Chereads / The Smell of Crime / Chapter 4 - Memecahkan Teka-Teki

Chapter 4 - Memecahkan Teka-Teki

Pada akhirnya Benjamin dan Madeline dapat berbicara dengan para saksi. Namun hingga saat ini mereka masih belum menemukan bukti yang konkrit.

"Kita sudah mengintrogasi para saksi, namun sepertinya mereka tidak tahu-menahu tentang korban sedikitpun," ucap Madeline.

"Tapi bagaimanapun juga kita harus segera menyelesaikan kasus ini, Maddie. Jangan sampai kita angkat tangan begitu saja," ucap Benjamin.

"Kau benar, Ben," ucap Madeline.

"Lebih baik sekarang kita selidiki tempat favorite korban,"

"Tempat favorite korban? Maksudmu bar dekat pelabuhan yang di maksud pastor tadi?" tanya Madeline.

"Tepat sekali, Maddie. Aku yakin kita bisa menemukan sesuatu disana,"

"Sebaiknya kita berangkat sekarang, Ben. Waktu kita tidak banyak,"

Akhirnya mereka segera berangkat menuju tempat favorite korban, yakni bar dekat pelabuhan, mereka segera meninggalkan gedung asrama.

**

Setelah beberapa saat, mereka tiba di pelabuhan.

"Dimana kita bisa menemukan tempat itu?" ucap Benjamin sambil memperhatikan sekitar pelabuhan.

"Kalau tidak salah, hanya ada satu bar yang cukup terkenal di pelabuhan, tempat itu berada di ujung dermaga," ucap Madeline.

"Bukankah tempat itu adalah tempat dimana kita menemukan mayat korban?" tanya Benjamin.

"Hmm ... Jika benar begitu, berarti ke sanalah tujuan kita,"

"Lebih baik kita segera kesana," ucap Benjamin.

**

Beberapa saat kemudian, mereka tiba di ujung dermaga.

"Apa ini tempatnya? Lalu dimana kedai minunam itu?" tanya Benjamin.

"Aku yakin sekali tempatnya berada disini, bagaimana jika kita telusuri disekitar sini,"

Mereka mulai menelusuri sekitar jalanan pelabuhan. Lima belas menit berlalu, namun tak menemukan apa-apa. Tak lama Madeline menyadari sesuatu.

"Ben, Kurasa bar itu berasa di ujung sana," ucap Madeline sambil menunjuk ke arah bangunan di ujung jalan.

"Hmm ... Lebih baik kita periksa tempat itu, Maddie,"

Mereka melanjutkan langkahnya menuju bangunan yang berada diujung jalan, tak lama mereka tiba di sana.

"Kita sampai, Ben. Ku rasa ini tempat yang dimaksud pastor," ucap Madeline.

"Kau yakin ini tempatnya, Meddie?"

"Kurasa, karena tidak ada bar lain disekitar sini," ucap Madeline sedikit ragu.

"Kalau begitu kita selidiki tempat ini, semoga kita bisa mendapatkan bukti disini,"

Benjamin dan Madeline memutuskan untuk segera masuk ke dalam.

"Tidak ada seorang pun disini, Ben. Pramutama bar pun tidak ada. Sayang sekali, padahal aku ingin menikmati segelas wine ..."

"Hmm ... Benar-benar mencurigakan sekali,"

"Apakah kita boleh menggeledah tempat ini? Bukankah kita sudah mengganggu privasi orang lain?"

"hmm ... kurasa kau benar, Maddie. Tapi mau tidak mau kita harus memeriksa tempat ini terlebih dahulu,"

"Kurasa kau benar, Ben. Ini satu-satunya kesempatan kita,"

Benjamin mulai memeriksa bagian dalam bar, begitu juga dengan Madeline yang mencari bukti di sekitar lemari minuman. Tak lama Benjamin menemukan sesuatu di atas meja bar.

