"Harusnya hal itu yang ingin aku tanyakan padamu, Dis?" ucap Daniel malah balik bertanya.
Gladis mulai menceritakan apa yang ia dapatkan satu hari ini. Informasi tentang pemilik RJ Group dan siapa putranya serta barang-barang produksi dari RJ Group. Ada satu hal yang membuat Gladis bingung adalah tidak adanya memproduksi peti di perusahaan tersebut.
"Bukankah itu aneh?" ucap Gladis menatap serius ke arah Delvin.
Pria yang menatap Gladis langsung menunjukkan sebuah koran yang ada di atas meja. Dia menanyakan apakah pemilik perusahaan tersebut adalah pria yang ditunjukkannya itu.
"Iya, Pak. Kau benar itu adalah Jake sedangkan pria di sebelahnya adalah Raymon, putranya."
Tak hanya itu Gladis juga memberitahu jikalau Raymon ada di luar negeri dan akan kembali beberapa hari lagi. Entah kenapa ada yang aneh dari putra RJ Group, ia merasa tak asing dengannya, seolah pernah bertemu saja.
"Lebih baik kita mulai mencari informasi tentang Raymon dan ayahnya karena sebelum Baron meninggal ia meninggalkan surat kecil untukku," tandas Delvin sambil merogoh saku celana jeansnya.
Menyodorkan surat kecil yang seperti memo kepada Gladis, tetapi sayangnya itu adalah sebuah puisi yang tidak dimengerti oleh mereka.
"Sampai saat ini kau tidak tahu apa arti kata-kata itu, tetapi Baron sempat menyuruhku untuk menyelidiki petinggi negara," pungkasnya mengingat kata terakhir Baron.
"Lalu apalagi yang dikatakan Baron padamu, Pak? Apakah ada hal yang lain lagi?" tanya Gladis sangat penasaran karena Danie baru saja menceritakan hal tersebut kepadanya.
Bukankah hal yang aneh jika Daniel baru menceritakan itu sedangkan Baron saja sudah meninggal satu minggu yang lalu. Apa yang sebenarnya Daniel lakukan, kenapa dia merahasaiakan hal ini dari anggota timnya.
"Bolehlah aku menanyakan sesuatu hal, Pak?" tanya Gladis begitu ingin tahu alasan Daniel.
Dia menelan salivanya dan langsung mengatakan bahwa dia merasa ada sedikit kecurigaan yang tersimpan di dalam pikirannya. Namun, itu belum pasti karena Daniel merasa ada seorang mata-mata di tim mereka.
"Rasanya itu tidak mungkin, Pak?" sela Gladis tak percaya.
"Tidak ada yang tidak mungkin karena penjahat bjsa berkeliaran di mana saja bahkan orang terdekat pun bisa saja menjadi musuh tersembunyi," balas Daniel mengingatkan Gladis.
"Apakah kau tidak mencurigaiku?" tanya Gladis langsung menatap Daniel.
"Awalnya aku mencurigaimu, tetapi melihatmu juga terluka karena Baron dan pria berjubah yang mendatangi apartemenmu membuatku yakin kau bukanlah penyusup itu."
Delvin juga meminta Gladis untuk tidak sembarang memberitahu rencana mereka kepada siapa saja. Teman bisa saja musuh dan apa yang mereka temukan hari ini adalah rahasia di antara mereka berdua saja.
"Aku minta kau untuk merahasiakan hal ini!" seru Daniel menunjuk satu jarinya ke arah mulutnya.
Gladis mengangguk dan merasa curiga dengan Daniel yang tiba-tiba saja berdiri dan pergi meninggalkannya di saat mereka begitu serius mengobrol.
"Apa yang terjadi padnaya? Kenap-" Gladis langsung menutup mulutnya ketika terdengar suara tembakan di depan pintu.
Dengan langkah seribu gadis itu langsung berlari ke daun pintu untuk melihat apa yang sedang terjadi. Matanyya ternyalang kaget ketika mendapati dua orang pria sedang memukul Daniel dan hampir menembaknya.
Dor!!
