Chereads / Sehelai Mahkota Untuk Ratu / Chapter 1 - Bab 1

Sehelai Mahkota Untuk Ratu

🇮🇩Aya_Mufti
  • 317
    Completed
  • --
    NOT RATINGS
  • 35.6k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Bab 1

Cccccciiitttttt!!!...

Ratu mengaduh saat mobil yang tengah ditumpanginya mengerem dadakan hingga membuatnya membentur dashboard. Frans, pria berusia hampir lima puluhan itu menoleh ke arah Ratu dengan panik.

"Kamu nggak apa-apa sayang?"

Ratu menggeleng sambil mengusap keningnya. Ya, Frans mengerem mobilnya dadakan karena ada mobil yang menyalip dan berhenti tepat di depan mobilnya.

"Kurangajar! mau mencari mati rupanya pengemudi itu! aku akan membuat perhitungan!" murka Frans.

Namun kemurkaan Frans seketika berubah menjadi pucat pasi saat seorang wanita yang sebaya dengannya turun dari mobil dan menghampiri dengan raut penuh amarah.

"Keluar! keluar kau! dasar kucing garong! kau juga jalang kecil! keluaaaarrrrr!!!"

Bugh bugh bugh!

Kaca jendela di sebelah kiri Ratu di pukul-pukul oleh wanita paruh baya itu dengan keras.

"Om? gimana ini?" tanya Ratu panik.

Ratu tahu, wanita itu adalah istri Frans. Wanita itu yang seringkali wara-wiri di majalah profile pengusaha sukses mendampingi Frans. Frans pun tak kalah panik, menatap ke arah Wina, sang istri, di luar mobil bergantian dengan gadis muda di sebelahnya itu.

"Aduh, celaka! kenapa Wina bisa sampai tahu sih?" gerutu Frans.

Bugh bugh bugh!!!

"Keluaaarrrrr!!!" Sekali lagi Wina memukul kaca jendela mobil sambil menatap marah ke arah Ratu dan Frans.

"Om, gimana nih?" tanya Ratu kalut.

"Aduuhhh, Om juga bingung. Kalau sampai Wina nekat dan mengambil alih perusahaan, Om juga bakal hancur!"

Melihat tak ada tanda-tanda Frans ataupun Ratu membuka pintu mobil, Wina pun berjalan ke arah mobilnya dan mengambil sebuah kunci Inggris dari bagasi.

"Keluar atau kuhancurkan mobil ini?" teriak Wina.

Frans dan Ratu saling berpandangan dengan wajah memucat.

"Sudah sudah! kita keluar saja. Mainkan sandiwara apa saja asal jangan sampai Wina tahu yang sebenarnya!" Frans akhirnya memberi keputusan.

"Om duluanlah!" cicit Ratu sambil meremas-remas tangannya gelisah.

Dengan terpaksa, Frans pun keluar dari dalam mobil.

"Ma? apa-apaan sih? malu Ma, malu. Lihat banyak orang menjadikan kita tontonan! mau di taruh dimana muka papa?"

Beberapa orang yang kebetulan lewat nampak menghentikan langkahnya dan melihat ke arah mereka sambil berbisik-bisik. Ditambah mereka berhenti tak jauh dari sebuah warung nasi goreng yang sedang cukup ramai pengunjung. Para pengunjung yang sedang antri itu melongokkan kepala dengan raut wajah penasaran. Membuat Frans semakin gusar. Dan beberapa orang pun nampak mengeluarkan gawai untuk merekam kejadian ini.

"Apa kalian lihat-lihat? bubar sana!" bentak Frans yang hanya dijawab cibiran oleh warga yang menonton.

Wina berkacak pinggang dan menghampiri Frans.

"Apa?! kamu masih tahu malu? tua bangka sepertimu malu sekarang? kemana rasa malumu kemarin-kemarin bermesraan dengan gadis ingusan ini, ha?"

"Ma, ini nggak seperti yang kami pikirkan, aku cum-."

Wina mengibaskan tangannya menolak penjelasan Frans.

"Diam dan jangan ikut campur. Biar ku beri pelajaran pada gadis jalang seperti dia!"

Wina melangkah cepat ke arah pintu dimana Ratu duduk. Sementara Frans masih berusaha membujuk istrinya untuk menghentikan tindakannya.

