Mikrofon yang entah terletak di bagian mana dan begitu nyaring terdengar, saat ini Gladis dan Daniel saling menatap satu sama lain. Mereka bingung untuk menjawab, terdiam unyuk sejenak waktu dan tiba-tiba saja pria itu berkata lagi dengan lantang.
"Waktu kalian hanya 15 menit saja untuk menjawab pertanyaan tersebut."
Hal itu membuat Gladis begitu bingung dan cemas. Takut bila nyawa Boy dan Reno terancam. Bagaimana bisa dengan waktu yang seperti itu malah mereka dihadapkan dengan pertanyaaj yang begitu sulit. Dengan memejamkan matanya,Gladis langsung mencari jawaban tersebut.
Sontak saja Gladis langsung menoleh ke arah Daniel seraya bertanya dengan perempuan itu, "Pak, apakah anda sudah menemukan jawabannya?"
Melihat pria itu menggelengkan kepalanya membuat Gladis langsung tahu bahwa saat ini sang atasan memang belum menemukam jawabannya. Berpikir lama seraya menatap waktu di yang tertera di jam tangannya, tiba-tiba saja Gladis langsung menarik tangan Daniel dan memberitahu jawabannya. Sedetail mungkin, Gladis memberitahunya, "Kenapa bisa cintanya pergi ke tempat lain padahal dia sedang menunggunya! Aku rasa pria itu membahas masalah Claritta, Pak," tutur Gladis panjang lebar.
Setelah lama berpikir, Daniel langsung mengangguk dan ikut menyetujui jawaban Gladis tadi sehingga beliau pun langsung mengatakan hal tersebut kepada sang peneror tak dikenal.
"Kenapa cintaku bisa tergoda kepada cinta yang lain padahal aku sangat mencintainya," ucap Daniel menatap kamera CCTV yang ada di sana.
Pria itu terkekeh dengan sangat jelas dan tak menyangka bila ternyata pria tampan itu juga pintar.
"Tak disangka, kau adalah pria yang pintar juga ya," pujinya sambil bertepuk tangan.
Tak lama pria itu tak bersuara, selang 5 menit kemudian barulah dia bersuara, "Jadi sekarang kalian boleh pergi dari ruangan ini karena dua pria ini akan keluar dengan sendirinya, cepatlah sebelum aku berubah pikiran."
Daniel langsung saja menarik tangan Gladis dan membawanya pergi, "Sebaiknya kita pergi, sebelum pria itu berubah pikiran," ajaknya langsung menatap Gladis dengan menaikkan satu alisnya.
Tidak ingin sesuatu terjadi pada Boy dan Reno, pria itu terus mondar-madir dan terus menggerutu, "Andai saja aku bisa bertemu dengan pria itu, habis sudah wajahnya aku pukuli." Bertahan dengan amarahnya dan tak lama lagi pria itu langsung terpelongo kaget ketika mendapati pintu besi itu terbuka dan keluarlah dua anak buahnya.
"Pak Daniel," panggil dua orang itu bersamaan.
Setelah melihat dua anak buahnya baik-baik saja meski ada luka memar di sekitar wajahnya. Namun, Daniel sudah bahagia karena Reno dan Boy masih hidup. "Maaf karena kau kalian celaka," ucap Daniel memohon maaf.
Mereka pun berjalan pulang karena sudah tidak mungkin, Daniel harus meneruskan pencariannya. Mungkin hari ini dia bisa gagal, tetapi tidak besok, pikirnya sambil menghela nafas beratnya.
Gladis yang memperhatikan pria di sampingnya itu langsung saja berasumsi bahwa ketua timnya saat ini sedang bingung untuk melanjutkan pencarian, tetapi mengingat nyawa Reno da Boy terancam membuatnya harus mengurungkan niatnya itu.
Pria itu terus berpangku tangan sambil terus berpikir bahwa saat ini, Daniel akan melakukan penyelidikan sendiri. Sesampai di apartemen, tanpa berpamitan, pria itu langsung saja masuk ke dalam kamarnya dengan cepat.
Gladis yang melihat tingkah aneh pria itu langsung saja mengernyitkan dahinya dan penuh tanda tanya besar dengan apa yang terjadi dengan Daniel. Tidak ingin menanggu pria itu maka Gladis pun lansung masuk ke dalam kamarnya untuk membersihkan diri.
