Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

The Perfect Key

🇮🇩ArinaAsh
--
chs / week
--
NOT RATINGS
24.7k
Views
Synopsis
Di langit sana, tiba-tiba saja ada berlian raksasa yang muncul bersamaan dengan jendela aneh tak kasat mata yang tiba-tiba muncul di mata sebagian orang. Jendela itu berisi tentang nama-nama dan cerita aneh dari sebuah dunia yang disebut The Last Star. Semua orang kebingungan dengan informasi tersebut dan ketakutan, tetapi lambat laun, ketakutan itu menghilang karena tidak ada hal lain yang terjadi selama setahun. Randy Pangestu,siswa SMA, yang terkenal suka terlambat dan sering dihukum oleh ketua OSIS Damar Prasetya, adalah salah satu yang mendapat jendela tersebut. Akan tetapi, jendelanya lebih kompleks daripada semua orang. Mulai ada rentetan status aneh tentang agility, strength, MP, bahkan durability ada di sana. Bahkan beberapa kata aneh yang disebut skill muncul dibawahnya. Yang lebih parah, dia bisa melihat status orang lain dan juga skill di bawahnya. Merasa miliknya terlalu aneh, Randy memutuskan untuk menyembunyikannya. Tanpa diduga, tepat satu tahun setelah berlian itu muncul, berlian itu berubah warna menjadi merah, kemudian ada pesan di jendela mereka yang berbunyi, “Apakah kalian sudah mempelajari semuanya? Kalau begitu, ayo mulai.” Tiba-tiba saja, mereka semua telah berpindah. Di sebuah dunia yang disebut The Last Star. Dunia sihir yang dipenuhi monster, sementara Randy, yang tidak memiliki satu pun skill combat terpanggil di tengah hutan belantara. Bisakah dia selamat dari sana?
VIEW MORE

Chapter 1 - Chapter 5

Kemampuan untuk melihat gerakan, kemampuan untuk melihat skill orang lain, baik yang aktif maupun tidak, bahkan bisa membangkitkannya, dan di atas itu semua, statusnya yang rendah. Randy benar-benar hidangan yang sempurna untuk dunia yang dipenuhi kekuatan ini. Ditambah lagi, kepolosan dan kebaikannya mengkhawatirkan.

Kalau seseorang menemukan kemampuannya, tidak sulit bagi mereka memaksa Randy membuka kekuatannya. Damar sudah memperkirakan bila orang-orang normal dengan keserakahan diberi kekuatan, maka akan banyak sekali tindak kejahatan dan diskriminasi kekuatan yang terjadi. Tidak perlu diberi kekuatan seperti ini, merasa lebih baik saja bisa mendorong mereka melakukan perundungan dan yang lainnya. Apalagi bila seseorang diberi kekuatan seperti ini.

Entah siapa yang menciptakan dunia ini, tapi mereka pasti sudah gila.

"Sekali seseorang mencicipi kekuatan yang kau berikan, mereka takkan melepaskanmu, Ran."

Damar meletakkan Randy hati-hati ke tanah.

Untuk membuka skill diperlukan exp yang lumayan banyak. Dia melirik jendela statusnya, exp-nya bertambah dua. Sulit sekali untuk mencari exp, bahkan dengan pertarungan tadi saja hanya menambah dua, sementara untuk membuka satu skill memerlukan setidaknya ratusan exp. Itupun dia tak tahu skill apa yang akan muncul di antara kotak dengan gambar kunci itu. Di antara semua kesulitan itu, orang ini dengan mudah membukanya tanpa perlu exp, bahkan bisa memilih skill yang ingin dibuka. Ah ... tidak mudah juga. Mimisan dan batuk darah, apakah ada organ dalamnya yang terluka? Bayaran apa yang harus diberikan Randy untuk membukanya?

Rantai yang membelenggu Harimau itu mulai terputus. Satu, lalu dua, kemudian tiga. Waktunya tidak banyak.

