"Nggak bilang dari awal kalau alasan kamu nyuruh aku ganti sepatu dengan sendal karena pasti nanti bakal masuk ke dalam sepatu. Tahu begitu lebih baik aku tadi menggunakan sendal aku pinjam dulu sendalnya Ibu ketimbang aku harus menggunakan sepatu malah jadi sengsara kayak gini," keluh Bulan sembari melihat ke arah sepatunya yang di dalamnya sudah terisi banyak pasir.
"Loh, aku kira kamu mengerti. Kita ini kan mau ke pantai Aku kira kamu sudah paham kalau pantai itu memiliki pasir. Ternyata kamu tidak berpikir ke sana. Kamu lebih berpikir setelah nanti kamu beres dari pantai agar kamu lebih mudah untuk pulang ke rumah tanpa harus menggunakan lagi sepatu."
"Aku baru ingat sekarang. Kalau pantai itu berpasir tahu gitu lebih baik aku ganti tadi sepatu dengan sendal. Aku akui aku salah dan kamu benar untuk saat ini. Aku minta maaf karena tidak mendengarkanmu lebih awal."
"Tidak apa-apa kamu tidak perlu meminta maaf. Toh sekarang kamu sudah mendapatkan jawabannya dan jawabannya itu aku rasa lebih kuat karena kamu merasakannya secara langsung. Tapi lebih baik menurutku sekarang kamu buka sepatunya jadi kamu lebih baik berjalan tanpa alas kaki. Sepatunya lebih baik kamu tenteng saja," perintah Fajar agar Bulan segera melepas sepatunya dan membawanya saja tanpa harus dikenakan.
Apa yang dikatakan oleh Fajar tentu saja membuat tanda tanya kembali timbul di dalam pikiran Bulan. Bagaimana mungkin ia akan berjalan di atas pasir tanpa menggunakan alas kaki. Menggunakan alas kaki yang tertutup seperti sepatu saja dia sengsara apalagi ia harus berjalan tanpa menggunakan alas kaki apapun. Pikirannya tidak bisa menerima apa yang dikatakan oleh Fajar Ia tetap bersikeras dan menolak meskipun dia sudah mengetahui kalau apa yang dikatakan oleh Fajar adalah sebuah kebenaran.
"Jadi aku harus nyeker gitu? Kayaknya nggak mungkin deh. Aku pakai sepatu aja sengsara gimana kalau misalnya aku nggak pakai sepatu. Ditaruh di mana aku bawa gitu? Nanti aku dilihatin banyak orang masa ia aku punya sepatu bukannya aku pakai malah aku tenteng," kata Bulan secara harus menolak perintah dari Fajar karena menurutnya itu tidak masuk akal sama sekali.
"Kamu masih mau membantah aku? Itu sih terserah padamu aku sudah memperingatkan juga kepadamu. Kalau kamu masih bersikeras dengan pemikiranmu lakukan saja aku tidak akan melarangnya. Setidaknya aku sudah memberitahumu untuk membuka sepatumu kalau sesuatu yang terjadi nantinya itu adalah resiko yang harus kamu tanggung karena melawan dan membantah perintahku. Sepatu berisi pasir belum seberapa nanti akan kamu temukan hal yang lebih menyebalkan dari sekedar sepatu yang berisi pasir," kata Fajar.
Mendengar hal tersebut Bulan merasa bingung. Antara harus menuruti perintah dari orang yang baru ia kenal atau mengikuti kata hatinya yang memilih untuk tetap menggunakan sepatu ketimbang ia harus menahan malu karena menggunakan sepatu tapi tidak pada tempatnya. Ia sebagai orang kota harus mengikuti apa yang dikatakan oleh orang pantai. Bulan diserang rasa dilema di dalam hatinya tapi keputusannya masih bulat egonya terlalu besar. Ia lebih mengikuti pemikirannya meskipun kata hatinya setuju dengan apa yang dikatakan oleh Fajar.
"Memangnya apa yang lebih menyebalkan dari sekedar sepatu berisi pasir? Berjalan di atas pasir dengan tanpa menggunakan alas kaki apapun dan menenteng sepatu lalu dilihat banyak orang? Begitu maksudmu?" tanya Bulan seolah-olah pertanyaannya itu meledek Fajar Yang pemikirannya tidak sepaham dengan Bulan.
