Chereads / Cahaya Terakhir Bulan / Chapter 18 - Dikecewakan sang ayah

Chapter 18 - Dikecewakan sang ayah

Hari ini Bulan memasuki hari yang mana ia sangat tidak menyukainya. Dikarenakan pada hari ini ia tidak berangkat pergi untuk bekerja. Praktis kebiasaan setiap hari yang ia lakukan harus terhenti pada hari ini karena hari ini adalah hari libur atau hari Minggu. Waktu ketika para pekerja lebih memilih menikmati waktu liburnya untuk beristirahat atau untuk pergi menenangkan diri dengan berlibur bersama orang-orang terkasih. Hal yang berbanding terbalik yang dirasakan oleh Bulan dikarenakan ia tidak memiliki rencana apapun atau pergi kemanapun dengan siapapun sehingga praktis ia hanya berdiam diri di rumah saja menunggu hari berganti kembali menjadi hari Senin.

Tentu keadaan seperti ini membuat Bulan merasakan kebosanan. Ia juga menjadi teringat dengan rasa sakit dan penyakit yang diderita. Kondisi ini tentu sangat tidak bagus untuk kesehatannya. Pikirannya tidak bisa dalam tekanan terlebih dalam memikirkan penyakitnya yang semakin parah lambat laun. Bulan yang tidak memiliki rencana apapun kemudian mencoba untuk memulai aktivitasnya sendiri. Ia mencoba membersihkan rumahnya mencuci pakaiannya dan melakukan apapun sebisa yang ia lakukan untuk mengisi kekosongan hari liburnya. Akan tetapi ketika semuanya sudah ia kerjakan ya kembali termenung dan bingung akan melakukan hal lain apa pada hari ini untuk membunuh waktu sampai hari esok tiba.

"Aku sudah melakukan semuanya hari ini. Aku sudah mencuci pakaianku, aku sudah mencoba membersihkan seisi rumah, bahkan aku mencoba melakukan hal apapun yang menurutku bisa membunuh waktu lebih lama. Tapi semuanya sudah kulakukan dan waktu tetap saja masih lama untuk menuju hari esok. Aku bahkan sudah tidak tahu harus melakukan apapun lagi sekarang," gumam Bulan sembari duduk termenung.

Dalam lamunannya Bulan tiba-tiba teringat untuk menghubungi sang ayah. Satu-satunya cara yang dapat dia lakukan untuk mengisi kekosongan hari libur adalah dengan mengunjungi sang ayah. Tentu hal ini sangat efektif dikarenakan jika ia bertemu dengan sang ayah tentu akan menghabiskan waktu paling tidak beberapa jam sehingga begitu ia kembali ke rumah keadaan hari sudah mendekati malam. Bulan yang mendapatkan ide secara tiba-tiba tersebut segera bangkit dan meninggalkan lamunannya yang singkat tadi ia lakukan. Ia segera beranjak mengambil ponselnya ke dalam kamar untuk segera menghubungi sang ayah.

Ia harus lebih dulu menghubungi sang ayah untuk mengetahui di mana posisinya berada. Sekaligus meminta izin kepadanya untuk dikunjungi karena jika tidak meneleponnya terlebih dahulu dikhawatirkan Bulan akan sulit untuk menemui sang ayah dikarenakan kesibukannya terhadap pekerjaannya yang sangat luar biasa. Sosok pekerja keras yang bahkan tidak tahu kapan hari libur dan waktu berkumpul untuk keluarga. Semuanya dihabiskan hanya untuk pekerjaannya saja.

Begitu ponsel sudah digenggam di tangannya Bulan hendak menghubungi nomor sang ayah. Akan tetapi tiba-tiba rasa ragu itu muncul dari dalam hatinya. Bagaimana tidak? Beberapa hari yang lalu begitu ia sedang membutuhkan penyemangat Ia lalu menghubungi sang ayah. Pada saat itu ia meminta kepada sang ayah untuk meluangkan waktu sebentar saja untuk bertemu dengannya. Tapi justru yang dia dapatkan adalah penolakan secara halus dikarenakan sang ayah sedang sibuk mengurus pekerjaannya. Hal itu yang mendasari keraguan timbul dalam hati Bulan takut kalau usahanya kali ini bertemu dengan sang ayah kembali gagal. Ia takut kembali mendapatkan penolakan dan kembali merasakan kecewa karena keinginannya bertemu dengan sang ayah tak juga terealisasikan.

