Tidak ingin mengecewakan gadis itu dan mulai menuruti keinginannya, Daniel meminta Gladis untuk tetap dalam pengawasannya di saat ia akan bertugas besok, "Bagiku keselamatanmu adalah yang nomor satu jadi utama kan hal itu," ucapnya terus memperingatkan gadis itu.
"Siap, Pak," jawabnya menganggyk.
Melihat gadis itu sudah masuk ke dalam kamarnya, Daniel pun ikut masuk karena merasa ada sesuatu hal yang sangat menganggu pikirannya. Saat itu juga, Daniel langsung menelepon Reno agar mempersiapakn rencananya.
"Aku harap rencana kita ini jangan sampai gagal?" ucapnya memberi perintah dan berharap sekali apa yang telah direncanakan dapat berhasil.
["Baik, Pak. Semoga saja sesuai dengan rencana."]
"Baiklah kalau begitu, besok aku akan datang keana tepat pukul 5 shubuh, kau harus tiab di sana lebih cepat dariku bersama Boy," titahnya memberi perntah.
["Baik, Pak."]
Setelah itu, Daniel langsung saja mematikan sambungan telepon tersebut secara mendadak karena mendengar Gladis yang berteriak begitu histeris, berlari dengan secepat kilat pria tampan itu langsung menanykan apaa yang sebenarnya terjadi.
Mendapati gadis itu tengah berlumuran darah membuat Daniel langsung saja mengambil kotak yang sejak tadi dipegangnya dan dia sangat penasaran sekali dengan isi di dalam kotak tersebut. Setelah mengetahui isi di dalam kotak tersebut. Matanya tiba-tiba saja membulat sempurna dan langsung membawa kotak tersebut keluar dan membuangnya ke dalam tong sampah.
"Siapa yang telah mengirim ini?" gumam pria itu langsung kembali masuk ke dalam.
Mengingat bagaimana respon Gladis sesaat melihat benda tersebut, Daniel langsung saja menghampiri gadis itu, lalu menarik tangannya dan menuju ke kamar mandi, Daniel ikut mencuci tangan Gladis yang penuh noda darah.
"Kau tak perlu takut! Bukankah kau itu seorang detektif," sindirnya dengan sengaja agar membuat perempuan itu sadar dan tidak bengong lagi.
"Aku tahu, Pak. Namun, melihat banyak darah segar itu mengingatkanku dengan kejadian beberaa tahun lalu, meski di dalam kotak tersebut hanya bangkai ayam, setidaknya itu sebuah peringatan untuk kita," tuturnya mengingtakna Daniel.
"Aku tahu, tetapi apakah kau bisa menebak siapa orang yang telah mengirim itu atas namaku?"
Gladis langsung menggelengkan kepalanya, lalu kleuar dari kamar mandi dan menghempaskan pantatnya di atas sofa. Terdiam sejenak gadis itu ternyata sedang berppikir keras, siapa pengitim benda aneh itu kepada Daniel. Tidak lupa pula, perempuan itu terus menatap Daniel.
"Apakah Bapak memiliki seorang musuh?" tanya Gladis ingin tahu karena bila sang atasan memiliki musuh sudah pasti adalah orang itu adalah pelakunya.
Daniel hanya tersenyum tipis menannggapi pertanyaan gadis itu dan langsung menjawab, "Seorang yang bekerja di kepolisian tentu banyak sekali musuh jadi tidak terlalu heran bila hal seperti ini akan terjadi."
Gadis itu membuat kerutana di kedua laisnya dan tidak menyangka bila Daniel bisa sesantai itu mnanggapi sebuah teror untuknya, bukankah kotak tersebut berarti bahwa saat ini Daniel dalam pengawasan seseorang.
"Kenapa Bapak santai sekali menanggapi hal sepert ini?" tanya Gladis ingin tahu.
"tentu saja, aku harus santai dan tetap tenang karena jika aku takut maka apa gunanya jabatanku ini," ketusnya langsung beranjak dari duduknya.
Gladis masih diam terpaku di tempat karena jawaban Daniel tadi merupakan sebuah contoh yang patut ditiru, meski terkadang Gladis masih sering gemetar bila melihat darah segar namun profesinya sebagai seorang polisi harus bisa menepis semua itu agar bisa tetap tenang dalam menghadapi sesuatu hal.
