Beberapa polisi menerobos masuk dan menyodorkan sebuah borgol ke arah Tama, mereka menangkap Tama karena surat penangkapan sudah dikeluarkan oleh pimpinan mereka. Sungguh hal itu membuat Daniel terkejut karena dia tidak pernah menelepon polisi untuk datang ke sini, "Lantas siapa yang menyuruh mereka datang,"desis Daniel bingung.
Tama menatap sinis ke arah Daniel dan pria itu berteriak karena Daniel telah mengingkari janjinya. Dia menolak untuk dibawa ke kantor polisi karena tuduhan telah membunuh Claritta.
"Apa yang kalian lakukan? Siapa yang menyuruh menangkap pria ini?" tanya Daniel tak suka.
"Kepala pimpinan karena bukti telah ditemukan bahwa artis Tama ini adalah tersangka," balas pria berseragam itu.
Daniel ternyalang kaget dan mendekati Tama lalu meminta pria itu bersabar karena Daniel akan terus membelanya bila memang Tama bukanlah pelakunya, "Tetapi berjanjilah satu hal padaku? Jujurlah pada kami, apa yang sebenarnya terjadi hari itu," ucap Daniel meliriknya.
"Apa kau bisa berjanji aka hal itu? Aku tidak yakin karena hari ini kau telah mengingkari janjimu padaku," balas Tama merasa sebal.
"Aku tidak tahu bila hal ini bisa terjadi, ini diluar kendaliku," ujarnya merasa bersalah.
Tama dibawa pihak kepolisian dan berita hangat mulai tersebar bahwa Tama pelakunya. Kabar tersebut terdengar di telinga ayahnya Tama. Pria paruh baya itu geram karena berita itu bisa membahayakan bisnis dan sahamnya.
***
Gladis dan dua teman prianya langsung mendekati Daniel yang terlihat sedang resah dan apa yang dilihat mereka tadi pun langsung mengundang banyak pertanyaan sehingga membuat Daniel mulai serba salah. "Aku terjebak! Ada seseorang yang sengaja memberitahu penyamaranku kepada pak ketus kepolisian," Daniel sedikit menjauh dari dua rekan pria itu yang sengaja disuruh Daniel untuk mengeledah apartemen Tama, barang kali saja ada yang bisa mereka temukan.
"Siapa yang telah menjebak, Bapak?" tanya Gladis bingung karena dua pria tadi terus bersamanya.
"Apakah ada orang lain yang melihat Bapak waktu masuk ke sana?" tanya Gladis meliriknya.
"Tidak, aku malahan lewat pintu belakang agar tak diikuti wartawan," jawabnya mengeryitkan dahi.
Kecurigaan Daniel mulai muncul ketika mengingat tak ada yang tahu rencananya selain anak buahnya saja. Menghela nafas panjangnya, Daniel langsung mengajak Gladis ke kantor polisi untuk menemui Tama. Sepertinya pria itu mulai marah karena dia ingkar janji.
"Bagaimana bisa Bapak berjanji dengan tersangka? Apa Bapak yakin Tama itu adalah pria yang jujur?" ucap Gladis menoleh ke arahnya.
"Entah mengapa, aku yakin sekali Tama itu bukanlah pelakunya karena dia menunjukkan semua bukti isi pesan singkat Claritta dan Tama, mereka sudah sebulan putus dan sayangnya Claritta tidak terima terjadilah perseteruan sengit di antara keduanya," ucap Daniel memberitahu.
"Bila Tama bukan pelaku aslinya lalu siapa pelaku sebenarnya, Pak?" tanya Gladis bingung.
"Itu dia, jika Tama tak bersalah otomatis pelaku sebenarnya sedang merajalela dan bisa saja melakukan pembunuhan lagi," sambung Daniel menghela nafasnya perlahan.
Gladis berpikir keras tentang masalah itu, siapa dalang dari kasus ini. Dari pengalamannya, Gladis yakin bahwa pelaku pasti psikopat, pikirnya. Cara tersangka melakukan aksi itu begitu detail bahkan dia sempat-sempatnya memperkosa korban dulu baru menyiksanya dan mengakhiri hidup korban.
"Miris sekali!" seru Gladis melirik semua potret yang sama dari ketiga korban.
