Chereads / Cahaya Terakhir Bulan / Chapter 10 - Kemoterapi

Chapter 10 - Kemoterapi

"Masih melakukan hal tak berguna meski sudah tak dipedulikan? Kau membuang-buang waktumu saja untuknya," kata Dinda yang sejak tadi menunggu di luar ruangan.

Deva terkejut lantaran dirinya mendapati Dinda yang menunggunya di depan ruangan. Ia mengira kalau Dinda sejak lama berada di sana mungkin sudah menguping segala pembicaraan yang ia lakukan dengan Bulan.

"Kenapa wajahmu begitu? Seperti ada sesuatu yang kamu tutupi. Ada apa? Kamu tidak bisa selamanya menyembunyikan itu dariku. Aku bisa melihatnya dengan jelas di sini, bicaralah," pinta Dinda agar Deva mau membuka mulutnya dan menceritakan yang terjadi padanya.

"Tidak ada apa-apa. Aku harus pergi. Waktu makan siangku segera habis. Aku lapar." Deva memilih berlalu pergi meninggalkan Dinda. Tanpa menjawab apapun dari pertanyaan yang dilontarkan oleh Dinda.

Dinda geram dengan sikap Deva yang terkesan acuh padanya. Ia melupakan kekesalan itu dengan menendang tong sampah di dekatnya. Beruntung sampah yang berada di dalamnya tak ikut berhamburan keluar akibat terkena luapan kekesalan dari Dinda.

Bulan masih sibuk dengan pekerjaannya. Ia tak memperdulikan apa yang diletakkan oleh Deva di atas meja. Ia masih fokus menyelesaikan semua pekerjaannya. Barulah ketika kepalanya mulai merasakan tidak nyaman, ia berhenti. Rasa sakit perlahan-lahan menjalar di kepalanya. Awalnya hanya sakit biasa seperti pusing tapi lama kelamaan rasa sakitnya semakin berat.

Dirinya mengira kalau itu dikarenakan ia yang bekerja terlalu keras. Sampai lupa mengonsumsi makan siangnya. Mungkin rasa sakit yang terjadi karena tubuhnya memberikan sinyal kalau harus segera diisi energi yang baru. Energi pagi tadi sudah terkuras habis semua dan waktunya isi ulang.

Bulan sama sekali tak menerka kalau rasa sakit di kepalanya itu bersumber dari penyakitnya. Ia hanya mengira rasa sakit biasa yang terjadi. Untuk itu dengan cueknya ia mengambil bingkisan yang tergeletak di atas meja. Ia membukanya dan di dalamnya ternyata terdapat makanan yang bisa Bulan jadikan sebagai menu makan siangnya.

Segera ia menyantap hidangan tersebut. Harapannya agar rasa sakit yang tengah ia rasakan bisa segera reda dan ia bisa segera melanjutkan pekerjaannya. Suap demi suap hingga tak menyisakan apapun selain sampah bekas bungkusan makanan tersebut. Bulan merasa sudah sangat kenyang, perutnya yang tadi meminta makan sudah ia isi. Kini tinggal menunggu reaksi yang terjadi padanya. Apakah rasa sakit di kepalanya akan segera mereda atau justru sebaliknya menjadi semakin parah.

[Terima kasih untuk makanannya. Aku sudah memakannya untuk mengganti menu makan siangku. Aku sudah kenyang sekarang. Sudah bisa kembali bekerja. Tidak lagi dalam keadaan perut yang kosong. Kau bisa berhenti khawatir sekarang terhadap keadaanku.] Bulan mengirim pesan kepada Deva.

Pesan tersebut segera terkirim dan langsung diterima oleh Deva. Deva menyeringai ketika tengah menikmati makan siangnya. Ia merasa senang karena perjuangannya tak sia-sia. Meski agak menyebalkan karena disuruh keluar oleh Bulan. Tapi Bulan tetaplah Bulan. Ia tidak akan mengecewakan orang-orang yang sudah berusaha berbuat baik padanya.

[Sama-sama. Syukurlah kalau kau sudah mau makan. Aku benar-benar mengkhawatirkan keadaanmu. Aku takut terjadi apa-apa dengan kondisimu. Kau bekerja sangat keras hari ini. Sampai lalai dengan kondisimu yang baru saja keluar dari rumah sakit. Tapi sekarang aku lebih tenang dan merasa senang. Kau sudah mengisi perutmu. Semoga apa yang kulakukan tadi banyak membantumu. Semangat kerjanya untukmu!"] Balas Deva sembari tersenyum ketika mengetik dan mengirim pesan tersebut pada Bulan.