Belum sempat Fajar memberikan jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan oleh Bulan. Tiba-tiba air laut naik dan menyapu pasir di pantai. Ombak yang cukup besar membuat air laut sampai bibir pantai dan mengenai sepatu dari Bulan. Bulan berteriak karena sepatunya harus basah sementara di dalam sepatunya berisi pasir. Fajar merasa puas Ia hanya menyeringai melihat tingkah laku Bulan yang sudah dua kali ia peringatkan Tapi tetap saja bersikeras dengan pendapatnya sendiri.
"Kenapa kamu nggak bilang kalau misalnya air laut yang justru mengenai sepatuku? Kalau tahu begitu lebih baik tadi aku copot dulu sepatunya. Kalau kayak gini kan yang ada sepatunya becek kena air laut ditambah bagian dalamnya harus terisi sama pasir. Jadinya bener-bener nggak nyaman sepatunya. Kalau sudah kayak gini apa aku harus copot juga sepatunya atau tetap membiarkan saja aku menggunakan sepatunya."
"Kan tadi aku sudah bilang sama kamu agar mencopot sepatunya terlebih dahulu. Tapi kamu sama sekali tidak mau mendengarkanku. Kamu cenderung menolak dan malah mempertanyakan alasanku Kenapa menyuruhmu untuk melepas sepatumu. Padahal belum lama beberapa menit yang lalu kamu sudah mendapatkan jawaban kenapa aku suruh mengganti sepatumu dengan sendal. Aku kira kamu benar-benar langsung sadar ternyata permintaan maafmu tidak berarti apa-apa. Ketika aku menyuruh sepatu untuk dilepas keadaannya ombak masih jauh andaikata kau tidak mendebatku dan langsung mencopotnya mungkin saja masih bisa diselamatkan sepatumu. Hanya berisi pasir saja dan tidak bercampur dengan air laut. Sekarang terserah padamu mau dicopot sudah terlanjur kotor atau tetap kau pakai kamu tidak merasa nyaman."
"Terus aku harus bagaimana? Menurutmu bagaimana harus ku copot atau aku biarkan saja?"
"Biarkan saja setidaknya meski kamu merasa tidak nyaman tapi kamu tidak harus menenteng sepatu yang sudah terlanjur kotor. Itu lebih baik menurutku. Setelah ini tidak akan ada lagi hal-hal yang membuatmu merasa jengkel kamu tenang saja. Selama kamu mendengarkan apa yang aku katakan semuanya akan berjalan baik-baik saja. Aku katakan kepadamu selamat datang di pantai dan selamat datang menjadi anak pantai. Kamu akan mulai terbiasa dengan ini."
"Ya sudah kalau misalnya katamu seperti itu aku akan menurutinya. Mulai sekarang aku akan mengikuti kata-katamu tanpa aku membantah sedikitpun. Aku yakin setelah aku mengikuti semua perkataanmu tidak akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan."
Setelah merasakan atas keras kepalanya sikap Bulan. Ia sepakat pada dirinya sendiri untuk mengikuti segala perintah dan perkataan dari Fajar. Ia tidak ingin hal yang membuatnya jengkel kembali terjadi. Ia ingin menghabiskan waktu di pantai dalam keadaan yang senang dan gembira. Menikmati pemandangan indah dari pantai sekaligus mendengarkan desiran ombak yang membuat ketenangan hadir. Ia berjalan bersama Fajar. Pria itu membawanya ke suatu tempat yang cukup jauh dari bibir pantai.
Bulan tidak merasa curiga sedikitpun Ia hanya mengikutinya. Sudah menaruh rasa percaya kepadanya sepenuhnya. Lagi pula pria tersebut sudah berjanji kepada ibunya agar menjaganya dan jangan sampai hal-hal buruk terjadi kepada Bulan. Mereka pun tiba pada sebuah tempat yang dikelilingi oleh tebing-tebing tapi memiliki hamparan pasir yang mempesona. Fajar dengan bangga memperkenalkan tempat yang sering ia kunjungi untuk menenangkan diri. Bulan benar-benar terpukau dengan keindahannya.