Melihat Tama dan Daniel dari ruangan sebelah yang sedang melakukan interogasi, ada satu hal yang sedikit aneh. Berulang kali Tama selalu mengatakan bila bukan dia pelakunya. Isi pesan singkat Claritta dengannya bisa dijadikan bukti, tetapi itu masih kurang dan bukanlah bukti yang konkrit.
Raut wajah Tama berubah drastis setelah polisi mengatakan itu, ada sedikit kekecewaan yang menyelinap di pikirannya. "Kenapa kalian tidak percaya padaku? Bagaimana mungkin aku akan membuat karirku hancur, sungguh sulit aku meraihnya," bentaknya tak terima karena masih di kurung di ruang gelap itu.
Pria itu tertunduk, seolah semua harapannya telah sirna. Dia terus mengepalkan jemarinya bak begitu kesal.
Daniel melangkah masuk ke dalam ruangan Gladis dan mengatakan saat ini Tama adalah tersangka. "Bolehkah aku menemuinya sebentar?" tanya Gladis meliriknya.
"Untuk apa?" tanya Daniel sedikit kaget.
"Ada yang ingin aku selidiki," jawabnya ketika Daniel langsung mengangguk.
Gladis masuk dan berjalan pelan lalu duduk di depan Tama, pria itu hanya tertunduk tak berdaya.
"Tama, jawablah dengan jujur! Apakah ada seseorang yang mengikutimu beberapa hari ini?" tanya Gladis membuat pria itu mendonggakkan kepalanya.
"Kenapa kau tahu kalau ada seseorang yang menerorku?" ucap Tama malah balik bertanya.
"Apakah yang menerormu seorang pria?"
Tama mengangguk, seingatnya pernah menangkap basah stalker itu dan mengejarnya, tetapi dia gagal mendapatkannya. Bukan hanya ditinya yang diteror, Claritta juga.
"Apa?"
"Sebelum kami putus, seseorang menyelinap masuk ke dalam apartemennya dan mengirimkan paket seekor ayam yang telah tewas," ungkapnya menatap gadis di depannya.
"Apakah kau punya bukti itu?"
"Ada, kami memotret paket tersebut, tetapi ada di dalam ponsel Claritta," jawabnya serius.
Gladis langsung mencela ucapan Tama, " Tetapi di ponsel Claritta tidak ada foto apapun selain fotonya sendiri karena aku sudah memeriksanya beberapa kali hanya ada pesan kau dan gadis itu di sana."
"Tidka mungkin! Mana mungkin Tata menghapusnya karena aku menyuruhnya untuk menyimpan foro tersebut," lontar Tama bingung.
Di situ pria itu mengatakan bila Tama berniat baik ingin tetap menjalin huhungan dengannya sebagai teman, tetapi Claritta tidak mau dan malah meneror kekasih baru Tama.
"Kekasih baru?"
"Iya,setelah putus dengan Claritta aku menjalin hubungan dengan putri seorang model," jawabnya mengangguk dan langsung menghela nafasnya.
Gladis sedikit curiga kenapa Claritta begitu tega meneror Putri hanya gegara Tama mencinta wanita lain. "Sekejam itukan cinta hingga membuat orang menjadi gila," batinnya menggelengkan kepalanya.
"Apa ada sesuatu hal lagi yang ingin kau katakan pada kami? Masalah ponsel itu aku akan memeriksanya lagi," ucap Gladia menyudahi pekerjaannya.
Melihat gadis cantik melangkah pergi dari hadapannya membuat Tama teringat sesuatu hal. "Tunggu dulu! Apakah kau tahu bahwa Claritta memiliki dua ponsel?" ucapnya melirik Gladis.
"Apa? Jadi maksudmu Claritta mempunyai dua ponsel, tetapi kami tidak menemukan ponsel satunya lagi," ulas Gladis membuat kerutan di kedua alisnya.
"Jika tidak menemukannya berarti ada seseorang yang mengambilnya dan ponsel itu adalah bukti bahwa aku bukanlah yang membunuh Claritta, meski dia meneror kekasihku, aku tidak berniat ingin membunuhnya," tutur Tama panjang lebar.
Gladis mengamati raut wajah Tama yang begitu jujur, ia berulang kali mengatakan bila dia bukanlah pelakunya. Namun, Gladis tak bisa percaya begitu saja. Jika maling mengaku bukankah penjara akan ramai karena pencuri yang mengakui tindakannya.