"Ratu!" bentak Nabila.
Ratu menatap ke arah Nabila dengan raut wajah penuh amarah. Mukanya memerah dengan airmata yang mengumpul di pelupuknya.
"Apa Ma? tidak terima dengan apa yang Ratu lakukan?"
"Dan kamu! apa kau begitu kekurangan uang hingga wanita yang umurnya hampir dua kali usiamu seperti mamaku kau embat?" teriak Ratu dengan emosi.
Dion berdiri lalu mengibas sekilas jasnya yang berdebu. Ya, yang didorong oleh Ratu adalah Dion. Laki-laki tampan dengan tinggi hampir 180 cm itu adalah tangan kanan Nabila. Begitu yang terlihat dan dikatakan oleh mamanya. Tapi Ratu tidak percaya begitu saja.
Apa iya seorang tangan kanan sedekat itu dengan atasannya? bahkan seringkali menghabiskan waktu berdua tanpa Ratu dan Aksara tahu kemana mereka pergi. Terkadang, Nabila pergi berhari-hari hanya berdua dengan Dion yang tak segan bersentuhan fisik dengan Nabila. Seringkali Ratu melihat Dion begitu perhatian bahkan merangkul mamanya. Membuat Ratu merasa kesal luar biasa.
Walaupun Ratu pun menggoda rekan kerja Aksara, tapi Ratu hanya sekedar menggoda dan paling jauh adalah jalan berdua. Tak ada sentuhan fisik apapun. Semua Ratu lakukan hanya agar terjadi skandal walaupun sejatinya dia hanya berpura-pura. Tapi yang dilakukan Nabila dan Dion membuat Ratu jijik. Karena secara terang-terangan Nabila tak sungkan untuk berdekatan dengan Dion. Yang usianya tak begitu jauh di atas Ratu.
"Jawab! apa kamu tak laku sampai mau dengan wanita berumur dan bersuami? atau kamu cuma mengincar harta mamaku?" teriak Ratu dengan tangan menuding lurus ke arah Dion.
"Ratu, cukup!" tegas Nabila.
"Yang harusnya berkaca disini adalah kamu! kamu yang menjadi penggoda suami orang dan kamu yang berkali-kali terlibat skandal. Jangan menyalahkan orang lain jika kamu sendiri seperti apa yang kamu tuduhkan. Dion adalah bawahan Mama, dan apapun pekerjaannya, itu bukan urusan kamu!" tukas Nabila menekankan.
"Ayo Dion, kita ke kamar," ajak Nabila yang diangguki laki-laki tampan dan gagah itu.
Dion sempat melirik ke arah Ratu yang menatapnya murka. Bahkan airmata telah mengalir di pipi Ratu.
"Seharusnya dulu Mama menggugurkan aku sewaktu masih ada dalam kandungan. Satu penyesalanku, adalah lahir dari rahim wanita seperti Mama!" cetus Ratu yang membuat langkah Nabila sempat terhenti, sebelum akhirnya mengedikkan bahunya dan meneruskan langkah kaki diikuti oleh Dion.
Ratu hanya bisa memandangi punggung Nabila dan Dion yang memasuki rumah dengan hati yang hancur.
***
"Ini tas kamu." Dion mengulurkan tas Ratu yang terbawa Frans di mobilnya.
Ratu yang tengah duduk di pinggiran kolam melirik tajam ke arah Dion.
"Bagaimana bisa ada padamu?" ketus Ratu.
"Bu Wina menelepon Bu Nabila untuk mengambilnya. Aku tadi tadi yang diminta untuk datang."
Merasa sudah selesai, Dion membalikkan badannya pergi. Namun langkahnya urung saat suara Ratu menyela.
"Berapa yang kamu dapat?"
"Maksudmu?"
Ratu berdiri dan berhadapan dengan dengan Dion.
"Berapa uang yang kamu dapatkan dari Mama untuk melayaninya?"
Dion terlihat menghela nafas sambil menatap Ratu dengan mata elangnya.
"Cukup banyak," jawabnya.
"Bisakah kamu meninggalkan mamaku? jangan lagi bersamanya. Kamu bisa mencari wanita lain yang jauh lebih muda dan menarik. Jangan ganggu mamaku."
"Maaf, itu berat. Aku terikat dengan mamamu."
"Maka putuskan ikatan itu! apa kamu tidak memikirkan ada hati yang tersakiti setiap kali kamu bersama mama? kenapa kau begitu rendah sampai menjual tubuhmu pada wanita yang lebih pantas menjadi ibumu?"
"Kenapa kamu menyalahkanku? yang terlibat skandal perselingkuhan kamu, bukan aku. Seharusnya kamu instrospeksi diri dan bukan melemparkan kesalahan," sahut Dion.
