Chereads / Cahaya Terakhir Bulan / Chapter 17 - Dalam Dekapan Tanpa Jawaban

Chapter 17 - Dalam Dekapan Tanpa Jawaban

Dekapan dari Deva terasa begitu menenangkan begitu menghangatkan Bulan. Ia larut dalam kehangatan, Bulan menangis tersedu-sedu. Deva mencoba menenangkan Bulan yang terus menangis dalam pelukan nya. Deva tak ingin Bulan terus-menerus dalam kesedihan. Ia ingin agar Bulan menceritakan apa yang sebenarnya sedang ia rasakan. Apa yang menjadi penyebab ia sampai mengalami perubahan sikap yang cukup drastis.

"Sudahlah, sayang. Tenangkan dirimu. Kamu boleh menangis tapi jangan terlalu berlarut-larut. Kamu harus segera bangkit dari semua kesedihan ini. Sekarang lebih baik kamu bercerita sama aku. Kamu belum jujur juga sama aku, apa yang kamu rasakan. Apa yang membuatmu sampai seperti ini. Perubahan sikap yang drastis ini pasti ada penyebabnya," bisik Deva meminta Bulan untuk bercerita kepadanya.

Bulan hanya menggelengkan kepalanya sebagai bentuk penolakan. Meski sudah larut dalam kesedihan dan nyaman dalam hangatnya pelukan. Bulan tetap bersikeras menyembunyikan hal yang membuatnya mengalami perubahan yang cukup drastis dalam hidupnya.

"Lho, kenapa kamu nggak mau cerita sama aku? Kamu nggak mau aku tahu apa yang kamu rasakan dan apa yang membuat kamu sampai berubah begini? Sebenarnya aku memintamu cerita bukan hanya karena aku penasaran. Aku ingin kamu membagi beban pikiran yang sedang kamu rasakan. Dengan harapan kamu bisa menjadi lebih baik setelah berbagi beban yang kamu rasakan. Mungkin kamu ingin bercerita hanya saja kamu ragu dan aku sibuk beberapa waktu belakangan ini. Sekarang ku rasa waktu yang tepat untukmu bercerita." Deva terus berusaha untuk membujuk Bulan agar mau bercerita. Membagi beban pikiran dan masalah yang sedang ia hadapi. Akan tetapi Bulan tetap pada prinsipnya. Tak boleh ada yang tahu apa yang sedang ia rasakan kecuali dirinya sendiri.

"Aku nggak apa-apa. Kamu sudah tidak perlu khawatir. Aku hanya butuh tempat untuk bersandar saja saat ini. Tidak ada masalah berat yang sedang ku alami. Mungkin ini hanya adaptasi ku saja menjadi sosok baru dan jabatan baru di perusahaan. Aku hanya kaget saja dengan situasi yang terjadi yang sedang kurasakan. Aku hanya sedang dalam masa adaptasi. Itu saja, kenapa aku bisa sampai berubah menurutmu," jawab Bulan sembari terisak. Sesekali mencoba menyeka air matanya.

Deva agak kecewa mendengar apa yang Bulan katakan. Usahanya seolah sia-sia untuk membujuk Bulan agar mau bercerita. Deva memiliki niat terselubung dengan melakukan hal ini kepada Bulan. Ia ingin mengetahui masalah yang sedang dihadapi oleh Bulan. Karena memiliki tujuan untuk memanfaatkan kelemahan dan beban yang sedang Bulan rasakan. Jika ia sudah mengetahuinya, maka niat busuknya dengan mudah akan bisa terlaksana.

"Ya sudah, kalau memang kamu nggak mau cerita sama aku. Aku nggak apa-apa. Tapi berjanjilah padaku, ketika kamu butuh tempat untuk bercerita. Maka jangan pernah sungkan untuk bercerita kepadaku. Telinga ini tidak pernah lelah untuk mendengar cerita dan keluh kesahmu. Pundak ini tidak pernah bosan kamu jadikan sandaran. Berceritalah ketika kamu siap. Sekarang tenangkan dirimu. Makanlah dulu biar kamu tidak sakit," kata Deva mencoba bersikap bijaksana. Sembari melepas pelukannya dari Bulan.

Bulan melepaskan dekapannya pada Deva. Ia menyeka air matanya. Tak boleh ada air mata lagi yang keluar dan jatuh dari pipinya. Ia menganggukkan kepalanya tanda setuju dengan perintah Deva untuk makan dan mengisi perutnya.

