Chereads / Cahaya Terakhir Bulan / Chapter 25 - Keras Kepala Berujung Sengsara

Chapter 25 - Keras Kepala Berujung Sengsara

Setelah berpamitan dengan sang Ibu bulan pun sepakat untuk ikut pertama Fajar keliling pantai. Ia mendengarkan perkataan sang ibu dengan mempercayai kalau orang yang baru dikenalnya akan membawanya menemukan ketenangan dan kebahagiaan untuk sesaat. Tidak ada salahnya juga untuk mengikuti keinginan sang Ibu lagi pula dia pun sedang membutuhkan ketenangan sebelum kembali menghadapi hiruk pikuk di kota. Juga pekerjaan dan tekanan yang terus-menerus datang kepadanya yang tidak ada henti-hentinya.

Bulan sama sekali tidak boleh melewatkan kesempatan ini. Ia harus meringankan pikirannya dan menghilangkan beban-beban yang selama ini ada di dalam pikirannya. Jalan-jalan di pinggir pantai dan menikmati udara dari pantai merupakan salah satu solusi untuknya dapat merelaksasikan diri. Suara ombak dan melihat pemandangan yang indah manakala matahari perlahan tenggelam merupakan salah satu momen yang paling diidam-idamkan banyak orang termasuk bulan. Walau untuk hari ini ia tidak dapat melihat matahari tenggelam dari pantai. Dikarenakan ketika sore hari tiba ia harus segera kembali ke kota agar tidak terjebak dalam kemacetan bersama orang-orang yang kembali dari liburan mereka.

"Kamu pakai sepatu? Nggak mau ganti sama sendal dulu?" tanya Fajar melihat Bulan mengenaakn sepatunya.

"Enggak aku pakai sepatu saja. Kenapa memangnya? Kamu baru pertama kali melihat orang ke pantai menggunakan sepatu? Tidak ada larangannya kan kalau misalnya aku ke pantai pakai sepatu?" tanya balik Bulan yang merasa apa yang ia lakukan tidak menyalahi aturan apapun.

"Tidak salah sih tapi aku menyarankan lebih baik kamu ganti sepatumu dengan sendal. Itu juga kalau kamu tidak keberatan. Tapi kalau misalnya kamu masih bersikeras untuk menggunakan sepatu, ya, tidak masalah. Aku hanya merekomendasikan menggunakan sendal."

"Nggak apa-apa aku pakai sepatu saja lagi pula kan aku nggak bawa sendal. Ini ada sendal juga punyanya Ibu aku mana mungkin menggunakan sendalnya Ibu nanti kotor. Aku lebih baik menggunakan sepatu saja biar nggak ribet toh nanti ketika pulang dari pantai aku bisa langsung pulang tanpa harus melepas sepatu lagi atau menggunakan sepatu lagi," kata Bulan bersikeras dengan keputusannya.

Fajar yang seolah tidak didengarkan oleh bulan hanya bisa menatap ke arah ibunya bulan. Tatapannya seolah-olah ingin mendapatkan pembenaran dari sang ibu. Karena ia yang lebih mengetahui medan dan kondisi di pantai. Alasan Dia menyuruh bulan untuk mengganti sepatunya dengan sendal. Ibunya bulan tampak paham dengan apa yang dimaksud oleh Fajar. Sang Ibu hanya tersenyum sambil mengangguk tanda membiarkan saja keinginan bulan seperti itu. Sang Ibu bermaksud agar bulan menemukan jawaban sendiri atas alasan kenapa Fajar menyuruhnya untuk mengganti sepatunya dengan sendal.

Selepas bulan selesai menggunakan sepatunya mereka berdua pun mulai berjalan. Mereka berjalan tak beriringan Fajar dipersilahkan jalan lebih dahulu sementara Bulan berada di belakangnya mengekor. Bulan mencoba untuk menjaga jarak agar berhati-hati terhadap orang yang baru ia kenal. Pelajaran yang sering diberikan oleh ayahnya agar dirinya selalu waspada dan dapat menjaga dirinya di manapun ia berada.

"Kamu kenapa jalannya di belakang begitu? Kenapa nggak jalan di samping aku biar kita bisa segera sampai di pantai?" tanya Fajar yang merasa heran dengan Bulan karena berjalan di belakangnya.

"Nggak apa-apa kamu jalan di depan saja. Aku masih bisa mengikutimu kok dari belakang. Kamu nggak perlu khawatir. Aku sengaja membiarkanmu jalan lebih dulu anggap saja untuk menunjuki jalan. Tidak masalah, kan?"

