"Pak, tadi aku merasa ada seseorang yang aneh di sana," ucap Gladis seraya menarik tangan Daniel dan menunjuk satu jarinya ke arah seorang pria yang tengah berdiri di lorong kamar.
Mereka mengernyitkan dahinya ketika melihatnya berlari menjauh dari mereka, spontan saja dua orang itu langsung mengejarnya karena pria itu nampak mencurigakan sekali. Semua mata terus saja menatap ke arah mereka yang tengah sedang mengejar pria tak dikenal.
"Kenapa pria itu berlari, aku rasa ada sesuatu yang aneh," gumamnya dengan nafas terengah-engah.
"Sepertinya iya, pak," balas Gladis langsung menyusul Daniel.
Tiba-tiba saja, pria tak dikenal dengan mata melotot tajam itu mengedipkan sebelah matanya ketika menutup sebuah ruangan di depannya. Pintunya tertutup seketika itu dan dua orang itu tak bisa membukanya.
"Sial! Siapa pria itu dan mengapa kita kehilangannya dan ruangan itu kenapa tidak bisa dibuka," geram Daniel terus saja memaksa membuka ruangan tertutup.
Daniel meminta bantuan Boy dan Reno untuk membantu mereka, tetapi sayangnya tak ada jawaban dari dua pria tersebut. Hampir 15 panggilan tak terjawab dua pria itutak juga mengangkat panggilan teleponnya.
Gladis mulai curiga, matanya menyorot tajam ke arah ruangan yang mereka lewati tadi, gadis itu langsung menarik tangan Daniel dan mengajak pria itu mengikutinya. Mata mereka berdua terbelalak kaget ketika melihat dua pria berjaket hitam dengan menggunakan topeng menyeret dua pria menuruni anak tangga.
"Apa yang dilakukan pria itu?" batin Gladis mengerutkan dahinya. Tak lain dua pria yang sedang diseret itu adalah Boy dan Reno dengan kaki dan tangan terikat. Pria bertopeng terus menatap ke arah Daniel dan Gladis, seolah memberi isyarat. Di saat mereka ingin mendekat, ruangan tersebut langsung saja tertutup.
Entah kenapa villa itu banyak sekali ruangan yang tersembunyi layaknya seperti lift yang di tutup oleh pintu besi. Gladis memeriksa tiga pintu besi yang bersebrangan dan jaraknya tidak jauh. Gadis itu merasa aneh dengan tiga pintu itu dan bagaimana bisa pintu tersebut terbuka dan tertutup sendiri tanpa ada tombol di samping pintu.
"Aku rasa pintu ini mem--" Belum juga Gladis membungkam mulutnya, Daniel langsung saja memotongnya, "Kau benar bahwa pintu tersebut mempunyai kunci remote."
Mereka mengeluarkan alat pendeteksi tombol siapa tahu saja ada tombol tersembunyi yang terpasang. Mereka berdua menyentuh setiap dinding pintu besi, jika saja menemukan hal yang mencurigakan. Langkah Daniel terhenti ketika dirinya menyenyuh sebuah tombol kecil berwarna merah.
"Tombol apa ini." Pria itu langsung saja menekannya dan salah satu pintu besi tersebut terbuka.
Mereka saling memandang satu sama lain dan melangkah masuk ke dalam pintu tersebut dan alangkah terkejutnya Gladis dan Daniel ketika mendapati ada ruangan bawah tanah di sana. Mereka berjalan menuruni anak tangga perlahan dengan terus berhati-hati jikalau saja ada perangkap di sana. Di ujung tangga terlihat dua buah ruangan gelap dan begitu suram.
"Haruskah kita berpisah di sini, pak?" tanya Gladis meliriknya.
"Tak perlu! Kita sudah kehilangan Boy dan Reno, mana mungkin aku mau kehilanganmu juga, Dis," jawabnya langsung menyuruh Gladis melangkah maju di depannya.
Daniel juga meminta Gladis untuk terus berdekatan dengannya karena dia takut bila saja ada perangkap yang tersembunyi. Langkah Gladis terhenti ketika menoleh ke arah tempat yang sangat menyilaukan matanya. Lampu terang benderang sekali sehingga sangat membuat mata menjadi sakit melihatnya.