Ia juga manusia biasa karena terkadang Gladis masih bisa menutupinya rasa takutnya itu dengan sebuah obat penenang. Gladis bangun dari duduknya dan melangkah masuk ke dalam kamarnya untuk mencari penghilang rasa takutnya itu, meneguk satu tablet. Gladis langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur dan beristirahat sejenak.
"Aku harus menjadi Gladis yang kuat dan tidak boleh lemah! Bukankah menjadi seorang polisi adalah keputusan dan keinginanku sejak dulu. semua ini demi ayah dan ibu," gumamnya menguatkan dirinya yang sedang merasa lemah.
"Aku harus bisa menemukan pembunuh orang tuaku itu," timpalnya lagi terus mengepalkan jemarinya kesal.
Beberapa menit kemudian, Gladis pun membuka matanya dan tidak menyangka ia bisa tertidur, lalu bangun dan menuju keluar kamar. Bagaimana tidak, saat itu perutnya terus saja keroncongan dan ia melupakan makan malamnya padahal jam sudah menujukkan pukul delapan malam.
Gadis itu menghentikan langkahnya tatkala melihat seseorang yang tengaha berdiri di depan kompor sambil memegang teflon dengan begitu ahli, entah apa yang dia masak. Gladis tidak ingin melewatkan hal tersebut, lalu dia duduk sambi menatap Daniel yang sedang masak di dapur.
Perempuan itu bertepuk tangan sangat histeris sekali ketika melihat Daniel, bak koki hebat ala korea yang ada di televisi itu hingga membuat Gladis terpelongo tak percaya melihat keahlian Daniel yang tersembunyi.
"Wah, aku tak menyangka ternyata pak Daniel sehebat itu dalam memasak!" pujinya sambil bertepuk tangan karena kagum.
"Kenapa selama ini aku tidak tahu kalau Bapak bisa memasak? Aku pikir Bapak tidak bisa memasak," timpal Gladis sedikit menyindir karena ynag dia tahu Daniel belum pernah memasak sebelumnya.
Daniel tersenyum tipis mendengar sindiran anak buahnya itu dan langsung menyebutkan alasannya untuk tidak memasak karena di saat dia sudhamenyiapkan makanan mewah kesukaan kekasihnya malah pada saat itu juga beliau kehilangan Dania.
"Oh jadi Bapak sedikit trauma! Tetapi aku sangat penasaran sekali dengan rasa masakan ini," ucap Gladis langsung menarik piring yang sudah tertata rapi di atas meja dan siap menjadi juri dari makanan yang telah dimasak oleh Daniel tadi.
Ada tiga menu dalam yang dihidangkan, setelah mencicipinya satu-persatu. Rasanya Gladis tidak ingin menyudahi makannya karena citra rasa makanan tersebut benar-benar enak.
"Makanan ini lebih enak daripada masakanku, Pak! Benar-bena tidak bisa terkalahkan, mau tambah lagi ya, Pak," ujarnya dengan mulut yang kembung karena penuh dengan makanan.
Melihat itu, Daniel terkekeh karena melihat Gladis yang seperti orang rakus menghabisi makanan yang dimasaknya sampai tidak ada sedikit pun yang tersisa. Dia beranjak dari duduknya untuk membereskan meja makan namun Gladis melarangnya dan membiarkan gadis itu saja yang membreskannya.
Daniel pun meninggalkan ruang makan dan menuju ke ruang tengh, berniat inginmemeriksa ponselnya adakah seseorang yang menghubunginya. Tidak meleset dari dugaan pria tampan itu ternyata ponselnya penuh dengan nama Reno dan juga Bagas. Entah beberapa kali dua anak buahnya itu menelepon membuat Daniel yang mulai penasaran langsung saja balik menghubungi mereka.
Namun, setelah memnggil beberapa kali. Dua anak buahnya itutak juga menjawab panggilan teleponnya hingga membuatnya bingung tidak karuan, lalu daia meminta Gladis untuk menghubungi anak buahnya yang lain dan menanyakan perihal Boy dan juga Reno.
Tiba-tiba saja, Gladis langsung berlari mendekati Daniel dan menatap pria itu. Belum sempat berkata karena nafasnya yang masih tersengal.
Malah Daniel yang langsung mengajukan pertanyaan, "Apa ada kabar dari mereka?"