Mendengar jawaban tersebut wajar kemudian melanjutkan perjalanan tanpa memperdulikan Apa maksud dan tujuan dari bulan jalan di belakangnya. Beberapa menit mereka berjalan dari rumah ibunya bulan hingga tiba di pesisir pantai. Mereka tiba tepat di sebuah gapura yang menandakan pintu masuk dari pantai tersebut. Fajar menyapa beberapa orang yang berada di sana yang kebetulan kenal dengannya. Mereka menyapanya dengan begitu akrab.

Mereka melihat seorang wanita yang ikut di belakangnya. Membuat mereka bertanya-tanya siapa kiranya wanita yang ada di belakang Fajar dan mengikutinya terus-menerus. Orang-orang yang berada di sana kemudian masuk spekulasi lalu membuat candaan agar Fajar merasa malu. Mengira kalau wanita yang berada di belakangnya adalah orang yang tengah dekat dengannya.

"Itu orang yang ada di belakangmu siapa? Wah! Pacar baru kamu, ya?! Ciye, akhirnya sudah bisa menemukan wanita yang tepat," ledek salah seorang kepada Fajar.

"Eh kalian itu apa sih? Jangan seperti itu. Wanita yang ada di belakangku ini adalah pengunjung yang minta diantar untuk berkeliling di pesisir pantai. Ini adalah anaknya ibu bulan. Siapa yang menyangka kalau wanita yang tinggal sendirian di rumah yang sederhana itu ternyata memiliki anak," jawab Fajar.

"Kalau begitu kami boleh berkenalan dong dengannya? Siapa tahu kan."

"Enggak! Kalian lebih baik menjaga sikap kalian. Nggak bagus menunjukkan sikap yang tidak baik dan membuat pengunjung yang ada di sini merasa risih. Aku harus pergi karena waktuku tidak banyak. Masih banyak yang perlu diperlihatkan kepada pengunjung yang ada di belakangku. Permisi."

Bulan yang berjarak beberapa meter dari Fajar memperhatikan kalau ada sesuatu yang sedang terjadi di antara mereka. Orang-orang tersebut tanpa memperhatikan ke arah bulan sambil sesekali melempar senyum kepadanya. Pandangan dari laki-laki yang mata keranjang yang melihat ke arahnya seperti binatang buas yang baru melihat mangsanya setelah sekian lama. Tidak butuh waktu lama mereka pun berlalu dari kelompok orang tersebut. Bulan yang tadinya berjalan di belakang Fajar kemudian lebih mendekat Karena ia merasa lebih aman jika berjalan lebih dekat dengannya.

"Orang-orang tersebut tadi temanmu? Kalian sudah lama saling kenal satu sama lain? Kenapa nggak ngobrol aja kok langsung pergi begitu saja," tanya Bulan.

"Eh, Aku kira tadi suara dari mana ternyata kamu sekarang sudah berjalan di sampingku. Iya mereka merupakan anak-anak muda yang berada di sini. Mereka ditugasi oleh kepala desa yang ada di sini untuk menjaga pintu masuk pantai. Aku sempat ngobrol sedikit dengan mereka tapi jika mereka aku khawatirkan membuat dirimu tidak nyaman sehingga aku lebih baik memutuskan untuk berlalu saja pergi tanpa menghiraukan mereka. Biasa sikap laki-laki begitu melihat wanita langsung terlihat liar dan buasnya."

Bulan hanya mengangguk mendengar jawaban dari Fajar. Mereka kemudian melanjutkan perjalanan hingga tibalah mereka benar-benar di bibir pantai. Pasir putih menyambut langkah kaki dari bulan. Sepatunya yang bersih menginjak pasir sampai tidak ia sadari setiap langkah yang ia pijak di atas pasir membuat sepatunya terisi oleh pasir. Menjadikan bulan sadar kenapa dirinya tadi diminta untuk mengganti sepatunya dengan sendal. Dikarenakan kalau berjalan di atas pasir menggunakan sepatu tentu saja pasir tersebut akan masuk ke dalam sepatu dan akan lebih lama lagi untuk membersihkannya karena harus mengeluarkan terlebih dahulu pasir dari dalam sepatu.

"Sekarang kamu mengerti kan kenapa tadi aku suruh kamu ganti sepatumu dengan sendal? Aku tidak mempermasalahkanmu menggunakan sepatumu itu hakmu. Banyak wisatawan yang datang ke sini sudah aku peringatkan untuk mengganti sepatunya dengan sendal. Banyak yang mendengarkan karena mereka paham. Tapi tak sedikit juga yang ngeyel seperti kamu masih menggunakan sepatu. Artinya kamu ingin menemukan jawabanmu sendiri atas alasan kenapa aku harus menyuruhmu mengganti sepatu dengan sendal," kata Fajar sembari melihat ke arah bulan yang sedang merasa risih karena sepatunya sudah terisi banyak pasir.