Setelah memastikan Randy tertidur di tanah, Damar mulai berjalan menuju pedangnya. Rantai-rantai kembali terputus dan Harimau itu mulai bergerak bebas. Kaki depannya yang bercakar tajam mulai keluar dari jeratan. Mata Harimau itu menatap tajam Randy yang tak sadarkan diri.

"Kamu mengincarnya? Kenapa?"

Damar meraih pedangnya. Begitu mengangkat pedang, Damar bisa merasakan kecocokan yang tak terdefinisikan. Rasanya seperti telah memegang pedang ini bertahun-tahun. Dia bahkan merasa seperti telah mengerti setiap seluk pedang ini, jangkauan serangan, bahkan beratnya pun terasa pas. Damar tersenyum. Apa tadi dia bilang? [Swordmaster], kan? Luar biasa.

Harimau itu menggeram mengancam, tetapi dengan kekuatan dan kemampuan baru ini, Damar bahkan tidak merasa takut sama sekali. Dia tahu bisa mengalahkan harimau ini.

Damar mengepalkan tangan.

"Tidak heran. Kekuatannya benar-benar luar biasa, sih."

Sekaligus berbahaya. Bila Randy jatuh ke tangan yang salah, seperti orang itu, dia pasti akan dimanfaatkan habis-habisan. Dengan pertambahan satu skill ini saja, Damar bisa merasakan perbedaan yang signifikan.

Lalu, apa yang harus dilakukannya dengan Randy?

Sudahlah. Kita selesaikan masalah dengan Harimau ini terlebih dahulu.

Harimau itu terlihat lebih gelisah daripada sebelumnya. Akan tetapi, akhirnya, dia melompat menyerang. Serangannya tidak mengarah pada Damar, tetapi langsung ke arah Randy. Ah sialan.

Damar melompat. Dia bisa merasakan tebasannya lebih mantap. Harimau itu bahkan tidak sempat melihat, tetapi pedang Damar menebas punggungnya dan dalam sekejap Harimau terjatuh dengan suara raungan sebelum kematiannya.

Damar mengibaskan pedangnya dari darah Harimau yang berbau tidak sedap.

Harimau itu tak sekuat kelihatannya.

Tak lama kemudian jendela status itu kembali. Kali ini dia mendapat pertumbuhan exp sebanyak 20 dan pertumbuhan skill [swordman] dan [Knight] sebanyak +2. Damar menghela napas, dia perlu setidaknya membunuh lima Harimau itu untuk membuka skill normal. Untuk [swordmaster] dia perlu membunuh setidaknya sepuluh Harimau itu.

Damar menatap Randy yang masih tak sadarkan diri. Matanya berkilat.

"Haruskah aku menguncimu di suatu tempat?"

"Tidak bisa."

Tiba-tiba saja mata itu terbuka. Bukan warna hitam kecoklatan yang biasa dia lihat di dunia nyata, melaikan merah seperti sinar berlian sebelum dia terlempar ke sini. Ekspresi, gestur, senyum, bahkan auranya pun terasa berbeda. Bahkan di sekitar mereka terdapat tirai cahaya dengan warna yang sama, seolah melindungi mereka dari sesuatu.

Tiba-tiba saja Damar merasakan keinginan tak tertahankan untuk melompat dan menghunuskan pedang, dan dia melakukannya. Damar menatap entitas baru di tubuh Randy hati-hati. Rasanya seperti menghadapi suatu bahaya dan dia tahu benar takkan bisa mengalahkannya, seberapa keras pun dia mencoba. Ditambah lagi, dia terasa kejam.

"Kau punya respon yang bagus, Nak."

Itu suara Randy dan sekaligus bukan Randy. Penggunaan panggilan kepadanya pun berbeda.

"Siapa kamu? Apa maumu? Dan apa yang kaulakukan pada Randy?"

"Tanyakan satu-satu, dasar tidak sabar. Atau kau ingin bilang, lo kalo nanya satu-satu dong."

Damar menggeram kesal.

"Aku tak punya banyak waktu, Nak. Aku takkan menjelaskanmu tentang segala hal. Akan tetapi, aku ingin kau melakukan sesuatu untukku."

"Kenapa aku harus melakukannya?"