"Ruangan apa itu, Pak?" tanya Gladis sangat penasaran.
"Tunggu dulu!" Daniel langsung menarik tangan gadis itu ketika melihatnya ingin langsung ke ruangan tersebut, mengingat hanya mereka berdua saja, Daniel takut kalau itu hanyalah jebakan dari pria bertopeng tadi.
"Kita harus waspada sampai rombongan anak buahku tiba ke sini," bisik Daniel pelan.
Gadis itu mengangguk dan mengikuti saran Daniel karena ia juga tidak ingin salah satu dari mereka terluka. Sepertinya villa ini memiliki banyak ruang rahasia sangat sulit bagi mereka untuk memeriksanya satu persatu. "Siapa sebenarnya pria bertopeng itu?" batin Gladis bingung.
Langkah Daniel terhenti ketika kakinya menginjak sesuatu benda yang keras.
Brakkk
Daniel terperosok masuk ke dalam sebuah lubang dan beruntungnya Gladis cepat menolongnya sehingga sebelum tubuhnya semakin dalam masuk, tangan Gladis sudah menahannya. Gadis itu mengeluarkan tali tambang yang ada di dalam ranselnya dengan tangan kirinya. Ia masih bertahan dengan kedua kakinya tersangkut di sisi besi tangga.
"Bertahanlah, Pak," ucap Gladis langsung melemparkan ikatan tali ke arah tangga yang mempunyai bobot besar untuk menahan beban berat tubuh Daniel.
Ia menguatkan ikatan tali tersebut dari jarak jauh. Selama beberapa kali gagal, Gladis baru bisa berhasil ketika mencoba 14 kali mengaitkan tali tersebut ke arah tangga karena ada besi yang menepel dari balik pintu tadi.
"Ayo, Pak! Siap," ucap Gladis seraya menarik tangan pria itu dan membawanya ke atas.
Akhirnya gadis itu bisa membantu Daniel, meski Gladis harus merelakan barang kesayangannya jatuh ke dalam lubang tadi sewaktu Gladis menolong Daniel tadi. Mereka langsung melangkah keluar pintu tersebut, tetapi mata Gladis terus saja menatap ke arah kanan ruangan yang belum mereka masuki tadi.
"Mengapa aku ingin sekali ke sana," gumamnya bingung.
Ketika merasa ada yang bergetar di dalam saku celananya Daniel langsung menerima panggilan tersebut dan mengatakan lokasi mereka sekarang. Melihat Gladis yang sejak tadi hanya terdiam dan termenung, Daniel langsung menyentuh pundaknya pelan dan membawa Gladis naik ke atas dan menunggu kedatangan anggota yang lain untuk menolong Reno dan Boy.
Merasa ada seseorang yang memanggil, Daniel langsung melangkah ke atas dan memeriksa siapa yang telah memanggil mereka, Gladis baru terbangun dari lamunannya ketika mendengar Daniel menjerit histeris sontak saja pria itu mencari asal suara.
Ketika Gladis sampai, alangkah terkejutnya gadis itu karena tidak menemukan siapa pun di atas sana. "Ke mana pak Daniel tadi," gumamnya mengedarkan sepasang bola matanya menelisik tajam ke arah koridor villa. Namun, tetap saja tidak ada orang lain selain dirinya.
Gadis itu terus mencari keberadaan sang atasan jikalau saja pria itu sengaja pergi untuk melakukan apa. Gladis masih mencari keberadaan Daniel dan gadis itu langsung saja mengerjapkan matanya ketika melihat ruangan yang tertutup tadi, tiba-tiba saja terbuka lebar. Untuk menghilangkan rasa penasarannya maka gadis itu langsung melangkah mendekati ruangan itu.
Ia sedikit ragu untuk masuk ke dalam sana, sebelum melangkah masuk. Tangan seseorang mencekal tangan Gladis dan membuat gadis itu spontan menoleh ke arah orang yang telah menghentikan laju langkahnya.
"Kau!" serunya dengan tatapan mata yang tajam.
Gladis langsung menelan salivanya ketika melihat ruangan tersebut langsung tertutup ketika seseorang mencengkaram tangan Gladish. "Tidak! Aku akan pergi ke sana dul--" ucap Gladis langsung terpotong. Dia melepaskan pegangan itu.