Chereads / The Smell of Crime / Chapter 7 - Pertarungan Di Dalam Bar

Chapter 7 - Pertarungan Di Dalam Bar

Para bandit itu terus mendekati meja Baldovino, lalu sala satu dari mereka segera duduk dikursi tidak jauh dari Benjamin hanya berjarak tiga kursi.

"Mana uangmu, Dovi? Kami datang kesini untuk meminta jatah kami," ucap orang tersebut.

"I-ini di-dia u-uangnya, Tuan Barney," ucap Baldovino sambil memberikan sebuah kantong.

"Ingat satu hal, Dovi. Kami akan selalu datang kesini, jangan lupa untuk menyiapkan uangnya, jika tidak kau akan mendapatkan akibatnya," ucap Barney.

Ben yang mendengar hal tersebut menjadi sangat marah segera menggebrak meja.

"Hey kau, siapa kau ini? Seenaknya saja kau mengambil uang orang lain," ucap Benjamin.

"Tenangkan pikiranmu, Ben," bisik Devon sambil mengusap baju Benjamin.

"Huh, bodoh ... Siapa kau? Apa kau berani macam-macam dengan kami?"

"Sudah, Ben. Kau tidak perlu ikut campur sampai sejauh ini," ucap Devon berusaha menenangkan emosi Benjamin.

"Cukup, Ben! Kau tidak perlu membantuku, aku juga sudah tidak memperdulikan uang tersebut," ucap Baldovino.

"Apa kau tidak mendengarkan orang ini? Sampah ini saja memberikan uangnya secara percuma," ucap Barney.

"Apa kau bilang? Sampah?"

Seketika Benjamin berdiri lalu mengangkat kursi yang sempat ia duduki dan ia segera membanting kursi itu tepat ke wajah Barney hingga membuatnya terhempas ke lantai. Devon dan juga Baldovino yang melihat hal itu sangat tercengang. 

"Woy … Apa yang kau lakukan pada boss kami?" Teriak salah satu anak buah Barney. 

Merasa harga diri mereka di rendahkan mereka memutuskan untuk melawan balik. Pertarunganpun sudah tidak bisa dihindari.

"Apa yang kau lakukan, Ben?" Baldovino terlihat panik.

"Tidak apa-apa, Dovi. Biarkan aku menyelesaikan urusan ini sampai selesai," ucap Benjamin.

"Tapi jika kau lakuakan itu ..." ucap Baldovino.

"Cukup, Dovi. Aku tidak perlu nasihatmu, tapi aku minta kau untuk diam dan bersembunyi disitu,"

Atas perintah Benjamin, Baldovino segera bersembunyi dan berlindung tepat dibawah meja miliknya.

"Majulah kalian semua," ucap Benjamin.

"Berani-beraninya kau memperlakukanku seperti ini? Apa kau tidak tahu siapa kami?" tanya Barney yang masih terduduk kesakitan di lantai.

"Aku tidak tahu siapa kalian, tapi yang jelas kalian hanyalah sampah masyarakat yang sudah seharusnya disingkirkan," ucap Benjamin.

"Beraninya kau ... Serang dia!"

Beberapa anak buah Barney mulai menyerang Benjamin. Dengan sebisa mungkin Benjamin mencoba melawan. anak buah Barney mengepung Benjamin dari segala arah.

"Kita apakan orang ini, Bos?"

"Bunuh saja!  Huh … huh…. Supaya menjadi pelajaran untuk yang lainya karena berani melawan kita," ucap Barney sambil mengusap darah di wajahnya.

"Biarkan kami saja yang melakukannya, Boss. Kau istirhatlah disitu,"

"Silahkan bunuh aku, itu pun jika kalian mampu," Benjamin terlihat sinis.

"Hyaaa ..."

Salah satu dari mereka mulai malayangkan pukulannya ke arah Benjamin, dengan cepat Benjamin segera menangkis serangan lalu membantingnya ke atas meja.

"Cepat habisi dia!"

Musuh kembali menyerang, namun kali ini dengan melayangkan tongkat baseball, dengan cepat benjamin segera menangkisnya dengan kursi, lalu ia membalikan keadaan dengan membanting kursi ke arah lawannya itu hingga terlempar cukup jauh.

"Rasakan itu, bandit sialan," maki Benjamin.

"Grr ... Kalian benar-benar payah, apa kalian tidak bisa menghadapi satu orang saja?" tanya Barney yang masih kesakitan.

"Kalian sebut dia sebagai pemimpin? Dia hanya sampah yang tidak berguna,"

"Beraninya kau menghina bos kami, kalau begitu rasakan ini ... Hyaa ..."

Sebuah pukulan kembali dilayangkan musuh, namun kali ini mengenai bagian rahang Benjamin hingga membuatnya sedikit terpental.

"Haha ... Rasakan itu,"

"Huh? ... Hanya itu saja?" ucap Benjamin sambil mengusap darah di mulutnya.

"Grr ..."

Salah satu dari mereka mulai mendekati Benjamin, sektika Benjamin menendang bagian perut musuhnya tersebut yang langsung mengenai bagian ulu hatinya. perlahan ia terduduk sambil menahan rasa sakit perutnya.

"Majulah kalian semua, aku tidak takut sedikitpun kepada kalian," ucap Benjamin berusaha berdiri.

