"Mengapa aku merasa bahwa Tama tidaklah bersalah," ucap Gladis dalam hati.
Gadis itu langsung keluar dari ruangan tersebut dan memanggil Daniel lalu mengatakan apa yang disampaikan Tama tadi. "Lantas ke mana satu ponselnya lagi?" tanya Daniel dengan nada serius.
Pria itu membisikkan sesuatu kepada Gladis, entah apa yang mereka bisikkan namun kedua orang itu meminta Reno dan Boy untuk tetap menjaga Tama di dalam ruangan tersebut.
"Lebih baik kita memeriksa apartemen Claritta dan mencari tahu di mana ponsel tersebut berada."
"Ide yang bagus," jawab Gladis langsung masuk ke dalam mobil.
Sayangnya, hari itu mereka harus lebih bersabar karena jalan raya tiba-tiba saja macet, "Kenapa Tama tak memberitahu dari awal kalau Claritta memiliki dua ponsel. Apakah kau yakin dengan si Tama itu? Apa kau yakin Tama menngatakan hal yang jujur?" tanya Daniel ingin memastikan.
"Tentu saja aku yakin, Pak! Aku juga merasa aneh karena pesan masuk di ponsel Claritta hanya ada chat dia dengan Tama saja! Bukankah itu aneh?" jawab Gladia menyakinkan.
Daniel menghela napas beratnya, dia tidak habis pikir bila artis papan atas itu memiliki dua ponsel dan kenapa polisi bagian pemeriksa TKP tidak menemukan ponsel satunya. Butuh waktu setengah jam, mereka bisa sampai ke apartemen Claritta karena jalannya begitu macet.
Tiba-tiba saja di saat mereka ingin menekan tombol lift, seseorang pria jaket hitam kulit itu memotong jalan Daniel dan Galdis hingga pintu lift terbuka dan dia masuk lebih dulu tanpa permisi. Gladia yang melihat itu pun meliriknya sinis, "Dasar nggak ada sopan santun pria ini," decaknya dalam hati.
Gladis melirik pria yang berdiri di sampingnya yang terus saja menggerakkan tangannya, seolah pria itu sedang cemas. "Apa yang terjadi dengan pria itu?" desis Gladis langsung tak memerdulikannya.
Tidak lama pria itu menggertakkan giginya sambil terus mengepalkan jemarinya. Dia membuat tangannya sedikit rileks dari sebelumnya. Entah mengapa Gladis yang sejak tadi memperhatikan gelagat pria itu merasa aneh. Ketika pintu lift sudah terbuka, gadis itu pun tidak terlalu memikirkannya karena tujuan mereka ke apartemen itu adalah untuk mencari ponsel Claritta.
"Ayo, Dis," ajak Daniel melirik gadis itu.
Sebelum keluar dari apartemen tersebut. Entah mengapa Gladis menoleh ke belakang karena ada sesuatu yang memaksanya untuk melihat pria yang mereka temui di dalam lift tadi. Anehnya, pria itu tiba-tiba tersenyum melirik ke arah Gladis dengan menaikkan satu alisnya. Kayla langsung saja terkesiap kaget dan melangkah lalu menyusul Daniel yang sudah tertinggal jauh.
"Dasar pria aneh!" desisnya kesal.
Mereka masuk ke dalam apartemen yang sudah ada garis kuning polisi. Gladis mencoba mencari ke dalam kamar langsung karena waktu itu salah satu anggota kepolisian menemukan ponsel Claritta di bawah kolong ranjang.
"Pak, bagaimana kalau kita menggeser ranjang ini sebentar? Siapa tahu ponsel tersebut jatuh ke dalam kolong," ucap Gladis melirik atasannya.
"Oke, baiklah."
Mereka berdua pun berusaha keras untuk mendorong spring bed tersebut dan memeriksa, apakah ada sesuatu di kolong tersebut, tetapi mereka tidak menemukan apapun di bawah kolong. Gladis memeriksa lemari sudut yang ada di samping ranjang dan memeriksa kolong lemari tersebut sama seperti tadi, ia tidak menemukan apapun.