Makhluk menyeringai. "Karena aku akan memberikan sesuatu yang sangat kau inginkan." Damar memicingkan mata. "Kau ingin melindungi kakakmu yang sudah mati, kan? Jangan coba-coba, Nak! Kau tahu itu takkan mempan padaku."

Damar menggeram kesal. Dia tak suka dibaca, tetapi genggamannya pada pedang melonggar.

"Nah, Anak Pintar! Sekarang, sampai mana aku tadi? Ya. Bila kau menerima tawaranku, aku akan mengembalikan Dirga untukmu. Oh! Membawa kembali orang mati itu mustahil, tapi aku akan mengembalikan kesadarannya untukmu. Bukankah itu menarik?"

Tawaran itu membuat mulut Damar kering. Amarah menguasainya karena orang asing ini mengetahui tentang Dirga dan keinginannya, tetapi di sini lain, dengan seluruh ketidak masuk akalan ini, satu keanehan yang dipenuhi harapan ini membuatnya tergoda.

"Bagaimana itu bekerja?"

"Kau hanya perlu mengikuti perintahku dan puff ... Dirga ada ditanganmu." Damar menatap Makhluk itu tak puas. "Aku akan memasukkan kesadaran Dirga ke tubuh yang tepat. Tunggu sebentar! Tubuh anak ini pasti akan sangat cocok dengannya. Bukankah kau juga merasa demikian? Mereka sama-sama naif dan tak sadar telah dimanfaatkan oleh orang lain. Bukankah kau sendiri juga melihat Dirga di anak ini?"

Damar menggigit bibir bagian dalamnya. "Apa yang kau inginkan?"

"Kawal anak ini ke Pohon Dunia. Tentu saja, dia juga harus bertumbuh selama perjalanan, jadi mengurung dan membawanya langsung takkan berhasil."

"Setelah itu?"

"Aku akan melakukan sisanya dan kau bisa mendapatkan tubuhnya."

"Berikan aku jaminan!"

Mata merah itu berkilat tertarik. Randy mengangkat tangannya dan dia bisa melihat kilat berlian kecil yang besarnya tidak lebih dari sebutir obat. Tanpa ragu-ragu, makhluk itu memakan pil itu dan jakun Randy bergerak naik turun. Setelahnya, si Makhluk menatap Damar seolah baru saja melakukan sesuatu yang besar.

"Itu adalah benih untuk menumbuhkan kesadarkan kakakmu. Benih itu akan bertumbuh bersama kekuatan Randy. Kesempatanmu hanya satu kali. Jangan biarkan anak ini mati, Nak!"

Damar meneguk ludahnya kasar. Warna merah di sekitarnya mulai memudar.

"Siapa kau?"

"Semua orang memanggilku X. Begitupula dirimu."

Cahaya tirai itu menghilang sempurna. Hanya meninggalkan Damar dan Randy yang kembali tertidur seolah tak pernah terjadi apa-apa di sana. X? Apa-apaan itu tadi?

OooOooO

Ketika aku terbangun, suara api meretih. Kehangatan dari api itu membuatku merasa lebih baik. Sialan deh, kepalaku seperti baru saja diblender bersama kumpulan tomat dan wortel yang kubenci. Dadaku terasa seperti ditekan. Agak tidak nyaman, tetapi tidak menyakitkan.

"Duh!"

"Udah bangun?"

Aku mengedarkan pandangan. Masih berada di hutan, tetapi kali ini ada Damar yang sedang memasukkan potongan kayu ke api yang meretih-retih. Damar tidak melihatku, bahkan aku bisa merasakan kemarahannya ketika melempar kayu hingga membuat bara api terlempar waduh.

Apa salahku?

"Anu ... Mas Damar, kenapa, ya?"

Damar menatapku tajam dan aku berjengit. Dia beneran kesel. Ini pertama kalinya aku melihat Damar sekesal itu akan sesuatu.

"Apa bayaran dari menggunakan skill-mu tadi?"