Bulan menarik nafas dalam-dalam untuk mencoba menyingkirkan rasa keragu-raguan di dalam dirinya. Ia mencoba kembali berpikir positif dengan harapan kalau sang ayah mau bertemu dengannya pada hari ini. Karena alasan mendasar yaitu hari ini merupakan hari Minggu tentu para pekerja akan memilih untuk beristirahat. Mengistirahatkan tubuh dan pikirannya sebelum menjalani hari yang sibuk dan padat di keesokan hari.

"Semoga saja Ayah mau bertemu denganku hari ini. Aku yakin dia sedang beristirahat hari ini dan tidak sedang sibuk mengurusi pekerjaannya," ujar Bulan sembari menunggu sambungan teleponnya dijawab oleh sang ayah.

[Halo, ia ini siapa?] Kata seorang lelaki dari ujung panggilan telepon.

[Halo Ayah bagaimana kabar Ayah? Apakah semuanya baik-baik saja?] sahut Bulan sangat antusias begitu mendengar suara sang Ayah.

[Oh ini kamu, Nak. Ayah pikir tadi siapa yang menelpon pagi-pagi begini. Keadaan Ayah hari ini sangat amat baik semuanya berjalan dengan lancar. Bagaimana dengan kamu apakah semuanya baik-baik saja di sana? Apakah kamu dalam kondisi yang baik?]

[Kenapa Ayah menjawab panggilan teleponku seolah-olah mendapatkan telepon dari nomor yang tidak Ayah kenal? Apa jangan-jangan nomor kontakku tidak Ayah simpan di ponsel Ayah?] Bulan merasa curiga.

[Kamu jangan salah paham begitu, Nak. Bukan Ayah tidak menyimpan nomor kontak ponselmu melainkan memang HP Ayah kemarin sempat error. Sehingga semua database mengalami reset kembali ke setelan pabrik. Bukan hanya nomor kontakmu yang menghilang tapi banyak nomor-nomor kontak dari perusahaan dan orang-orang penting seperti klien-kliennya Ayah yang turut menghilang. Beruntung ketika kamu menghubungi Ayah. Ayah jadi kembali memiliki nomor ponselmu. Sekarang Ayah bisa kembali menyimpannya,] kata sang ayah menepis kecurigaan dari Bulan kalau nomornya tidak disimpan olehnya.

[Oh begitu. Aku mau hubungi Ayah Karena pada hari ini Aku merasa sangat amat bosan. Tidak ada aktivitas yang bisa aku lakukan kecuali semuanya sudah. Aku tidak memiliki rencana untuk pergi kemanapun sehingga aku menghubungi Ayah karena ingin mengunjungi dan bertemu dengan Ayah. Aku yakin hari ini Ayah juga sedang tidak sibuk mengurusi pekerjaan. Sehingga bisa untuk bertemu denganku walau hanya sebentar. Ayah bisa kan bertemu denganku pada hari ini?]

Mendengar permintaan dari anaknya. Sang ayah tidak lantas menjawab melainkan terdiam untuk beberapa saat. Diamnya sang ayah menimbulkan tanda tanya dalam hati Bulan. Ia mulai kembali merasakan harap-harap cemas takut kalau permintaannya tidak dapat dipenuhi oleh sang ayah dan berakhir pada kekecewaan.

[Ayah kenapa diam saja? Ayah bisa kan bertemu denganku pada hari ini? Hari ini kan hari Minggu tidak mungkin ayah sedang sibuk mengurusi pekerjaan pasti hari ini ayah memiliki waktu luang. Ayah sangat jarang sekali menyibukkan diri ketika hari sedang libur. Hari Minggu bukankah merupakan hari yang tepat untuk beristirahat dan meluangkan waktu berkumpul dengan anggota keluarga terlebih aku yang merupakan anak Ayah. Bagaimana, Yah? Aku menunggu jawabannya?] desak Bullan agar sang ayah mau memberikan jawaban.

[Ehm, bagaimana, ya, Nak. Ayah tidak ingin mengecewakanmu. Seorang Ayah tentu sangat ingin bertemu dengan anaknya. Terlebih sejak terakhir kali kita bertemu. Sejak saat itu Ayah selalu merindukan pertemuan kita. Ayah tentu sangat ingin bertemu denganmu Bulan. Tapi ...,]

[Tapi apa, Yah? Kalau ayah juga merindukanku. Seharusnya Ayah mau bertemu denganku. Apalagi yang Ayah tunggu? Hari ini hari minggu. Ayah pasti libur dan memiliki waktu luang. Tidak ada lagi alasan untuk menolak bertemu denganku. Jangan bilang Ayah tidak bisa bertemu denganku hari ini dan lebih memilih untuk sibuk dengan pekerjaannya Ayah. Jawab, Yah!] Bulan semakin mendesak sang ayah agar jujur kepadanya. Bulan sangat ingin bertemu dengan sang ayah.

