Chereads / Cahaya Terakhir Bulan / Chapter 29 - Pamit

Chapter 29 - Pamit

"Oh, ya, aku ingin bertanya beberapa hal padamu. Menurutmu, bagaimana keseharian ibuku selama di sini? Apakah dia merepotkan warga yang ada di sini atau justru sebaliknya? Katakan kepadaku dengan sejujur-jujurnya Aku hanya ingin tahu."

"Kenapa kau tiba-tiba menanyakan perihal ibumu? Apa kamu pikir dengan tinggal di gubuk sederhana seperti itu ibumu akan menyulitkan warga sekitar? Justru sebaliknya! Ibumu layaknya Ibu bagi orang-orang yang berada di sini terutama para anak muda yang berada di sini. Ibumu merupakan sosok yang hebat karena bisa membudidayakan sumber daya manusia yang ada di sini. Para pemuda yang tidak memiliki tujuan hidup dibina dan diasuh olehnya sehingga mereka menjadi memiliki semangat untuk hidup. Itu sebuah pencapaian yang luar biasa. Memangnya kenapa kau menanyakan perihal ibumu bukankah seharusnya yang lebih mengenal tentang keseharian ibu itu adalah anaknya?"

"Iya, memang seharusnya seorang anak yang mengetahui tentang keseharian ibunya. Tapi tidak ada salahnya juga kan kalau seandainya seorang anak menanyakan perihal keseharian ibunya terhadap orang lain? Karena aku hanya ingin tahu kalau ibuku tidak merepotkan banyak orang di sini. Aku merasa senang dan lega mendengarnya manakala kau mengatakan kalau ibuku justru membantu banyak orang yang ada di sini. Aku merasa sangat bangga memiliki sosok Ibu sepertinya karena di tengah kekurangannya ia masih dapat membantu banyak orang tanpa pamrih sedikitpun. Terima kasih banyak karena kau sudah mau memberikan jawaban yang sejujur-jujurnya kepadaku."

"Dari pertanyaanmu Maaf tidak kesibukan kalau kau tidak terlalu dekat dengan ibumu. Jika Aku Jadi engkau aku lebih baik menghabiskan waktuku untuk bersama-sama dengan ibuku. Kita tidak pernah tahu tentang waktu tapi melihat orang tua kita yang semakin hari semakin tua. Aku hanya ingin menghabiskan waktu lebih banyak bersama mereka. Membuat mereka bahagia dan tersenyum karena kehadiranku dan karena tingkah lakuku yang baik kepada mereka. Tidak ada niatan sedikitpun aku melewatkan waktu bersama mereka."

Mendengar perkataan dari Fajar seketika Bulan merasa bersalah. Tidak seharusnya ia bertanya kepada Fajar perihal keseharian dari sang Ibu seolah-olah ia tidak mengenal sosok ibunya dan kebiasaan sang ibu. Padahal memang seharusnya yang lebih mengenali sosok ibu dan sikapnya adalah anaknya sendiri. Tapi karena jarak Dan waktu membuat Bulan merasa lebih jauh dari sang ibu.

Apa yang dikatakan oleh Fajar ada benarnya dan masuk ke dalam hatinya Bulan. Tidak ada lagi yang bisa ia dapatkan selain kembali ke pangkuan sang Ibu dan menghabiskan waktu lebih banyak dengannya. Terlebih ia mengingat kalau memiliki penyakit yang seperti bom waktu sewaktu-waktu bisa meledak dan merenggut nyawanya. Sebelum semuanya terlambat ia harus menghabiskan waktu bersama sang ibu mengulang semua momen-momen yang terlewatkan di masa kecil dahulu.

Tanpa terasa obrolan mereka sudah sampai penghujung waktu. Dikarenakan perlahan-lahan matahari mulai terbenam. Meski belum sepenuhnya tapi keadaan di sekitar sudah menandakan kalau waktu sudah tiba untuk Bulan segera kembali ke rumahnya. Sebelumnya terjebak kemacetan karena berbarengan dengan orang-orang yang kembali dari tempat wisata.

"Sayang sekali obrolan kita harus berakhir di sini. Sudah waktunya aku harus kembali karena sebentar lagi kalau aku telat bisa-bisa kejebak macet di jalan. Seandainya aku punya waktu lebih banyak pasti menyenangkan untuk bisa berlama-lama di tempat ini," kata Bulan kemudian bangkit dari duduknya membersihkan tubuhnya lalu hendak berjalan pergi meninggalkan tempat tersebut.

