Mata pria itu membulat sempurna karena pesan tersebut, dia mencoba menyambar ponsel tersebut lalu menelepon nomor seseorang tersebut dan nyaris saja aktif namun si empunya handphone tak kunjung menjawab panggilan masuknya.
"Sial! Dia tidak menjawab teleponnya," ucap Daniel menggertakkan giginya.
Setelah tidak ada jawaban, Gladis pun mencoba meneleponnya menggunakan ponselnya sendiri, siapa tahu saja diangkat. Tetap saja sama seperti sebelumnya, lalu Gladis mencoba menelepon teman kerjanya di bidang telekomunikasi dan meminta bantuannya.
"Hallo, Za. Tolong kau periksa nomor ini yang telak aku kirimkan kepdamu ya sekarang," ucap Gladis dengan nada suara yang datar.
["Baiklah, aku periksa dulu."]
Gladis yang masih terus memegang ponselnya sejak tadi terus menunggu dengan sabar meski sebenarnya ia sangat khawatir bahwa yang melakukan pembunuhnan itu adalah tersangka yang sama seperti dugaannya.
Bukan hanya itu saja kini Daniel juga terus mencari bukti jikalau ada sesuatu barang yang bisa dijadikan bukti. Bukan tidak mungkin tersangka mninggalkan jejak, "Apakah ada yang kalian temukan selain ponsel milik korban?" tanya Daniel dengan melirik anggota penyidik.
"Saat ini kami hanya menemukan itu saja, Pak! Anehnya tersangka begitu rapi membunuh korban hanya satu bekas yang menempel di tubuh korban adalah bekas jari tersangka namun sayang tersangka tidak bisa diidentifikasi," tutur pria itu meliriknya.
"Sudah pasti tersangka menggunakan sarung tangan karet," tebak Daniel meliriknya.
"Benar dugaan Bapak," jawabnya dengan anggukan kepala.
Mereka berdua mengulangi memeriksa korban lagi, bila saja di tubuh korban ada sesuatu yang terlewat. Daniel menelisik tajam ke arah wajah korban banyak sekali memar yang membekas di sudut bibirnya, langkahnya terhenti tatkl melihat sebuah tanda di leher perempuan itu, sebuah gigitan manusia dan lekas saja Daniel langsung meminta bagian forensik untuk memeriksanya.
"apakah bekas gigitan seperti vampier itu bisa diidentifikasi?" taanya Daniel ingin tahu.
"Kami sedang memeriksanya, Pak! Butuh waktu satu hari untuk mengetahuinya," balasnya langsung memeriksa gigitan tersebut.
Merasa masih harus menunggu lagi, pria itu mulai geram karena dari sekianbanyak korban tidak da tanda-tanda pembunuh bahkan sang mantan Claritta yang dinyatakann tersangka kini telah bebas. Memang bukan pria itu melakukannya karena dia memiliki alibi yang kuat di saat Claritta tewas.
Bakan sang kekasih pria itu pun mengungkapkan bukti bahwa bukan Tama pelaku yang sebenarnya. Melirik Gladis yang sedang berteleponan kepas temannya, pria itu langsung mendekatinya lalu memberinya sebuah isyarat apakah mereka menemukan lokasi terakhir tersangka tersebut.
Menatap gadis itu menggelengkan kepalanya membuat Daniel harus berusaha keras lagi dari sebelumnya. Entah mengapa semua ini sudah semakin runyam saja, tidak ada yang bisa pria itu lakukan selain menunggu hasil dari pemeriksaan hari ini.
Tiba-tiba saja Gladis langsung mendekati Daniel yang tengah dudk sambil meneyeruput kopinya karena kebiasaan yang dimiliki oleh Daniel di kala pria tampan itu sedang bingung maka kopi adalah solusinya.
"Pak, Reza mengatakan bahwa lokasi terakhir pembunuh itu adalah di sini," ucapnya dengan wajah serius.
"Apa maksudmu?" Daniel langsung beranjak dari duduknya lalu berlari dan membagi beberapa polisi serta anak buahnya untuk mengepung villa tersebut.
"Periksa semua kamar di dalam villa ini! Jangan sampai ada yang terlewat," teriak Daniel memberi perintah.