"Disini ada sebuah paket, Maddie. Tapi aneh sekali di paket ini tertulis pengirimanya untuk Dalton?" Benjamin sedikit menggaruk kepala.

"Sebuah paket? Lebih baik kita lihat apa isi dari paket ini,"

Benjamin segera membuka paket tersebut, terlihat paket tersebut berisikan sebuah alat.

"Oh ... Ada semacam perangkat disini ... Kalau tidak salah benda ini bernama cryptex,"

"Kau benar, Meddie. Alat ini merupakan brankas portabel untuk menyembunyikan informasi penting, aku pernah melihat simbol-simbol ini sebelumnya,"

"Perangkat ini merupakan alat baru yang digunakan di paris untuk mengirim pesan rahasia, karena alat sangat sulit untuk dibobol,"

"Lantas dimana kita bisa menemukan orang yang bisa membongkar alat ini dan mengerti maksud dari sandi-sandi nya?" tanya Benjamin.

"Ini sandi yang amat sulit, tapi kurasa Devon salah satu rekan kita di tim tahu metode yang tepat untuk memecahkan sandi-sandi ini, aku yakin dia bisa mengugkapnya, Ben,"

"Baiklah kalau begitu, kita akan memberikan benda ini kepada Devon. Oh ya, aku juga menemukan pecahan pelakat yang berserakan dibawah sini,"

"Sebuah pelakat? Mungkin kita bisa menyatukan semuanya lalu menemukan petunjuk siapa yang membunuh Albert Dalton kalau kita menyambungkannya kembali. Mari bergegas ke kantor, Ben!" ucap Madeline.

"Tapi aneh sekali disini benar-benar tidak ada siapa-siapa,"

"Jangan pedulikan itu, Ben. Lebih baik kita segera ke kantor untuk memeriksa benda ini,"

Benjamin dan Madeline segera pergi meninggalkan bar sepi tersebut.

**

Singkat cerita mereka kembali ke pelabuhan, mereka segera pergi ke tempat parkir.

"Ayo Madeline nyalakan segera mobil, kita harus kembali ke kantor, sebentar lagi hampir malam,"

"Baiklah, Ben. Tunggu sebentar,"

Madeline segera menyalakan mesin mobil, kemudian Benjamin segera masuk ke dalam. Dengan cepat Madeline menginjak pedal gas mobil, segera mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi.

"Berhati-hatilah, Maddie. Jangan sampai kau menabrak," ucap Benjamin sedikit khawatir.

"Kau tidak perlu mengkhawatirkan hal itu, khawatirkan lah dirimu sendiri. Berpeganglah yang kuat, Ben,"

Madeline terus menambah kecepatan mobil, Benjamin sedikit panik. Tak lama mereka tiba di depan kantor polisi.

"Wow! ... tadi benar-benar adrenalin yang cukup menenggangkan, betulkan Ben?" tanya Madeline.

"Itu terlalu berbahaya, Maddie, itu berbahaya," Benjamin yang terlihat sempoyongan.

"Kau terlalu berlebihan, Ben,"

"Oh iya, Maddie. Apakah rekan mu itu berada berada di ruangannya saat ini?" tanya Benjamin.

"Siapa? Maksudmu Devon, kau tidak perlu khawatir, Ben. Dia pasti berada di ruangannya,"

"Baguslah kalau dia berada di ruanganya, kalau begitu kita segera menghampirinya,"

Benjamin dan Madeline segera masuk ke kantor, mereka segera pergi ke ruangan Devon yang berada diujung lorong. Terlihat ada seseorang di dalam ruangan itu.

"Hai Devon! Bagaimana kabarmu?" tanya Madeline.

"Oh ternyata kau, Maddie. Aku baik-baik saja," ucap Devon.

"Oh iya ... Perkenalkan ini Benjamin, rekrutan baru kita di tim," ucap Madeline.

"Perkenalkan saya, Benjamin," ucap Benjamin.

"Jadi Anda rekrutan baru di tim ini, saya senang sekali. Semoga Anda bisa bentah disini," ucap Devon.