"Sekarang kamu makan ini. Aku sudah belikan ini dan bawakan padamu. Kalau memang kamu tidak merasa ada apa-apa. Kamu akan makan apa yang sudah aku berikan. Aku tidak mau kamu sampai tidak memakan ini. Aku tidak ingin kamu sakit karena telat makan. Kamu mengerti, kan?"

Bulan menganggukkan kepalanya sekali lagi.

"Waktunya istirahat sudah segera berakhir. Aku harus segera keluar dari sini sebelum ada yang lihat dan menjadi masalah yang baru. Kamu jaga diri baik-baik, ya."

Tanpa Bulan maupun Deva sadari. Pintu ruangan tidak tertutup dengan rapat. Ada celah yang bisa dilihat dari luar maupun dalam. Terdapat seseorang yang berada di balik pintu sedang mengintip ke dalam. Tak berselang lama orang tersebut pergi ketika melihat Deva hendak keluar dari ruangan. Membuatnya tidak diketahui dan disadari keberadaannya oleh Deva dan Bulan.

"Terima kasih banyak, ya, sayang. Maafkan aku sudah banyak merepotkanmu. Aku juga sudah bersikap tidak baik padamu. Sementara kamu masih memikirkanku, khawatir pada keadaanku. Kamu memang benar-benar satu-satunya orang yang mengerti aku. Sekali lagi terima kasih banyak, ya," kata Bulan sebelum Deva benar-benar keluar dari ruangan.

Deva hanya membalasa apa yang Bulan katakan dengan senyuman hangatnya. Deva kemudian keluar dari ruangan Bulan. Meninggalkan Bulan yang tengah duduk sembari tangannya memegang plastik yang terdapat makanan di dalamnya. Makanan yang dibelikan oleh Deva untuk dijadikan makan siang olehnya.

Waktu istirahat makan siang benar-benar sudah habis. Semua karyawan kembali ke meja dan ruangan mereka masing-masing. Kembali untuk menjalankan tugas dan pekerjaan mereka. Termasuk dengan Deva yang kembali ke mejanya. Di sana ia mendapati kalau Dinda sudah berada di mejanya sedang menatap ke arahnya. Tatapan mata penuh curiga mengarah kepadanya. Deva yang menyadari hal itu lantas bangkit dan menghampiri Dinda.

"Ada apa? Kenapa kamu menatapku dengan tatapan penuh curiga seperti itu? Apa ada sesuatu yang aku lakukan dan salah menurutmu?" tanya Deva.

"Nggak ada apa-apa, kok. Kenapa kamu tiba-tiba nanya kayak gitu sama aku? Aku memangnya ada mengatakan kalau kamu salah? Aku saja diam dari tadi. Kamu tiba-tiba yang menghampiri aku memaksa aku untuk mengatakan sesuatu," jawab Dinda.

"Kamu memang tidak mengatakan apapun padaku. Tapi tatapan mata yang tajam dan wajah yang melihat ke arahku dengan penuh curiga seperti itu. Memangnya itu tidak mencurigaiku? Katakan saja kalau memang aku ada buat salah sama kamu," desak Deva agar Bulan mau jujur padanya. Mengatakan yang sebenarnya kenapa tatapan matanya begitu penuh curiga kepadanya.

"Kamu bisa menyadari hal itu dengan mudah. Aku terkesan dengan kepekaanmu. Aku tidak merasa hal yang janggal. Aku hanya takut mengganggu yang kembali kasmaran. Itu saja. Apa aku salah? Tidak, kan? Aku hanya memberi ruang untukmu. Siapa tahu kamu ingin lebih lama di ruangannya."

Deva menemukan jawabannya. Dinda cemburu dengan apa yang ia lakukan. Rupanya sosok yang tak ia ketahui mengintip dari luar ruangan adalah Dinda. Ia melihat apa yang dilakukan oleh Deva dan Dinda ketika berada di dalam ruangan.

"Oh, kamu cemburu karena aku di ruangan berduaan sama Bulan. Tenanglah, aku hanya memainkan peran yang baik. Agar ia tidak menaruh curiga dan merasa tetap nyaman denganku. Aku tidak ingin ia curiga. Itu saja. Apa aku salah, tidak, kan?"

"Tidak ada yang mengatakan apa yang kamu lakukan itu salah. Kamu selalu mengatakan dan melakukan hal yang benar, Deva. Sekarang lebih baik kamu kembali bekerja. Aku tidak mau berurusan dengan Bulan kalau dia sampai melihat kita berbicara saat jam kerja."

"Baiklah, aku akan kembali bekerja."