"Nanti jika kamu memang benar-benar mau main lagi ke sini aku akan membawamu ke suatu tempat yang lain dan mungkin kamu akan menyukainya juga. Tidak ada salahnya kalau seandainya kamu menghabiskan waktu menjadi anak pantai dan mengikuti kebiasaan anak-anak pantai. Apa kamu pernah makan ikan bakar yang baru saja ditangkap oleh nelayan? Rasanya begitu enak dan segar kamu pasti menyukainya," kata Fajar sembari berjalan menemani Bulan. Obrolan mereka berlanjut sembari berjalan menuju ke rumah ibunya Bulan.

"Aku belum pernah makan ikan bakar langsung di pinggir pantai. Aku yakin pasti itu suatu pengalaman yang menyenangkan. Aku jadi tidak sabar menunggu waktu yang tepat sampai aku kembali lagi ke tempat ini. Pokoknya kalau aku sampai pulang lagi ke sini aku pengen kamu bawa aku kemanapun itu yang jelas aku pengen jadi anak pantai coba-coba sesekali kalau cuma beberapa hari. Kamu tidak keberatan kan kalau aku repotin lagi?"

"Tentu tidak jika aku memiliki waktu luang. Kau tahu meskipun anak pantai aku juga memiliki kesibukan yang sama padatnya denganmu. Berdoa saja semoga pada saat kau datang pantai Sadang dalam keadaan tidak terlalu ramai pengunjung seperti sekarang. Karena kalau ramai mohon maaf aku juga memiliki kesibukan yang padat untuk melayani para pengunjung yang datang. Aku takut menelantarkanmu atau mengabaikanmu jika kau datang dalam keadaan ramai pengunjung. Jangan kecewa tapi begitulah kenyataannya."

"Tidak masalah kalau memang kamu memiliki kesibukan aku akan menunggu sampai waktunya luang. Pokoknya kamu harus berjanji sama aku kalau aku datang lagi ke tempat ini pada hari libur dan aku memiliki banyak waktu luang, kamu harus mengajakku menghabiskan waktu dengan aktivitas yang lebih seru dan menarik di tempat ini. Kamu mau berjanji padaku?"

Fajar tersenyum ia kemudian menganggukkan kepalanya seolah-olah menyetujui apa yang dikatakan oleh Bulan. Bulan kemudian membalas senyuman Fajar dengan senyuman pula. Sepanjang perjalanan kembali menuju rumah ibunya Bulan sesekali mereka mengobrol sampai tidak terasa mereka tiba di halaman rumah ibunya Bulan. Sang ibu yang kebetulan sedang keluar dari rumahnya mendapati kalau anaknya tengah berbicara akrab dengan Fajar. Sang Ibu merasa senang karena anaknya kini sudah tidak lagi merasakan beban kehidupan yang dirasakannya sehari-hari.

Sang Ibu merasa tepat menitipkan anaknya kepada Fajar. Karena ia ingin agar wajar membawanya dan menghiburnya. Mengobati rasa penatnya juga membagi beban pikirannya yang selama ini ia rasakan ketika bekerja.

"Kalian sudah pulang? Sebentar sekali jalan-jalannya. Bagaimana Bulan perasaanmu sekarang apa kamu merasa lebih baik dari sebelumnya? Kalau ibu perhatikan sih Fajar berhasil untuk membawamu menikmati pemandangan yang indah di pantai. Apakah benar begitu?"

Bulan hanya tersipu malu. Sementara Fajar juga salah tingkah karena mendengar perkataan dari ibunya pulang seolah-olah memuji dirinya karena berhasil untuk membuat anaknya merasa lebih baik dari sebelumnya.

"Aku harus segera kembali ke rrumah, Bu. Kalau seandainya nggak pulang sekarang nanti takutnya kejebak macet di jalan. Kapan-kapan aku akan balik lagi ke sini nanti insya Allah aku akan sempatkan untuk menginap di sini," kata Bulan berpamitan pada sang ibu.

"Ya sudah kalau begitu. Nanti kalau sempat usahakan main ke sini kunjungi Ibu. Nanti Ibu akan siapkan makanan kesukaan kamu. Kamu pokoknya hati-hati di jalan, ya, Nak."

"Iya, Bu. Aku permisi pamit dulu, ya. Ibu hati-hati di sini jaga diri baik-baik. Aku pamit pulang. Kamu juga terima kasih apa aja sudah mau mengajakku jalan-jalan hari ini sampai ketemu lagi lain hari. Assalamualaikum semuanya," kata Bulan berpamitan kepada orang tuanya dan juga Fajar.