"Hajarrrrr Bu! pelakor memang harus dikasih pelajaran!"

"Biar kapok!"

"Dasar pelakor!"

Teriakan-teriakan orang yang menyaksikan seakan menambah semangat Wina untuk memberi pelajaran gadis dengan rambut sebahu yang di cat pirang itu.

"Keluar!" bentak Wina menatap Ratu tajam dari balik kaca jendela mobil.

Walau dengan tampang ogah-ogahan dan juga berat, mau tak mau, Ratu membuka pintu mobil. Ada rasa gentar juga di hatinya melihat istri dari Frans mengamuk itu. Namun baru satu kakinya menjejak keluar, dengan gesit Wina menarik tangannya dan menyentakkannya hingga membuat Ratu tersungkur di jalan.

"Aaauuhhh!!!"

Ratu mengaduh. Bagian siku kiri dan lututnya terasa perih lagi panas. Benar saja, darah sudah menghias bagian tubuhnya itu.

"Heh, jangan kasar dong!" protes Ratu.

Bukannya menanggapi, Wina kembali mendekat dan menarik rambut gadis itu.

"Kamu! Kamu anak Aksara Adiputra, kan? Apa kamu sebegitu tidak laku sampai menggoda suamiku, ha? Kamu kekurangan stok pria single? iya!? atau bagian bawahmu itu sudah kegatelan? Ha? "

Ratu meringis merasakan nyeri di kulit kepala yang dijambak oleh Wina.

"Bukannya perusahaan papamu baru saja menawarkan kerjasama? Apa dia menjadikanmu sebagai alat memuluskan kerjasama itu? Iya? menjijikkan sekali cara yang kalian tempuh! cuih!" Wina meludah dan tepat mengenai wajah Ratu.

Tak terima, Ratu mencengkeram erat tangan Wina dan menginjak keras kaki Wina menggunakan ujung hak sepatunya.

"Aauuuwww!" Kali ini giliran Wina yang menjerit kesakitan. Cengkeramannya di rambut Ratu pun lepas. Matanya yang berair karena sakit bercampur amarah itu menatap sengit ke arah Ratu.

"Beraninya kamuuuu ...!"

"Apa? tentu aku berani! kamu pikir aku pengecut? Kamu!" Telunjuk Ratu mengarah ke Wina yang setengah membungkuk memegang kakinya.

"Kalau tidak mau suamimu direbut, awasi dia baik-baik! Jangan biarkan matanya jelalatan! Kalau suami kamu itu suami yang baik mau digoda artis Hollywood pun nggak bakal mau! Dasarnya suamimu yang buaya! mata keranjang pula!"

Pplllaaakkkk!!!...

Sebuah tamparan dilayangkan Wina ke pipi kiri Ratu dengan keras. Membuat pipi mulus itu berhias bekas telapak tangan berwarna kemerahan.

"Kamu ya, sudah salah, masih membela diri! dasarnya murahan, melakor pun bangga dan tak merasa bersalah!"

"Huuuuu ... Pelakor nggak tahu diri! hajar saja Bu!"

"Hajar!!!"

Sorakan warga yang menonton semakin nyaring. Frans mengusap kasar wajahnya. Hancur sudah image baik sebagai pengusaha yang peduli keluarga. Entah bagaimana dia menghadapi rekan-rekan perusahaan besok.

"Maa ... sudah! ayo kita pulang saja, maluuu ...! semua bisa dibicarakan baik-baik, Ma. Jangan berbuat onar. Ini tidak seperti yang Mama pikirkan!" bujuk Frans berusaha menarik tangan Wina agar berhenti. Pasalnya, semakin banyak warga yang menonton keributan itu.

"Malu-malu! semua juga gara-gara kamu, Pa! sudah tua bukannya banyak ibadah malah nyari dosa. Mikir! anak kamu seumuran gadis murahan ini, bagaimana perasaannya sekarang? Kalau tidak ingat anak sudah ku tendang kamu dari rumah kemarin-kemarin!"

"A-apa maksud kamu, Ma?" Wajah Frans pias mendengar perkataan dari Wina, wanita yang sudah dua puluh enam tahun dinikahinya dan menghasilkan dua anak itu.

