Chereads / Cahaya Terakhir Bulan / Chapter 14 - Akibat Sikap Bulan

Chapter 14 - Akibat Sikap Bulan

Bulan menyakiti perasaan orang-orang terdekatnya. Kekasihnya yang datang hanya untuk membantunya terhindar dari masalah. Malah mendapat perlakuan yang kurang menyenangkan dari Bulan. Termasuk juga dengan Dinda. Ia yang ingin memberikan peringatan dan teguran pada Bulan hanya mendapat perlakuan yang sama. Tidak ada yang bisa membuat Bulan bersikap lebih baik. Semua yang datang ia pandang sama. Sama-sama membuatnya merasa tertekan.

Ketika memasuki waktu istirahat makan siang. Barulah Bulan memikirkan tentang kejadian yang baru saja terjadi. Sikapnya yang membuat orang-orang harus mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan darinya. Bulan menghela nafas sembari menyandarkan tubuhnya pada kursi. Ia menengadah menghadap ke langit-langit. Perasaannya mulai tidak enak. Biar bagaiamanapun juga, ia merasa apa yang sudah ia lakukan tadi sangat amat kelewatan. Ia harus meminta maaf kepada kedua temannya dan orang-orang yang mendapat perlakuan tidak menyenangkan darinya.

Bulan menyudahi kerjanya sementara waktu. Ia hendak pergi karena waktu makan siang. Ia kemudian berjalan keluar dari ruangannya. Perasaan cuek dan tak peduli pada sekitar tak lagi bisa ia rasakan. Yang ada hanya perasaan tidak enak pada semua orang. Ia melihat semua orang secara tidak langsung menatap ke arahnya. Tak sedikit dari mereka yang menatap sinis dan beberapa yang langsung mencoba membuang fokus mereka dari melihat ke arah Bulan.

Hal yang membuat perasaan Bulan menjadi tertekan. Ia coba menutupi semuanya dengan berlalu begitu saja. Sebenarnya ia ingin menjelaskan pada mereka semua. Kenapa dan mengapa ia sampai seperti ini. Tapi bagaimana? Semuanya sudah terjadi. Bulan sudah memberikan kesan yang tidak menyenangkan kepada semua orang yang ada di sana. Bulan yang mereka kenal ramah dan sangat bersahaja sudah berubah. Semenjak ia menjabat sebagai manajer di perusahaan tersebut.

Bulan terus mempercepat langkahnya hingga ia tiba di kantin. Begitu tiba di sana, ia langsung mendapat tatapan tajam dari orang-orang di sana. Mereka semua menjadikan Bulan sebagai pusat perhatian untuk sesaat. Waktu serasa berhenti berputar hanya agar Bulan menyadari kalau dirinya sudah berbuat banyak kesalahan dan orang-orang yang menatap ke arahnya adalah mereka yang merasakan kekesalan pada sikap Bulan.

Bulan memilih untuk segera duduk di kursi yang kosong. Sementara di sekitar tempat ia duduk, orang-orang langsung pergi. Mereka menjauhi agar tidak berdekatan dengan Bulan. Takut jika duduk dekat dengan Bulan mereka akan mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan dari Bulan. Bulan menyadari kalau orang-orang mulai menjauhinya. Imbas dari perlakuannya beberapa hari ini. Ia memilih untuk tetap diam dan mencoba bersikap biasa saja.

Hanya ada pelayan kantin yang menyediakan makanan yang berani untuk menghampiri Bulan. Sementara itu di kantin terdapat Dinda dan juga Deva. Mereka berdua berada tak jauh dari tempat Bulan duduk. Hanya Bulan yang tidak menyadari keberadaan dari kedua temannya. Sedang mereka berdua menyadari kehadiran dari Bulan. Suasana kantin sedikit agak hening ketimbang sebelumnya. Orang-orang yang berada di sana, menggunjing Bulan secara pelan-pelan.

"Aku tahu ini semua salahku. Tapi aku tidak bisa merasakan ini terus-menerus. Mereka harus ku berikan penjelasan agar mereka percaya dan paham apa yang sedang ku rasakan. Aku tidak ingin terus dihantui rasa bersalah. Biar bagaimanapun juga, aku ingin mereka mengerti," gumam Bulan.

"Dia masih berani ke kantin setelah apa yang dia lakukan. Apa dia tidak memiliki pikiran dan perasaan. Apa yang sudah ia lakukan sudah membuat banyak orang sakit hati," kata Dinda nyinyir ketika melihat Bulan berada di kantin untuk makan siang.