Semua anggota kepolisian bergegas memeriksa semu kamar yang ada di villa tersebut dan terlebih dahulu mereka meminta bantuan dengan empunya villa dan syukurnya perempuan itu mengizinkannya.
Malah perempuan itu juga mengerahkan dua anak buahnya untuk ikut membantu sedangkan seorang pria bertopi putih yang bertengkar dengan empunya villa tadi langsung saja bertanya pada anggota kepolisian apakah mereka sudah menemukan pembunuhnya atau belum.
"Kalian ini polisi, harusnya dengan cepat menemukan pelaku pembunuhan ini, bagaimana bisa kalian belum menemukan orang yang telah tega membunuh kekasihku." Pria iu terus saja mengumpat kesal.
Entah mengapa Daniel ynag melihatnya merasa ada yang aneh dari pria itu. Meras ada yang janggal, Daniel langsung saja mengikuti ke mana pria itu pergi hingga tepat di sebuah toilet pria, dia menghentikan langkah kakinya lalu masuk ke dalam toilet.
Daniel juga ikut masuk ke dalam seraya mengambil toilet yang bersebelahan dengan pria bertopi putih tadi. "kenapa aku curiga padanya?" decak Daniel berdiri di dinding yang menjadi pembatas ruangan tersebut.
Mendengar derit pintu, maka sudah pasti pria itu telah keluar. Daniel bergegas cepat takut kehilangannya, dia berlari dengan sangat terburu-buru sekali hingga akhirnya matanya membulat sempurna ketika pria itu berdiri melirik ke kanan dan ke kiri dengan pakaian yang sudah digantinya kini penampilannya sudah berbeda dari sebelumnya.
"Perasaan dia tadi tidak membawa apapun?" gumam Daniel terus saja berjalan pelan dan mengendap-ngendap takut bila ketahuan.
Cukup lama Daniel menunggu pria itu berdiri di sebuah area parkiran dan menelepon seseorang. Berulang kali pria itu melakukan hal yang sama, dia mondari-mandir seraya dengan menempelkan benda pipih berwarna putih di samping telinganya.
"Lama amat tuh pria berteleponan! Tidak tahu apa kaki sudah lelah banget berdiri di sini," keluhnya terus menunduk sambil meregangkan otot kakinya.
Beberapa kemudian, pria itu akhirnya angkat kaki dari tempat itu lalu membuang sebuah kantong plastik di tong sampah. Lalu kembali ke mobil, "Sepertinya feelingku saat ini salah! Tak ada yanag mencurigakan dari pria tadi."
Namun, Daniel kembali menghentikan langkahnya dan memutar tubuhnya kembali, "Tetapi apa yang ada di kantong plastik tadi?" tanyanya langsung saja mengerutkan dahinya dan terus berjalan lurus ke depan mendekati tong sampah.
Memasang masker dan sarung tangannya terlebih dahulu, Daniel baru membuka penutup tong sampah tersebut dan melihat apa yang ada di dalam kantongplastik berwaran hitam yang dibuangnya tadi.
Baru saja ingin membuka kantong plastik tersebut, teleponnya tiba-tiba saja berdering. Daniel langsung merogoh saku celananya dan melihat siapa yang ttelah menelepon.
"Halo, Dis? Ada apa?" tanyanya dengan suara bariton khas miliknya.
["Halo, Bapak di mana sekarang?"]
"Aku sedang berada di parkiran," jawabnya langsung saja membuat kerutan di kedua alisnya.
["Apa Bapak melihat pria yang mencurigakan? Tersangka itu baru saja keluar dari vill ini?"]
"Apa maksudmu, Dis? Saat ini tidak ada mobil yang keluar," Daniel mematikan sambungan telepon tersebut setelah mendengar seseorang memanggilnya.
"Pak, apakah anda lihat pria yang mengenakan baju serba hitam tadi?" tanya pria berseragam itu.
"Baju hitam? Bukankah itu pria yang ta--" Daniel mengatupkan bibirnya ketika mengingat itu adalah ciri-ciri pria yang dia ikuti tadi.
Daniel memutar tubuhnya lagi lalu memeriksa kantong plastik yang ada di tong sampah itu dan membukanya langsung. Seketika itu pria tampan tersebut ternyalang kaget dengan isi di dalam kantong tersebut.
"Sial! Bagaimana bisa aku ta--" Daniel terbata-bata berbicara.