Chereads / Cahaya Terakhir Bulan / Chapter 21 - Bercengkrama dengan sang ibu

Chapter 21 - Bercengkrama dengan sang ibu

"Duduk, Nak. Biar Ibu ambilkan air minum. Maaf kalau rumah Ibu berantakan soalnya Ibu nggak ada persiapan untuk menyambut kamu lagian juga Ibu kan hanya tinggal seorang diri sebatang kara jadi tidak ada waktu untuk membereskan dan merapikannya. Maaf jika apa adanya tempat yang ibu tinggal di sekarang tidak sebagus tempat tinggalmu bersama ayahmu Ibu harap kamu tidak terlalu risih," kata sang Ibu mempersilahkan Bulan untuk duduk sembari ia mengambilkan minum untuk Bulan.

"Nggak apa-apa Bu. Ibu nggak usah repot-repot. Ini Bulan ada bawa sedikit makanan buat ibu tadi sempat beli di jalan. Semoga saja ibu suka karena ini kan salah satu makanan kesukaannya ibu." Bulan meletakkan sebuah kantong plastik hitam berisi makanan favorit dari sang ibu di atas meja.

Sang ibu tentu saja penasaran apa yang dibelikan oleh Bulan kepadanya. Segera setelah diletakkan kantong plastik tersebut di atas meja sang Ibu langsung meraihnya dan membukanya. Ekspresi wajahnya menunjukkan ekspresi yang bergembira sekaligus terkejut. Ia merasa terharu karena tak menyangka kalau sang Putri mesti sudah lama tidak bersamanya masih mengingat tentang makanan favorit dari sang ibu.

"Ya ampun kamu sampai repot-repot memberikan ini sama ibu. Sementara Ibu nggak punya apa-apa untuk kamu. Kalau saja kamu bilang sebelum ke sini mungkin saja Ibu bisa memasakkan masakan favorit kesukaan kamu Nak. Ibu minta maaf ya tapi juga Ibu berterima kasih sama pembelian kamu ini."

"Ndak usah repot-repot begitu Bu. Aku juga memang kebetulan waktu ke sini melewati tempat makanan itu. Jadi menurutku daripada aku datang tanpa membawa oleh-oleh apapun lebih baik aku berhenti dan membelikan itu pada ibu. Aku pikir tadi ibu nggak suka makanya sempat ragu di awal untuk memberikan tapi ternyata Ibu masih suka dengan makanan itu syukurlah."

"Terima kasih banyak, Nak. Kamu masih mengerti tentang keinginan ibu dan cara menyenangkan hati ibu walau hanya sederhana. Biar Ibu ke dapur dulu biar kita bisa makan bareng-bareng ibu ambilkan piring ya."

"Nggak usah, Bu. Aku kebetulan sebelum ke sini tadi sudah sempat makan jadi perutku masih terasa kenyang ibu makan sendiri saja ya."

"Loh tapi ini kamu kelihatannya beli banyak ibu takut nggak habis nanti sayang kalau dibuang."

"Tapi aku benar-benar sudah kenyang tadi karena sebelum ke sini aku sudah menyempatkan diri untuk makan terlebih dahulu Bu. Aku takut ngerepotin Ibu makanya tadi sebelum ke sini aku sempetin untuk makan terlebih dahulu. Nanti kalau misalnya nggak habis jangan dibuang dikasih aja ke tetangga atau dikasih ke siapa yang menurut ibu membutuhkan."

"Iya-iya nanti Ibu akan simpan atau dipanasin nanti buat makan."

Sang ibu kemudian beranjak ke dapur untuk mengambilkan segelas air minum untuk Bulan sekaligus meletakkan makanan yang diberikan oleh Bulan di atas piring. Meninggalkan Bulan seorang diri di ruang tamu. Bulan yang menunggu sang Ibu kembali dari dapur sesekali melihat kondisi rumah dari sang ibu. Agaknya hatinya mulai tersentuh karena melihat kondisi rumah dari sang ibu yang terlihat memprihatinkan berbanding terbalik dengan rumah yang ditinggali oleh dirinya bersama sang ayah atau rumah miliknya sendiri yang terkesan lebih nyaman ketimbang rumah dari sang ibu.

Ketika tengah melamun memperhatikan seisi rumah tiba-tiba sang Ibu kembali dari dapur dengan membawa segelas air untuk Bulan. Sang Ibu mendapati Bulan yang tengah melihat-lihat seisi rumahnya meskipun hanya dari ruang tamu.