"Otak kamu dipakai mikir. Jangan cuma mikirin burung doang! memang kamu selama ini punya apa? Perusahaan juga warisan orangtuaku! rumah milikku! kamu nikah cuma modal dengkul sama burung aja banyak polah! Sudah! mulai detik ini, kamu bukan lagi direktur, aku yang akan memimpin langsung perusahaan!"

"A-apa? ta-tapi M-ma?" Frans gelagapan. Habis riwayatnya jika istrinya benar-benar mengambil alih kuasa.

Wina mengalihkan tatapannya ke arah Ratu yang sibuk membersihkan kotoran yang menempel di tangannya sambil sesekali umeringis akibat luka di sikunya.

"Dan kamu! bilang sama papamu itu! nggak akan ada kerjasama! perusahaan saya tidak butuh rekanan yang minus adab dan tak punya harga diri!"

"Bodo amat! nggak kerjasama juga gue nggak miskin!" cetus Ratu kesal.

Jawaban Ratu membuat Wina mendelikkan matanya. Gadis muda yang sebaya dengan anak sulungnya itu benar-benar membuatnya naik pitam.

"Kalau masih ingin tinggal di rumah, pulang sekarang dan tinggalkan gadis ini!" bentak Wina pada Frans.

"Ta-tapi Ma?" Frans menatap iba ke arah Ratu yang meniup-niup luka di sikunya.

"Mau jadi gelandangan? mana kunci mobil?"

"I-iyaa Ma. Papa pulang," gagap Frans dan langsung gegas masuk mobil.

"Lho, Om! bantuin Ratu dong! jangan pergi gitu aja. Kok takut sih sama nenek lampir?" rengek Ratu. Dengan terpincang, Ratu menghampiri pintu mobil. Namun Wina lebih sigap, diraihnya lengan Ratu dan ditariknya mundur. Lalu sekuat tenaga, Wina mendorong tubuh Ratu hingga terjerembab. Ratu kembali mengaduh kesakitan.

"Siapa yang bolehin kamu naik mobil saya?"

"Itu mobil Om Frans!"

"Frans cuma punya lidah yang pandai bersilat sama pusakanya yang seuprit! makan tuh gombalannya!"

Setelah mengatakan itu, Wina berjalan ke arah mobilnya, namun lebih dulu mengancam Frans untuk tidak membukakan pintu pada Ratu. Penuh tatapan penyesalan, Frans melajukan mobilnya mengikuti istrinya yang lebih dulu jalan. Meninggalkan Ratu yang masih terduduk di jalanan, dan sorakan penuh ejekan terhadap Ratu.

"Om? tas Ratu Oomm! Oooommm!!!" teriak Ratu keras. Tapi percuma saja, karena Frans melajukan mobilnya tanpa mau repot-repot melihat ke belakang lagi. Bagi Frans, ancaman Wina lebih menakutkan.

"Cantik-cantik pelakor!"

"Harusnya hajar saja sampai babak belur!"

"Anak jaman sekarang, harga dirinya pada digadaikan!"

"Katanya anak orang kaya, ternyata anaknya jadi umpan pancing!"

"Percuma cantik nggak ada akhlak!"

Dan masih banyak lagi cercaan yang orang-orang celetukkan. Membuat telinga Ratu panas. Tapi dia sendiri bingung, apa yang harus dilakukan. Tasnya tertinggal di mobil Frans beserta ponselnya. Mana kakinya sakit. Sepertinya terkilir sewaktu terjerembab tadi. Udara dingin pun mulai menusuk tulangnya. Ditambah Ratu yang hanya mengenakan dress di atas lutut tanpa lengan. Membuat angin malam bebas menyentuh tubuhnya.

"Bodoh banget sih gue pakai ninggalin tas di kursi!" rutukknya pelan.

"Sakit neng? makanya jangan ngelakor!" celetuk salah satu warga yang melihat Ratu kesulitan untuk bangun.

"Rasain! Harusnya dicabein aja sekalian! Hahahaha," sambung warga yang lain membuat Ratu pias.

"Sudah sudah! bubar semua! bubar!"

Sebuah suara bariton membubarkan kerumunan orang yang masih asyik mencibir Ratu.