Chereads / The Perfect Key / Chapter 9 - Chapter 13

Chapter 9 - Chapter 13

"Cut?"

Rossy menggeram kesal.

"Loh kenapa? Ayo dong! Kalo lo ikut casting dengan kualitas akting kayak gitu, yang ada lo ditendang."

Pintu itu ditendang kuat. Aku mendengar suara besi jatuh, tetapi, rantai dari Damar hanya bergetar. Pintu itu masih berdiri kokoh. Kalau saja bukan karena rantai itu, Rossy pasti sudah masuk ke dalam. Membayangkan apa yang akan dia lakukan padaku saja sudah membuatku merinding.

"Buka pintu sialan ini!"

"Maaf nih, bukan gue yang boleh mutusin."

Pintu itu berhenti ditendang.

Suara Rossy kali ini lebih tajam. "Bajingan Damar itu lagi."

Dia memang bajingan sih, tapi melihatnya diolok dengan nada semarah itu membuatku khawatir. Rossy akan membunuhnya saat mereka bertemu dan aku tidak yakin Rossy bisa melakukannya. Meski begitu, Damar akan tetap kesulitan. Rossy mungkin tidak memiliki status yang sangat tinggi, tapi skill berburunya membuatku sedikit waspada.

Tendangan Rossy kembali. Kali ini menyasar gerendel pintu dan benda itu rusak seketika. Rantai dari Damar memang melindungi gagang pintunya, tetapi genrendel? Nah.

Pintu itu terjatuh, menampilkan Rossy yang tak lagi menunjukkan sikap imut dan pandangan yang manis. Dia benar-benar marah. Bahkan kakinya masih di udara diturunkan perlahan dengan mata yang terus mengintaiku seolah berkata, aku berikutnya.

Menyeramkan.

Rossy menyeringai dan mulai masuk ke dalam.

"Masuk ke rumah orang tanpa izin itu tindakan kriminal loh."

"Oh ya? Laporin ke Chief dong. Mau kubantu?"

"Gue nggak mau bilang gitu, tapi kayaknya Chief sibuk deh."

Rossy tertawa lepas. Dia bahkan membuatku memikirkan ulang semua pandanganku tentangnya. Dia benar-benar jauh dari persona yang dia tunjukkan padaku saat pertama kali bertemu

Rossy menggertakkan tangannya.

"Ayo ikut aku dengan suka rela, Randy! Aku tidak suka mematahkan kakimu."

Kenapa dia bilang begitu dengan wajah yang sangat bersemangat?

Aku segera melarikan diri ke jendela. Tidak ada gunanya melawan Rossy dengan status rendahan seperti ini. Seluruh skillku juga tidak cocok untuk pertempuran seorang diri sehingga yang bisa kulakukan adalah melarikan diri.

Rossy mencoba meraihku dari belakang. Akan tetapi, pedang Damar tiba-tiba bersinar. Dia mengeluarkan banyak sekali rantai dan Rossy menangkis rantai-rantai itu menggunakan belati kecil yang dia ambil dari balik punggungnya.

Sebagian dari rantai itu melilit pinggang dan menyilang di masing-masing bahuku dan sebagian lain melilit kaki ranjang. Tanpa ragu aku melompat turun dari jendela. Rantai itu menarik ranjang bersama bobot tubuhku, tetapi aku jatuh tepat sebelum tanah dan rantai itu pun melepaskan lilitannya pada kaki ranjang.

Dengan status yang tinggi, seseorang bisa melompat dan mendarat dari ketinggian tanpa terluka, tetapi dengan statusku sekarang, melompat dari lantai tiga saja perlu bantuan tali.

Rossy tidak akan bertahan selamanya. Jadi, yang harus kulakukan adalah melarikan diri. Pedang Damar pun terus bertarung dengan keinginannya sendiri ketika Rossy melompat turun, sementara aku hanya memeganginya seperti orang bodoh.

Orang-orang berdiam diri di rumah. Itu tindakan bagus. Aku tidak tahu sebesar apa kerusakan yang akan disebabkan oleh pertarungan ini sehingga aku lari ke luar desa. Desa itu cukup kecil sehingga tidak sulit untuk mencapai sisi lainnya. Akan tetapi, staminaku tetap saja terkuras.

Sambil terengah-engah, aku menghadapi Rossy yang sedang memainkan belati.

Aku mencengkram pedang milik Damar, berharap itu akan mengubah keadaan. Akan tetapi, Damar sudah menjelaskan tentang pedang ini.

'Dia Living Weapon. Sebagai pedang tanpa skill [Swordmaster] dia tidak berguna, tapi kurasa itu cukup untuk melindungimu sampai aku selesai mengurusi Gerr.'

Maksud mengurusi Gerr ini tidak seperti yang kubayangkan, bukan?