"Apa kamu lahir dari batu? bagaimana perasaanmu sebagai anak jika ibumu berselingkuh? bagaimana perasaanmu jika kedua orangtuamu abai dan keluargamu hancur? tolong tinggalkan Mamaku," pinta Ratu.
"Aku cuma ingin punya keluarga normal. Keluarga seperti di luaran sana. Aku lelah, aku capek hidup dalam keluarga seperti ini," tangis Ratu. Kali ini dia benar-benar merasa tak sanggup lagi bertahan hingga menampakkan tangisnya di depan orang. Orang yang notabenenya adalah salah satu perusak rumah tangga orangtuanya.
Tapi Ratu tak tahu lagi apa yang harus dilakukannya. Hatinya sudah terlalu lelah menanggung kesakitan sendiri.
"Maaf, tapi aku tidak bisa meninggalkan Bu Nabila," kata Dion tegas.
Ratu menatap Dion nyalang. Amarah tiba-tiba menggelegak di dalam hatinya. Dengan beringas di ayunkannya pukulan demi pukulan ke dada Dion.
"Kenapa kamu begitu jahat! kamu menghancurkan keluargaku! apa kamu tidak punya hati?"
Ratu terus mengayunkan kepalan tangannya. Sementara Dion hanya diam menerima pukulan demi pukulan dari Ratu.
"Kamu masih muda! kamu tampan, kamu bisa mendapatkan gadis-gadis di luaran sana. Kenapa harus mamaku?"
"Tapi aku tidak mau dengan gadis-gadis di luar sana!" bentak Dion yang mulai hilang sabar.
Menangkap kedua tangan Ratu dengan kencang. Ratu pun meronta berusaha melepaskan tangannya.
"Lepppaaaaasssss!" jerit Ratu.
"Tidak sebelum kamu tenang!"
"Lepaskan tanganku! Jangan menyentuhku sialan!" maki Ratu.
"Umpatan itu tak sesuai jika keluar dari bibirmu!"
Ratu terus meronta. Cengkeraman Dion di tangannya benar-benar kuat. Sayang, mereka ribut di pinggiran kolam. Hingga tanpa sadar Ratu terpeleset dan tercebur. Membuat Dion pun ikut tertarik dan masuk ke kolam renang.
Bbbyyyuuurrrrrr!
Dua tubuh muda mudi itu masuk ke dalam kolam renang.
"Semua gara-gara kamu!" teriak Ratu.
Sementara Dion berdiri menatap Ratu dengan tatapan tak terbaca. Berdua, mereka basah kuyup. Entah bagaimana, kaki Dion berjalan pelan melawan air mendekat ke arah Ratu.
"Kamu jadi basah," ujar Dion pelan.
"Iya, semua gara-gara kamu!" sungut Ratu.
"Kenapa kamu selalu marah-marah?"
"Siapa yang tidak marah jika punya kehidupan sepertiku, ha? lahir tak diharapkan, besar dalam keluarga yang hancur. Ayah selingkuh, ibu selingkuh. Tumbuh dengan Ayah yang ambisius dan ibu yang abai! Kenapa aku harus lahir dari keluarga ini?"
"Apa kamu selalu memandang dari sudut pandang kamu sendiri? Kenapa tidak berpikir dari sudut pandang lain?"
"Sudut pandang mana lagi? dari kecil hidupku penuh dengan tekanan. Apa masih ada yang kebaikan yang pantas aku banggakan di kehidupan ini? tidak! Kamu tidak akan mengerti rasanya menjadi aku. Makanya kamu enak saja berhubungan dengan mama."
"Katakan, sudut pandang mana yang harus kupakai? sudut pandang ayahku yang selalu berambisi dan hanya peduli pada namanya? atau sudut pandang ibuku yang lebih memilih mencari kepuasan darimu dibanding peduli pada anaknya?"
Cup!
Dion mengecup bibir Ratu yang membuat gadis itu terkesiap.
Plllaaakkk!!!...
Sekuat tenaga Ratu menampar pipi Dion.
"Brengsek! sialan! berani sekali kamu menciumku!!!"
Dion mengusap pipinya yang panas akibat tamparan Ratu.
"Kenapa? bukankah kamu menyuruhku mencari gadis dan meninggalkan mamamu? aku sedang berusaha. Bagaimana, apa kamu mau lebih? omong-omong, bibirmu lumayan manis," ujar Dion dengan seringaian. Lalu dengan luwes, Dion melompat keluar dari kolam meninggalkan Ratu yang terpaku.
"Brengsek kamu Diooonnnn!!!"