa yang sedari tadi hanya memperhatikan.

Kak Dimas tampak lesu sambil mengikuti kemana Varisa akan membawanya. Apa aku terlalu jahat? Tanyaku dalam hati.

"Ya udah Tante mau nyusul mereka dulu ya. Kalian lanjut aja," kata Tante Ayu sambil tersenyum.

"Kamu kenapa Kay? Pusing?" Tanyaku ketika ku lihat Kay memijat keningnya.

"Aku cuma bingung lihat drama cinta segiempat diantara kalian," bisik Kay agar tak terdengar kak Leon.

"Sakit Nita!!" Pekik Kay ketika ku cubit pinggangnya dengan kencang.

"Kamu mau cari apa sih sebenarnya kesini?" Tanya kak Leon ketika menyadari kami hanya berputar-putar sedari tadi.

"Kado buat hmmmmpppp!!!"

Aku langsung membekap mulut Kay yang tak terkontrol.

"Ohh… dia udah punya banyak baju bermerk. Kasih dia yang menyangkut basket aja, aku yakin dia pasti senang," kata kak Leon seperti sudah tau maksud Kay tadi.

"Berarti apa kita beli bola basket aja kak?" Tanya Kay to the poin.

Sementara di pikiranku langsung muncul ide untuk membelikan 'Wirst band dan arm sleeve'.

"Ya itu terserah kalian, aku sudah memberikan ide," kata kak Leon masa bodoh dengan apapun pilihan kami nanti.

"Tapi kok kakak bisa tau gitu?" Tanya Kay tanpa merasa bersalah telah menanyakan pertanyaan yang sensitif.

"Sssttt Kay!! Ya jelas tau lah, secara kak Dimas kan kapten tim basket. Pake nanya segala lagi!! Kita aja yang malah nggak kepikiran pe situ," kataku.

"Iya sih ya… kita kok bisa-bisanya nggak kepikiran itu ya?? Hahaha…"

Setelah membeli barang yang kami cari, akhirnya tiba waktunya aku harus kembali berboncengan dengan kak Leon karena Kay mengingkari janjinya. Tiba-tiba saja orang tuanya menelpon untuk segera pulang.

"Kak… soal hari ini.."

"Aku nggak janji!!" Kak Leon langsung saja memotong omonganku tanpa menunggu apa yang akan ku katakan.

"Emangnya kakak tau aku mau ngomong apaan??" Tanyaku kesal.

"Kamu mau bilang jangan ceritain ke Riko kan?" tebak kak Leon tepat sasaran.

"Ehh...siapa bilang!! Aku cuma mau bilang makasih doang kok.." ucapku berbohong.

"Kamu sendiri yang bilang ya.. jadi jangan salahin aku kalau nanti Riko tau semuanya," ancam kak Leon.

"Kok gitu sih??"

"Gitu apanya?? Bukannya kamu sendiri yang bilang cuma mau ucapin makasih tadi??"

"Ya .. tapi kan… maksud aku.."

"Nggak ada yang gratis di dunia ini."

Itu adalah kata-kata terakhir yang diucapkan kak Leon sebelum kami saling diam dalam perjalanan menuju rumah sakit.

***

"Bang Riko udah mendingan?"

Ku lihat bang Riko sudah tidak memakai infus dan tengah berdiri di tepi balkon rumah sakit. Rambutnya yang sedikit panjang terbawa angin hingga memperlihatkan perban di pelipis kirinya.

"Kenapa lama sekali baru datang sih??" Bukannya menjawab, bang Riko malah mengajukan protes.

"Tadi kami mampir dulu ke mall sebentar," jawab kak Leon sambil memberikan barang yang dibelinya tadi.

"Ohhh… jadi sekarang kamu udah mulai berani ngajakin adik aku keluar bareng??"

"Perhitungan banget sih kamu ini Rik!! Itung-itung sekalian bareng kesini juga, dia lebih aman sama aku daripada harus sama yang lainnya…"

Mataku langsung menatap tajam ke arah kak Leon yang malah bersikap santai. Sepertinya dia sengaja membuatku kesal.

"Maksud kamu apa??" tanya bang Riko penuh selidik.

"Ya gitu… tadi nggak sengaja aku denger ada yang ngajakin keluar bareng gitu.."

"Siapa maksud kamu?? Nggak usah bertele-tele!!"

"Ya.. pokoknya gitu lah. Ada yang berenca-"

"Kayla yang tadi ngajakin keluar Bang.." aku segera menyela omongan kak Leon demi menjaga diriku sendiri. Meskipun aku sendiri bingung apa yang sebenarnya mau dikatakan kak Leon.

"Aku nggak nanya kamu Nita!!" kata bang Riko ketus.

"Iya memang Kay temennya itu yang ngajakin kok. Akhirnya aku juga ikutan demi keamanan mereka cewek-cewek," ujar kak Leon.

"Sejak kapan kamu jadi peduli sama cewek?"

"Harusnya kamu itu berterima kasih sama aku Rik. Bukannya protes kayak gitu. Untung tadi ada aku, coba kalau enggak!! Pasti udah dipepet tuh.." kata kak Leon sengaja menggantung ucapannya sehingga membuatku mendelik.

"Sebenarnya kalian tuh punya rahasia apa sih? Ada yang kalian tutupi dari aku?" Bang Riko tampak mulai emosi.

"Tanya aja tuh sama adik kamu," kata kak Leon ambigu.

Bang Riko menatapku secara intens menunggu jawaban. Tentu saja hal itu membuatku gugup dan takut salah bicara.

"Nita??"

"Iya… tadi aku ketemu sama temen aku Bang…"

"Dimas??" Bang Riko selalu mempunyai feeling tepat yang menghancurkan semangatku.