Gladis menembak tangan pria itu agar tidak menembak Daniel, tetapi satu pria yang melihat pergerakan Gladis langsung menarik pelatuknya ke arah Gladis. Tak disangka satu tembakan hampir melayang ke tubuh gadis itu, tetapi mendengar teriakn Daniel, ia langsung menjauh dari peluru tersebut dan menarik tubuh pria satunya sehingga senjata makan tuan.
"Sial! Berani sekali kau ingin menembaknya," teriak Daniel lansung bangkit dan memukul tubuh pria itu dengan babak belur sedangkan satu pria lagi sudah terbaring lemah tak berdaya karena dua tembakan di tangan dan punggungnya.
Gladis sudah menelepon polisi dan memberitahu apa yang sedang terjadi di rumah Daniel. Mengikat dua pria itu dan mengambil semua senjata mereka, Daniel langsung menanyakan apa yang mereka lakukan sehingga datang ke rumahnya dan memukulinya.
"Siapa yang menyuruh kalian?" tanya Daniel sambil menatap tajam ke arah mereka.
Tak ada jawaban dari dua orang itu membuat Daniel semakin geram, terang saja siapa yang tidak akan marah bila mereka meludahi wajah Daniel dan senyum mengejek padanya.
"Apa kalian ingin mati!" teriak Danie kuat seraya menarik kerah baju kaos berwarna hitam yang mereka gunakan.
"Sampai mati pun kami akan tetap bungkam!" balas salah satu pria berkumia tipis itu.
Memeriksa identiras mereka, Gladis langsung memancing mereka dengan membacakan sebuah biodata yang merrka temukan di jejaring sosial.
"Jadi anda bernama Jery, memiliki putri kecil berumur 5 tahun, haruskah aku membawa putrimu agar kau mau mengatakan siapa yang menyuruhmu," sindir Gladis dengan tatapan yang tajam.
"Janga sampai kalian menyentuh putriku, aku akan membunuhmu," balas pria itu tak terima.
Daniel langsung memiliki ide setelah mendengar itu dan menelepon seseorang untuk membawakan putri Jery ke hadapannya agar bisa menguak kejujuran. Melihat Daniel ingin menculik putrinya. Pria itu tak kuasa mengatakan siapa orang yang telah menyuruhnya. Menyebut satu nama yang asing membuat Daniel langsung menutup teleponnya.
"Zariko, siapa dia?" ucap Daniel langsung duduk berjongkok sambil menatap Jery dengan seksama.
"Hanya itu yang bisa aku ber-" Pria satunya langsung mengambil pisau yang sejak tadi dipegangnya dan menusuk perut Jery.
Sontak saja Daniel langsung memukuli pria itu dengan beberapa pukulan, bagaimana tidak Jery berniat ingin mengungkap semuanya malah pria berkumis itu menikamnya.
"Apa yang telah kau lakukan pria bodoh," balas Daniel geram.
Gladis langsung menahan luka di perut Jery dan pria itu tak berhenti mengeluarkan darah dari mulutnya. "Bisakah kau tak usah berbicara! Aku takut lukamu bertambah parah dan tidak bisa di atasi, tunggulah sebentar lagi ambulan akan datang," bujuk Gladis seraya menahan luka tersebut meski tangannya sudah penuh dengan darah segar.
Terdengar suara orang memanggil Daniel, mereka langsung menoleh ke asal suara yaitu Reno dan Boy datang membawa ambukan dan anggota polisi lainnya. Mereka langsung menindak lanjuti pria berkumis itu sambil memasnag borgol di tangannya. Namun, sebelum memasang itu, pria berkumis itu melemparkan sebuah senjata tajam ke arah Gladis.
Daniel yang mengetahui hal itu langsung beranjak dari posisi awalnya dan mendorong tubuh Gladis hingga tersungkur ke lantai dan membuatnya menjerit kesakitan, seolah tak terima dengan sikap pria itu.
Namun, Gladis tak mengetahui bila Daniel berusaha untuk menolongnya dan membuatnya terluka di bagian lengan kirinya karena tertusuk pisau yang dilemparkan pria itu.
"Tidak!" teriak Reno langsung meninju ptia berkumis itu hingga meninggalkan bekas memar di wajahnya.
"Bisa-bisanya kau melukai Pak Daniel," tegasnya mulai gusar.