[Kau juga jaga kesehatanmu dan pola makanmu. Jangan sampai kau yang mengingatkan ku dan mengkhawatirkan ku. Justru keadaanmu sendiri dan tubuhmu sendiri tak kau pedulikan. Kau harus makan siang dan jangan sampai lupa. Semangat juga untuk dalam bekerja. Aku harus kembali bekerja. Nanti saja ku kabari lagi.]

Selesai membalas pesan dari Deva. Bulan kembali merasakan sakit di bagian kepalanya. Kali ini sampai membuat ia kunang-kunang. Bulan merasa panik karena rasa sakitnya semakin terasa. Ia tak mungkin pergi meninggalkan pekerjaannya. Kareka ia baru masuk setelah keluar dari rumah sakit. Ia tak ingin terlalu sering tidak masuk, untuk itu ia mencoba sebisa mungkin menahan rasa sakitnya.

Ia meminum air putih dari dalam botolnya. Mencoba mengatur nafasnya dan berusaha menenangkan dirinya. Rasa sakit yang tak kunjung reda membuat Bulan pergi ke rumah sakit untuk memeriksa kondisinya. Ia pergi ke rumah sakit ketika dirinya melakukan proses CT scan.

***

Bulan tiba di rumah sakit. Ia tak bisa langsung berobat melainkan mengambil nomor antrian terlebih dahulu. Menunggu dirinya dipanggil barulah ia bisa langsung diperiksa. Bulan menunggu layaknya pasien yang lain. Meski sakit kepala yang benar-benar hebat tengania rasakan. Bahkan ia sampai memijat kepalanya sendiri karena saking berusaha menahan sakitnya agar tak ada yang tahu dengan apan yang ia rasakan.

Panggilan untuk no antrian miliknya pun tiba. Bulan segera masuk ke dalam ruangan pemeriksaan. Ia disuruh berbaring layaknya orang normal. Pemeriksaan berjalan dengan cepat dan lancar. Bulan merasa belum puas dengan pemeriksaan. Ia meminta untuk diperiksa oleh dokter yang waktu itu mengobatinya.

Permintaan itu dikabulkan pihak rumah sakit. Bulan bertemu dengan dokter spesialis penyakit dalam yang mengobatinya.

"Ada apa dengan saya ini, Dok. Saya merasakan sakit kepala yang hebat sejak tadi di kantor. Rasa sakit itu bahkan tidak berkurang sama sekali. Rasanya masih stabil yang saya rasakan. Apakah ada kaitannya dengan tumor di otak saya?" Tanya Bulan.

"Mungkin saja, Bu. Tempo hari kami informasikan kepada ibu tentang penyakit yang ibu derita. Seharusnya jika ibu sudah tahu tentang apa yang mereka rasakan. Tentang sakit terutama. Mereka akan lebih peduli dengan kesahatan. Seharusnya, ibu beristirahat saja di rumah dulu untuk beberapa hari. Jangan langsung pergi ke tempat kerja dan langsung mengerjakan pekerjaan-pekerjaan. Ibu harus paham konsekuensinya jika sampai terus-menerus begini."

"Kalau begitu, sampai kapan saya harus di rumah dan tidak boleh beraktifitas seperti bekerja dan lain-lain? Kapan kiranya saya akan sembuh dengan sempurna dan tidak lagi merasakan sakit ini. Apakah aku bisa sembuh?"

"Sampai kapannya pun saya tidak tahu. Mungkin nanti ibu akan menjalani beberapa tes kesehatan. Setelah itu kita baru tahu jawabannya. Diagnosis apa berikut yang akan saya berikan. Ada cara lain untuk pengobatan ibu yaitu kemoterapi."

"Apa setelah menjalani kemoterapi penyakit saya akan sembuh? Apa dokter yakin kemoterapi adalah jawaban dari penyakit saya? Bagaiamana jika saya tetap mati juga pada akhirnya? Bagaimana?"

"Bu, semua upaya telah kami usahakan. Ibu tidak perlu merasa cemas seperti itu. Semakin ibu cemas, kesehatan ibu semakin terganggu. Ibu jangan terlalu mengeluarkan banyak energi hanya untuk menanyakan masalah ini."

Bersambung