[Maaf, Nak. Bukna maksudnya Ayah mengecewakanmu. Ta-tapi, Ayah sudah memiliki janji bertemu dengan klien pada hari ini. Dikarenakan pada hari biasa tidak ada waktu yang tepat untuk bertemu. Hari minggu inilah waktu yang pas untuk bertemu dengannya. Maaf sekali lagi karena menolak ajakan mu untuk bertemu. Tapi janji Ayah bertemu dengannya sudah sejak lama dan baru bisa terealisasikan pada hari ini. Maafkan Ayah, Nak,] ujar sang ayah menjelaskan semuanya.

Bulan benar-benar merasakan kekecewaan. Seketika saja bibirnya terkunci dan tak bisa berkata-kata. Ia mencoba menahan tangisnya karena kecewa. Matanya berkaca-kaca seketika. Bibir berusaha ia gigit kuat-kuat agar tak menangis. Rasa kesal dan marah memuncak dalam dirinya. Rasa ingin meledak ia coba untuk ditahan. Tidak boleh ia menunjukkan perasaan kecewa itu pada sang ayah. Meskipun ia ingin sekali meledak dan mengungkapkan semuanya. Agar sang ayah mengerti apa yang sedang ia rasakan dan apa yang sangat sedang ia butuhkan.

Pisang anak yang tiba-tiba terdiam setelah mendengar penjelasan darinya. Membuat sang ayah merasa amat bersalah. Ia mencoba untuk kembali mengajak Bulan berbicara agar ia tahu kondisi sang anak pada saat ini.

[Bulan, kenapa kamu diam saja? Kamu marah, ya, sama Ayah? Maafkan ayahnya tapi sepertinya memang waktu belum bisa untuk bertemu pada saat ini. Tapi ayah janji dalam waktu dekat mungkin suatu saat kita dapat bertemu. Ayah juga tidak ingin dalam kondisi yang seperti ini terus-terusan. Tapi mau bagaimana lagi, Nak? Pekerjaan ini seolah-olah mengikat ayah seakan-akan ayah menjadi budak dari perusahaan. Ayah rasa kamu sudah dewasa dan dapat mengerti apa yang ayah maksud. Ayah meminta sekali lagi pengertian darimu Dan berharap kamu tidak marah dan kesal pada Ayah,] bujuk sang ayah meminta pengertian dari Bulan anaknya.

Sambil mencoba mengendalikan diri dan menahan segala amarah Bulan berkata, [iya, Yah, tidak apa-apa. Aku mencoba untuk mengerti semuanya. Aku tahu, Aku memiliki sosok seorang ayah yang bekerja keras dan sangat amat memprioritaskan pekerjaannya. Aku sebagai anak tentu tidak bisa menghalangi hal tersebut atau memintamu untuk meluangkan waktu sedikit saja untuk bertemu denganku. Aku sangat mengerti kesibukanmu ya bahkan ketika hari libur sekalipun pekerjaan tetap nomor satu Aku sangat mengerti tentang hal itu. Bulan sama sekali tidak marah pada Ayah. Ayah tenang saja semuanya akan baik-baik saja. Seperti yang dikatakan oleh ayah kita akan bertemu di waktu yang tepat suatu saat nanti. Jaga diri ayah baik-baik. Jaga pula kesehatan Ayah jangan sampai karena pekerjaan yang terlalu banyak Ayah menjadi sakit. Bulan menyayangi Ayah.]

Belum sempat mendapatkan jawaban dari sang Ayah, Bulan langsung mematikan ponselnya. Panggilannya langsung diakhiri karena sudah tidak kuat lagi untuk menahan tangisnya. Tepat setelah panggilan tersebut berakhir air mata langsung jatuh ke pipinya. Ia menangis sesegukan karena mendapati kenyataan kalau dirinya merasa kecewa untuk kesekian kali. Perasaannya benar-benar campur aduk dibuat oleh orang yang ia kira berbeda dengan yang lainnya. Sosok yang ia kira menjadi penyemangat ternyata juga melukainya.