"Ya beginilah kondisi tempat tinggal Ibu sekarang nak. Kamu sendiri bagaimana keadaannya dan bagaimana juga keadaan dari ayah apa kalian semua baik-baik saja?" tanya sang Ibu sembari menyajikan segelas air kepada Bulan.

"Semuanya baik-baik saja Bu baik aku maupun Ayah kami semua dalam kondisi yang baik. Ibu sendiri bagaimana kondisinya selama di sini Apakah ibu merasa kesusahan selama di sini asa Ibu membutuhkan bantuan apa katakan saja. Mungkin kedepannya aku bisa membantu ibu ya walau tidak banyak setidaknya bisa membantu."

"Syukurlah kalau kalian dalam kondisi yang baik-baik saja. Setiap malam ibu selalu berdoa kepada Tuhan untuk kebaikan kalian keselamatan kalian agar kalian senantiasa dilindungi oleh Tuhan Yang Maha Esa. Kamu nggak perlu repot-repot begitu nak ibu di sini sudah hidup dalam kondisi yang berkecukupan. Jika kamu sekarang sudah merasa berhasil dan sudah bisa membantu lebih baik kamu membantu banyak orang yang lebih membutuhkan di luar sana. Ibu merasa masih cukup dan tidak hidup sama sekali dalam kekurangan meskipun terlihat kondisinya seadanya. Tapi Ibu merasa senang dan lebih baik ketika hidup dalam kondisi seperti ini karena berada di lingkungan yang membuat Ibu nyaman baik dari lingkungan tetangga lingkungan tempat tinggal maupun keadaan yang berada di sini semuanya sangat membuat Ibu nyaman. Memangnya apa lagi yang kita cari dalam hidup ini selain sebuah kenyamanan bukan? Dan juga hati yang tentram pastinya."

Perkataan sang Ibu tiba-tiba membuat Bulan terhenyak. Ia tidak menyangka meski dalam kondisi yang serba kekurangan seperti sekarang, sang Ibu masih menyuruh kepadanya untuk membantu orang lain yang lebih membutuhkan. Padahal menurut kacamatanya sang Ibu adalah orang yang paling membutuhkan diantara yang paling membutuhkan. Tapi justru sang Ibu berpikir kalau masih banyak orang lain yang lebih membutuhkan di luar sana sementara ia merasa hidupnya sudah berkecukupan.

Hal yang tentu saja membuat Bulan merasa heran dengan cara dan berpikiran sang ibu. Sebab menurutnya satu-satunya cara untuk menuju kebahagiaan dalam hidup adalah ketika kita memiliki segalanya. Rumah yang mewah jabatan yang tinggi dan dikelilingi oleh orang-orang yang selalu mendukung kita dalam kondisi apapun. Terdengar sangat patrialistis tapi begitulah prinsip dari hidup Bulan yang dibentuk oleh sang ayah. Sangat amat berbanding terbalik dengan apa yang diterapkan oleh sang ibu.

"Bagaimana tentang ayahmu? Apakah dia masih seperti dulu? Masih sangat sibuk dengan pekerjaannya sampai-sampai tidak lagi memikirkan tentang keluarga? Jarang sekali memikirkan tentangmu?" Tanya sang Ibu secara tiba-tiba membuat Bulan kembali dari lamunan kosongnya.

Sambil menghalal nafas Bulan berkata, "Tidak ada bedanya sama seperti dulu Bu. Ayah mungkin akan terus seperti itu sampai tutup usia. Ambisinya begitu besar untuk menjadi orang yang nomor satu sampai-sampai ia melupakan segalanya hanya untuk merealisasikan ambisinya."

"Itulah sifat asli dari ayahmu nak. Yang membuat Ibu sudah tidak lagi tahan dengan sikapnya. Tapi biarlah dia seperti itu kita tidak bisa melakukan apapun selain mendoakan agar Tuhan selalu melindunginya. Kamu sendiri bagaimana dengan pekerjaanmu? Setelah kamu lulus sekolah Ibu benar-benar tidak mengetahui keadaanmu. Apakah kamu bekerja atau kamu kuliah asal jangan-jangan kamu sudah menikah. Ceritakan sedikit tentangmu kepada ibu agar ibu mengerti tentang kondisimu saat ini."

"Aku kebetulan bekerja di salah satu perusahaan ternama di kota, Bu. Alhamdulillah berkat kerja keras dan doa dari ibu dan ayah aku bisa mencapai di posisiku seperti sekarang ini. Meski begitu, aku masih belum memikirkan untuk berumah tangga, Bu. Entahlah, aku masih merasa masih banyak yang belum bisa dicapai," kata Bulan.