Berniat ingin makan malam dan memasak, Gladis langsung menuju ke dapur dan memasak omelette kesukaannya. Di lemari es hanya tersisa mie instan saja maka gadis itu pun memasaknya lalu menyusun makanan tersebut dia atas meja. Terlihat sudah begitu rapi, ia ingin memanggil Daniel untuk makan bersama.
Berjalan mendekati kamar pria itu, Gladis mengetuk pintu terlebih dahulu dan memanggilnya. Tetapi tidak ada jawaban dari dalam kamar sehingga membuatnya bingung. Sudah panggila ketiga, tetapi sang ketua tim tidak juga menjawabnya jadi dengan sangat keras Gladis mencoba memanggilnya lagi. Tidak ingin berlama-lama di depan pintu kamar pria itu maka Gladis pun mencoba menyentuh handle pintu sekadar ingin mengintip apa yang pria itu lakukan.
Alangkah terkejutnya Gladis ketika mendapati Daniel tidak ada di sana sehingga membuat gadis itu terpelongo kaget dan langsung mencari ke dalam kamar mandi, tetapi tak juga menenukannya. "Pak Daniel, anda di mana?" ucapnya sambil terus mencari.
Ketika ingin membuka balkon di kamarnya, Gladis begitu terkejut ketika melihat ada sebuah papan besar yang menempel di dinding dan banyak foto yang berjejer. Mengamati foto tersebut, Gladis tersenyum kagum, ternyata pria itu begitu detail mencatat semua kejadian empat tahun yang lalu.
"Aku juga sedang mencari tahu siapa pria ini," ucap Gladis sambil menunjuk stiker gambar tersebut.
Menutup kembali tirai tersebut, Gladis pun melanjutkan mencari Daniel, tetapi pria itu tidak ada di mana pun. Mencoba menghubungi nomor ponselnya, tetapi tak kunjung dijawab jadi membuat gadis itu semakin cemas.
Tak lama ponsel Gladis pun berdering dan ada satu pesan masuk dan menyatakan bahwa Daniel sedang ada diluar dan tak perlu mengkhawatirkannya.
"Kalau dari tadi begini! Lebih baik aku makan duluan saja," ujarnya menatap jengah lalu langsung menyantap makanannya yang sudah dingin.
***
Di dekat taman, Daniel duduk santai sambil menatap layar ponselnya. Menganyunkan salah satu kakinya menikmati keindahan taman kala malam itu. Menghela nafas beratnya, Daniel langsung menoleh ketika mendengar derap langkah kaki seseoranh yang ada di belakangnya.
"Sudah lama aku menunggumu," sapa Daniel tersenyum tipis.
"Benarkah? Sudah lama sekali aku menunggu kedatanganmu dan apa yang sedang terjadi?" tanya pria menggunakan jaket kulit berwarna coklat tua itu.
"Banyak sekali hal yang sulit aku pecahkan? Apakah kau bisa membantuku?" jawab Daniel langsunh menoleh ke arah pria tersebut.
Mengamati wajah Daniel yang terlihat begitu bimbang dan penuh beban pikiran. Pria itu langsung saja menganggukkan kepalanya dan meminta Daniel untuk menceritakan dahuku apa yang sedang terjadi padanya.
Pria itu pun langsung memberitahu bahwa saat ini semua apa yang dilakukannya dalam penyelidikan begitu sulit dipecahkan. Bukti-bukti dan saksi selalu hilang di telan bumi dan sampai saat ini dia belum.juga menemukan siapa yang telah membunuh Dania, kekasihnya.
Memandangi Daniel dengan wajah lelahnya maka pria itu pun meminta Daniel untuk sedikit bersabar dan beliau juga mengatakan akan ikut membantu Daniel. Namun, kerja sama yang mereka lakukan jangan sampai diketahui oleh siapa pun. "Baiklah, kau tak perlu khawatir karena aku akan tutup mulut," jawab Daniel sangat menyakinkan.
"Baiklah, kita harus mencari akar dari permasalahn ini dahulu?" ujarnya sambil bangun dari duduknya.
"Apa maksudmu?" tanya Daniel tak mengerti.