"Ah ..." Aku membuka jendela Skill, MP-ku sudah mulai naik ke 5, tetapi perlu waktu untuk benar-benar kembali. "Gue juga nggak tahu kalau itu menggunakan seluruh MPku tahu."

Tiba-tiba Damar melemparkan kayu ke dalam api. Cukup keras hingga membuat kayu-kayu yang terbakar berhamburan. Wajahnya terlihat sangat kesal. Tangannya mengepal erat.

Damar menggeram tajam ketika berkata, "Jadi, kamu menggunakan semua MP-mu untuk skill tadi?"

Aku mengangguk pelan. Sialan. Rasanya seperti anak kucing bertemu singa raksasa.

Aku berjanji takkan membuat Damar marah lagi, tapi tolong ampuni aku untuk yang satu ini.

Melihat ketakutanku, Damar hanya mendengus.

"Jangan gunakan skill itu pada siapa pun!"

"Tapi kalau perlu ...."

"Randy!"

"Oke siap, Bos!"

Untuk nanti pikir nanti aja, asal sekarang Damar nggak marah lagi.

Sebenarnya, aku sadar, bila seseorang tahu aku memiliki skill seperti ini, mereka pasti mencoba memanfaatkan dengan paksa. Aku tidak tahu sistem dunia ini, tapi kalau tidak salah, ada sistem perbudakan di dunia ini. Sistem Perbudakan itu akan memberi simbol pada Budak dan membuat mereka tidak bisa melawan perintah pemiliknya. Kalau itu sampai terjadi padaku. Bila mereka memaksaku membangkitkan skill mereka sehingga orang jahat semakin kuat, lebih baik aku mati saja.

"Apa yang kamu pikirkan?"

"Nggak ada kok."

Damar menatapku tajam dan mencari-cari kebohongan. Aku pun mencoba melirik ke jendela status Damar dan mencari ... waduh beneran ada, [Lie Detector]. Demi keamananku privasiku, aku akan memastikan Damar tidak menyadarinya dan .... okay, tampaknya tak ada skill yang berhubungan dengan membaca pikiran.

Ah selamat.

"Apa yang baru saja kamu lihat?"

Nggak selamat soalnya Damar peka banget.

Aku tertawa canggung. "Nggak kok."

Damar terlihat tidak percaya, tapi dia membiarkannya begitu saja. Dia menghela napas dan kembali melemparkan kayu. Wah ... punya skill elemen itu berguna banget ya.

Aku meneguk ludah dan mengusap leher. Leherku kering sekali.

Suara Damar melembut.

"Haus?"

Aku mengangguk. Dia menjentikkan tangannya dan dari ketiadaan portal mini keluar dan pancuran air kecil keluar dari sana.

"Minum aja."

"Makasih."

Punya kekuatan kayak gitu emang berguna banget sih. Ah ... aku juga menginginkannya. Namun, skill yang kumiliki sebenarnya sangat berguna, untuk orang lain. Aku membuka kembali jendela skill-ku, tetapi aku tak bisa melihat skill tidak aktif milikku. Yah ... kemampuannya memang untuk melihat skill orang lain, jadi itu wajar. Akan tetapi, kalau aku bisa mengetahui skill-ku sendiri dan membukanya, pasti lebih menyenangkan.

Aku memerlukan setidaknya satu skill pertarungan. Semua skill-ku adalah skill preparation dan assistance. Bila aku terjebak dalam pertarungan sendiri seperti tadi, aku pasti mati. Ditambah dengan perbedaan statusnya. Sialan deh.

"Kamu sudah nggak papa? Atau perlu istirahat lebih lama sebelum kita pergi?"

"Eh, emang mau kemana?"

"Ke desa terdekat aja. Sepertinya kalau kita disini terus akan banyak hewan buas yang muncul. Atau menunggu matahari saja? Tiga jam lagi."

"Sekarang juga boleh. Sekalian cari makan, laper kan lo?"

"Kita tidak tahu apa yang bisa dimakan. Bisa jadi varietas tumbuhan dan hewan di sini berbeda. Kita masih belum tahu mana saja yang beracun dan mana yang tidak, lebih baik kita tidak makan apa pun sampai kita di desa."