"Grr ..."

Musuh kembali menyerang, namun kali ini dua orang sekaligus yang menyerang Benjamin hingga membuat Ben kembali tersungkur.

"Rasakan itu, cepat pengangi dia, jangan biarkan dia lolos kali ini,"

Salah satu dari mereka segera menahan kedua lengan Benjamin dari belakang hingga membuat Benjamin tidak bisa melakukan apapun, Benjamin hanya bisa pasrah dan tinggal menunggu untuk dipukuli.

"Kau tidak bisa melakukan apa-apa lagi, bung. Sudah waktunya kau bertemu dengan Penciptamu,"

Tiba-tiba sebuah wine membasahi tubuh Benjamin disusul dengan pecahan kaca, sontak Benjamin berbalik ke arah belakang dan ternyata Devon yang memukulkan botol wine kepada seseorang yang memegangi Benjamin.

"Grr ... Beraninya kau ikut campur urusan kami, berarti kalian berdua akan mati disini,"

"Kau tidak apa-apa, Ben?" tanya Devon.

"Aku baik-baik saja, hanya luka sedikit,"

Terlihat beberapa bagian wajah Benjamin yang mulai lebam dan beberapa darah menetes dari hidungnya. Devon segera membantu Benjamin berdiri.

"Maafkan aku, Dev. Aku sudah membuat masalah disini,"

"Kau tidak perlu minta maaf, justru seharusnya aku yang meminta maaf karena sudah membiarkanmu bertarung seorang diri," ucap Devon.

"Apa kau dengar ucapanku?" teriak salah satu anak buah Barney.

"Waktu kalian sudah habis, jika kalian tidak segera pergi dari sini maka akan ada konsekuensinya," ucap Devon.

"Orang-orang seperti kalian berani mengancam kami? Cih ... Kami tidak akan pernah mundur dari sini, ini sudah jadi wilayah kami,"

"Kalau begitu, kalian akan merasakan hal yang tidak pernah kalian rasakan seumur hidup kalian," ucap Devon.

"Omong kosong! Serang lagi mereka ..."

"Tahan emosi kalian semua," perintah Barney.

Seketika anak buah Barney menghentikan pergerakan, perlahan-lahan Barney berusaha untuk  membangkitkan tubuhnya.

"Eh ... Aku akan membalas perbuatanmu," ucap Barney sambil menunjuk ke arah Benjamin.

Pria yang memiliki perawakan yang cukup besar serta memiliki tatoo di sekitar bagian leher sampai ke kelopak matanya tersebut mulai melangkah mendekati Benjamin dan Devon.

"Minggir kalian semua, biarkan aku yang menyelesaikan pertarungan ini,"

Anak buah Barney hanya bisa menatap satu sama lain, mereka memutuskan untuk mundur.

"Apa kau siap, Dev?" tanya Benjamin.

"Kita lihat saja nanti, Ben," ucap Devon.

"Aku tidak akan membiarkan siapa pun yang berani melawan kami selamat hidup-hidup," ucap Barney.

"Huh ... Jangan bermimpi, bung. Kita lihat saja siapa yang akan menang," ucap Devon.

Barney mulai meregangakn otot-otonya, begitu juga dengan Benjamin dan Devon yang sudah siap bertarung. Baldovino hanya bisa menyaksikan pertarungan dari balik meja.

"Dev, jika aku mati disini, tolong makamkan aku dengan layaknya," ucap Benjamin.

"Tidak, Ben. Akulah yang akan mati disini,"

"Kalian berdua sangat naif, tidak ada satupun dari kalian yang akan lolos dari sini," ucap Barney.

Barney mulai menyerang Benjamin dan Devon, ia segera melayangkan pukulannya namun dengan sigap Benjamin menangkisnya menggunakan kursi.

Brakk

"Huh … Kursi ini tidak membuatku sakit," ucap Barney.

"Kalau begitu rasakan ini," Benjamin kembali membanting kursi tersebut tepat ke arah rahang Barney.

Brukk.

Barney sedikit terpental akibat serangan tersebut, namun karena Barney sudah dikuasai emosi dengan segera ia berusaha bangkit.

"Apa itu sakit, bung?" tanya Devon.

"Dev. Kita tidak bisa melawannya kali ini, tubuhnya itu lebih besar dari anak buahnya yang tadi," bisik Benjamin.

Barney kembali bangkit, namun kali ini ia mengambil sebuah tongkat baseball dari lantai, ia mulai melayangkan tongkat itu ke arah Benjamin dan Devon. Dengan segera mereka berdua menunduk untuk menghindari serangan tersebut.

"Hampir saja," ucap Devon.

"Hati-hati, Dev. Jika terkena pukulannya mungkin salah satu tulangmu akan remuk," ucap Benjamin

Devon hanya menggangguk. Barney kembali menyerang menggunakan baseball tersebut, namun kali ini ia menyerang kesegala arah, Benjamin dan Devon berusaha menghindar serangan tersebut.

"Kita harus menghentikan seranganya, Ben," Bagaimanapun caranya," ucap Devon

"Memangnya apa yang bisa kita lakukan, Dev. Kita tidak memiliki senjata apapun,"

"Aku punya ide, Ben,"