"Sudahlah, Din. Jangan kau urus dia. Dia sedang ada masalah sampai pikirannya begitu tertekan. Bagus kalau dia mau keluar dari ruangannya. Dia masih ada pikiran untuk mengisi perutnya, kalau tidak begitu dia bisa jatuh sakit lagi," ujar Deva tak mempermasalahkan kehadiran Dinda di kantin. Berbeda dengan Dinda yang merasa nyinyir.

"Kok, kamu masih bisa berpikir sebaik itu padanya? Padahal dia sudah memperlakukanmu dengan tidak baik. Kau sudah kembali menyayanginya? Kau sudah berubah tidak seperti dulu. Ketika kau ingin membuat rencana bersamaku."

"Aku bukan berubah atau apapun itu. Kau jangan salah paham. Aku hanya merasa tidak ada yang berpihak padanya. Lihatlah sekelilingmu, mereka menjauhinya. Berusaha sebisa mungkin untuk menjaga jarak. Ia seperti terasingkan di sini. Aku hanya kasihan padanya."

"Kau yakin sikapmu seperti ini hanya karena kasihan padanya? Bagaimana jika ini pertanda kalau kau kembali menaruh rasa padanya. Aku mulai mencurgaimu," kata Dinda.

"Tenanglah. Kamu tidak perlu terlalu bersikap berlebihan seperti itu. Kita tetap pada rencana yang sama. Kau tidak perlu khawatir. Aku tidak akan berubah apapun," kata Deva meyakinkan Dinda kalau sikapnya tidak akan berubah.

Sementara mereka terus memerhatikan Bulan. Bulan mencoba mengusir rasa tidak enak pada dirinya dengan memesan makanan pada pelayan yang datang menghampirinya. Pelayan kantin yang belum tahu tentang kabar buruk yang sedang menimpa Bulan membuatnya tidak merasa khawatir menghampiri Bulan.

"Eh, Ibu, tumben sekali berada di kantin. Mau makan siang apa, Bu? Biar saya catat pesanannya," kata pelayan mencoba untuk ramah menawarkan makanan pada Bulan.

Bulan masih belum menggubris pelayan yang sedang berada di sampingnya. Dikarenakan ia masih memikirkan hal yang sedang terjadi padanya. Pelayan yang merasa ada yang aneh dengan sikap Bulan, lantas ia mengulangi perkatannya. Berharap kalau Bulan akan menggubris pelayan tersebut.

"Bu? Maaf mau pesan apa? Dari tadi saya perhatikan hanya melamun saja. Apa ibu baik-baik saja?" tegur si pelayan.

"E-eh, iya. Maaf-maaf. Saya tidak tahu kalau kamu ada di sini. Ada apa?" Bulan akhirnya tersadar dari lamunannya.

"Iya, ibu saya perhatikan diam saja sejak tadi. Saya kira terjadi sesuatu. Saya ke sini mau mencatat pesanan ibu. Ibu mau pesan apa?"

"Saya mau pesan apa, ya? Saya juga masih belum tahu mau pesan apa. Nanti saja kalau saya sudah menemukan yang ingin saya pesan. Saya akan langsung datang pesan sendiri. Terima kasih banyak, ya. Kamu sudah repot-repot mau datang ke meja saya."

"Baik kalau begitu, Bu." Pelayan itu kemudian pergi dari meja Bulan.

"Mungkin aku terlalu lama termenung. Sampai-sampai aku tidak menyadari kalau aku dihampiri oleh pelayan," gumam Bulan sembari menggelengkan kepalanya.

Pelayan itu melalui meja dari Deva dan Dinda. Deva berinisiaif untuk menghentikan si pelayan. Ia ingin menanyakan sesuatu pada pelayan itu. Sang pelayan pun berhenti dan menghampiri Deva yang memanggilnya.

"Kamu barusan dari mejanya Bulan? Apa yang dia pesan? Apa dia tidak memesan makanan atau minuman?" tanya Deva ingin mengetahui apa yang dipesan oleh Bulan sebagai menu makan siangnya.

Dinda memasang wajah cemberut begitu melihat Deva dengan sengaja memberhentikan pelayan. Deva tak menghiraukan ekspresi wajah Dinda. Ia lebih fokus ingin mengetahui apa yang dipesan oleh Bulan.

"Ibu nggak mesan apa-apa, Mas. Nanti kalau mau pesan langsung datang saja katanya."

"Oh gitu, ya. Ya sudah, makasih, ya."

"Iya, Mas. Sama-sama."

Bersambung