"Lo mau kelaparan sampai kapan, dong?" protesku kesal. "Kita bisa menghabiskan waktu seminggu buat sampai ke desa terdekat. Itu pun kita nggak tahu di mana desanya, dan ke arah mana. Kalau kita nggak makan, kekuatan makin menurun. Stamina hanya bisa diisi dengan makan."

"Darimana kamu tahu?"

"Lo nggak baca ceritanya?"

Damar terdiam. Wah ini sih dia nggak baca ceritanya sama sekali. Padahal ini cerita masih ada di bagian awal.

"Lagian nggak usah khawatir. Gue punya skill [Food] yang bisa bikin semua benda jadi makanan. Tapi meski gue bisa masak batu biar jadi makanan, gue nggak mau makan batu."

"Semua Skill-mu berguna untuk arah yang aneh, ya?"

"Sorry sorry aja nih."

"Daging Harimau?"

"Apanya?"

"Daging Harimau bisa dimakan nggak?"

"Ah ... kalau berdasarkan keterangan skill-nya sih bisa."

Damar mengangguk. "Tunggu aja di sini!"

Beberapa saat kemudian, Damar kembali sambil membawa dua paha besar Harimau dengan bulu lorengnya. Aku menghilangkan bulunya, menusuknya dengan ranting, dan Damar membuat tungku dari tanah. Ketika aku memegangnya, tidak ada sesuatu yang terjadi. Apakah daging ini akhirnya bisa dimakan? Atau tidak? Apa sebaiknya aku memasaknya saja?

Aku meletakkannya ke api unggun yang dibuat Damar. Selesai. Kami hanya perlu menunggu hingga matang.

Damar memperhatikanku dengan saksama.

"Apa?"

"Ceritakan kegiatanmu sama Rara tiap pagi sampai kamu selalu terlambat."

"Tiba-tiba banget?" Aku mengerutkan kening bingung. "Bentar! Lo! Jangan bilang lo suka sama Rara? Dia masih kecil, kelas dua SD, dan ... aduh!"

Ucapanku terpotong karena dia melemparkan batu padaku.

Damar menghela napas. "Jangan aneh-aneh!"

Aku tertawa canggung.

Aku menceritakan kegiatanku dengan Rara saat pagi. Juga tentang Ibuku, tentang kehidupanku setiap hari. Anehnya, Damar mendengarkanku dengan serius dan memperlihatkan ekspresi penuh kerinduan. Kalau tidak salah, Damar memiliki Kakak yang sudah meninggal, ya? Meski aku tidak tahu bagaimana dan kenapa dia meninggal, tetapi mungkin itu penyebab ekspresi itu.

"Lo punya Kakak kan?"

"Ya."

"Gimana orangnya?"

Damar diam. Dia memasukkan kayu ke api lagi. "Bodoh."

Itu ucapan yang kasar dari seorang adik, tetapi cara dia mengatakannya dengan penuh kesedihan membuatnya tidak terdengar kasar sama sekali. Justru terdengar seperti rengekan.

Saat daging matang, Damar meraih tanganku dan berkata, "Biar aku dulu!"

"Heh! Ini punya gue, ambil yang di bawah itu masih ada."

"Aku harus mengecek dagingnya beracun atau tidak."

"Nggak usah aneh-aneh. Lo nggak punya [Poison Resistent] juga. Kalo ada pun masih non-aktif."

"Aku lebih kuat."

"Gue nggak lemah, ya!"

Pegangan pada tanganku menguat. Tidak cukup untuk menyakitiku, tetapi aku tak bisa melepaskannya. Aku menggeram kesal dan menyerah.

"Serah lo dah!"

Damar tersenyum puas. Dia melepaskan tanganku dan mengambil daging yang tersisa. Setelah menelan satu gigitan, Damar mengangguk, memberiku izin.

"Nggak papa. Nggak beracun."

Kekuatan sialan. Status sialan.

Dengan kesal, aku mulai memakan dagingku dan terus kesal sampai matahari mulai muncul. Kami pun memulai perjalanan.