"Devon ... Jadi kedatangan kami kesini, bukan hanya perkenalan semata. Tapi kami memiliki sedikit masalah, apa kau bisa membantu kami?" tanya Madeline.

"Masalah? Memangnya apa yang bisa aku bantu untuk kalian?" tanya Devon.

"Jadi kami menemukan sebuah cryptex, tapi kami tidak bisa membuka benda itu karena memang benda itu menggunakan simbol-simbol tertentu untuk membukanya," ucap Benjamin.

"Lalu dimana perangkat itu?" tanya Devon.

Benjamin segera memberikan cryptex tersebut kepada Devon untuk diperiksa.

"Hmm ... Untuk membuka alat ini memang diperlukan metode khusus, tapi aku akan mencoba membukanya," ucap Devon.

Devon segera membawa perangkat tersebut ke mejannya, lalu ia mengeluarkan sebuah catatan dari dalam laci mejanya, Terlihat ia tengah meneliti perangkat tersebut.

"Akhirnya..." teriak Devon.

"Bagaimana, Devon? Apa kau bisa membuka perangkat tersebut?" tanya Madeline.

"Perangkat ini memang sedikit sulit untuk di bobol, untung saja aku bisa membuka alat ini," ucap Devon.

"Luar biasa, Devon. Kau berhasil memecahkan sandi-sandi tersebut," ujar Madeline.

"Baguslah kalau begitu, lalu pesan apa yang kau temuakan di dalam?" tanya Benjamin.

"Aku hanya menemukan beberapa angka dan huruf tidak lebih dari itu," ucap Devon.

"Hmm ... ini aneh, kenapa ada sebuah code di dalam sebuah brangkas? Dan apa arti dari angka dan huruf ini?" tanya Benjamin.

"Aku rasa pesan yang ingin di sampaikan ini benar-benar sangat rahasia," ujar Devon.

"Kau benar Dev, kita tinggal mencari petunjuk maksud dari angka-angka ini, " ucap Benjamin.

"Oh iya, Ben. juru arsip kita ahli pintar dalam menemukan petunjuk yang samar," ucap Madeline.

"Aku rasa Karen bisa di andalkan untuk petunjuk kalian berdua kalian ini," ucap Devon.

"Kalau begitu kita segera ke ruangannya, waktu kita sudah tidak banyak," ujar Benjamin.

Setelah pertemuannya dengan Devon, Benjamin dan Madeline segera bergegas menuju ruang arsip.

"Dimana orang yang kau maksud? " tanya Benjamin.

"hmm ... Ini aneh kenapa karen tidak ada diruangannuya, hanya ada satu tempat kesukaannya di kantor,"

"Maksudnya?" Benjamin sedikit kebingungan.

"Perpustakaan Kantor ini, ayo Ben kita kesana,"

Benjamin tidak mengerti maksud dari Madeline, ia hanya mengikuti Madeline dari belakang. Tak lama mereka tiba di perpustakaan.

Terlihat seseorang yang tengah membaca buku diperpustakaan itu. Benjamin dan Madeline segera menghampirinya.

"Ternyata kau disini, Karen, "ucap Madeline.

"Oh Maddie, kau kan tahu bahwa perpustakaan sudah seperti tempat bermain bagiku. Tapi ada apa kau mencariku?" tanya Karen.

"Ada hal yang ingin aku bicarakan dengan ..."

"Tunggu sebentar, apakah Anda rekrutan baru kita, Tuan Benjamin yang itu?" tanya Karen.

"Betul sekali aku benjamin. Salam kenal Nona Karen, panggil saja aku Ben," ucap Benjamin.

"Ben, saya sangat gembira bisa bertemu dengan Anda, saya Karen Evangelysta, juru arsip di tim ini," ucap Karen.

"Apa basa-basi kalian sudah selesai? Karena ada satu hal yang harus kau lakukan, Karena? " tanya Madeline.