Kemudian, mereka mencari lagi ke dalam lemari pakaian milik sang artis yang begitu banyak barang-barang branded mewah tersimpan di sana. Gadis itu terduduk lemah di atas sofa dan mulai menghela nafas beratnya karena tidak menemukan ponsel tersebut. "Sebenarnya ke mana ponsel itu berada? Kenapa dia tidak bisa menemukannya?
Banyak sekali pertanyaan yang muncul di benak Gladis, apakah yang Tama katakan benar bahwa ada seseorang yang mengambilnya, "Tetapi siapa yang mengambilnya?" tanya Gladia jadi bingung sendiri.
Gadis itu seketika langsung menoleh ke arah sisi jendela mendengar derap langkah seseorang dari arah sana dan mencari asal suara lalu membuka sedikit jendela. Tidak ada apa pun yang mencurigakan lalu Gadis itu kembali duduk dan menggeser sofa tersebut kalau saja ada dibawahnya atau di sampingnya.
Daniel yang melihat Gladis itu nampak terus menatap ke arah jendela pun bertanya, "Apa yang kau lihat di jendela itu? Kenapa begitu serius?"
"Entahlah, Pak! Seeprtinya aku mendengar seseorang dari sana, tetapi saat kulihat tidak ada," jawab Gladis bingung.
"Oh," ucap pria tampan itu yang membulat seperti huruf o.
Di saat Daniel melangkah untuk memutar tubuhnya, pria itu bergegas lari ke arah jendela karena mendengar suara ada sesuatu yang terjatuh. Pria itu melihat seekor kucing yang lewat membuatnya sedikit lega, tetapi Gladis yang sangat penasaran membuka gorden apartemen tersebut dengan pelan.
"Hey, siapa kau?" tanya Gladis berteriak pada seseorang yang melompat dari jendela satu ke jendela lain.
Mata Gladia ternyalang kaget ketika mendapati seseorang itu adalah pria yang ditemuinya di dalam lift tadi. "Bukankah itu pria yang tersenyum padaku tadi," gumam Gladis berlari keluar dari apartemen tersebut dan menyusul Daniel yang telah lebih dulu keluar.
Daniel mengejar pria itu dengan langkah seribu, memang pria itu pandai berlari dan sangat mudah baginya mengejar pria berjaket hitam itu, "Siapa kau sebenarnya?" tanya pria itu seraya memelintir tangannya ke belakang.
Dia hanya tersenyum kecil dan bungkam saat Daniel hendak memborgolnya sontak saja pria itu langsung menerjang perut Daniel dengan kakinya lalu mereka berkelahi. Daniel yang pandai ilmu bela diri pun ikut membalas pergerakan pria berjaket itu.
Tidak hanya itu saja. Si jaket hitam itu begiru pintar berkelahi sehingga membuat wajah Daniel merah karena tertinju oleh pria itu. Namun, Daniel yang tak pantang menyerah langsung mebinju balik ke wajah pria itu.
Bukk!!
Mereka saling baku hantam, tak ada yang kalah atau menang karena mereka berdua sama-sama kuat. Pria itu menendang tubuh Daniel hingga terjatuh ke lantai. Seorang gadis dari arah belakang langsung menendang tubuh pr8a berjaket itu hingga tubuhya tersungkur di lantai.
Gladis langsung mencengkram tangannya secara paksa lalu memelintirnya ke belakang. "Siapa kau sebenarnya?" tanya Gladis ingin tahu.
"Aku hanya seorang penggemar Claritta dan juga ingin mencari tahu, siapa orang yang telah membunuhnya. Aku tidak akan tinggal diam," geramnya kesal dengan gertakkan gigi yang terdengar nyaring di telinga.
Daniel langsung menarik jaket tersebut dan menatap tajam ke arah pria itu untuk menanyakan siapa pria itu. Namun, dia hanya mengatakan seorang penggemar saja. "Lalu kenapa kau lari tadi? Jika kau memang tidak bersalah, maka kau tak perlu lari bukan," ujar Daniel masih dengan sorot mata yang tajam.
Pria tampa bertubuh kekar itu terus saja menatap wajah pria berjaket yang sedang diborgol Gladis. Dari mata pria itu terlihat jelas bahwa ada sesuatu hal yang disembunyikan, "Mengapa aku merasa pria sedang berbohong padaku!"