Di langit sana, tiba-tiba saja petir menyambar.

Ah ... sesuatu yang kupikirkan.

Petir yang menyambar itu membuat Rossy membeku. Dia menatap ke arah datangnya petir dengan wajah memucat dan sedikit seringai tidak percaya di mulutnya.

"Orang itu benar-benar gila. Skill apa saja yang dia punya?"

[Elementalist] kalau aku tidak salah. Kemampuan untuk mendatangkan dan mengendalikan elemen alam. Petir adalah salah satunya. Kemudian petir yang menyambar itu diikuti dengan angin. Badai itu membuat daun-daun porak poranda.

Tiba-tiba saja seseorang terlempar dan mendarat di tengah-tengah kami.

Itu Gerr. Dengan sebagian tangannya terluka bakar dan bagian tubuh lain luka-luka. Dia menggenggam kapak berwarna merah di tangannya. Matanya hanya fokus pada lawan yang melompat dari langit. Datang bersama angin dengan tubuh yang juga terluka.

Mereka baru saja mengalami pertarungan yang sengit.

"Apa yang kau lakukan, Dasar Bodoh!"

Rossy terkejut di tempatnya berdiri. Wajahnya memucat.

"Gerr?"

"Membawa satu orang lemah saja tidak becus. Lupakan membawa mereka! Bunuh saja semuanya."

Orang-orang mulai datang dari desa. Status mereka memang tidak sekuat Gerr dan skill mereka pun tak banyak yang terlihat seperti skill petarung. Beberapa bahkan memiliki skill memancing, tetapi bilah golok itu tetap membuatku merinding.

Damar berjalan dengan tenang di sebelahku dan meraih pedangnya kembali. Matanya menatap fokus pada pedang di tangannya.

"Kerja bagus."

Aku tidak tahu dia bisa mengatakan sesuatu pada pedangnya seperti ini.

Melihat ekspresiku yang mungkin memandangnya aneh—atau mengatainya gila, yang mana saja, Damar mendengus, "Living Weapon."

Sebelum aku sempat mengatakan apa pun, Gerr telah melempar kapaknya. Kali ini ke arahku. Damar berdecak. Dia meraihku ke bahunya dan melompat menjauh. Kapak itu terus berputar dan mengikuti kami. Aku yang sedang dihadapkan ke punggung Damar begidik ngeri.

Hukum Fisika? Hah! Lupakan!

"Berapa banyak yang kau kumpulkan?"

"Tidak tahu."

Damar memutar dan menangkis kapak itu. Akan tetapi, Rossy juga ikut menyerang dengan gerakan yang sangat sinkron. Lebih ringan dan lebih akurat. Ekspresinya terlihat sangat serius, tetapi agility Damar juga tidak kalah.

Rantai-rantai mulai bergerak, begitu pula angin yang terus menderu. Tiba-tiba saja, Damar mendongak. Reflek aku mengikutinya dan [Dar!!!]. Petir menyambar tanpa ampun. Saat melihat status Damar, Mpnya berkurang drastis. Aku bisa merasakan napas Damar yang terengah-engah.

"Sialan!"

"Petir itu pakek banyak banget MP lo, ya?"

"Lebih banyak untuk cover damage-nya. Kalau petir tadi menyambar membabi buta, kamu dan warga desa akan tewas. Kekuatan petir tadi masih sama dengan yang ada di dunia sebelumnya."

Ah! Meskipun tidak pintar Fisika dan sering remidi saat Ulangan Harian, aku tahu kekuatan sambaran petir.

Damar berdecak. "Tapi, kayaknya lebih baik aku tidak menahannya."

Damar sedikit menurunkan tumpuannya dan membuatku bisa melihat ke depan, alih-alih terlempar di punggungnya. Dia tidak menurunkanku. Aku bisa melihat Rossy yang pucat pasi. Tangannya yang gemetar menyilang ke atas. Pertahanan sia-sia terakhir, tetapi yang menyelamatkannya bukan tangan itu, melainkan Gerr yang menggeram marah dengan kapak yang mengacung ke udara. Kapak itu menyerap kekuatan petir Damar.

Tubuh Gerr limbung. Dia menjatuhkan kapaknya ke tanah, tetapi belum tak sadarkan diri. Statusnya turun hingga setengah dan Durabilitynya tidak sampai seratus. Staminanya juga sangat rendah, tetapi aura merah dari kapak itu mulai menyelimuti tubuhnya.

Aku membuka jendela skill Gerr. Tidak ada yang berubah.

"Apa itu [War Axe]?"

"Yeah," gumam Damar tidak suka. "Doubling, regenerasi. Sialan."

"Wah, Mas Damar mengumpat."

"Berisik."

"Berarti, cara mengalahkannya hanya bisa dengan kekuatan besar sekali waktu."

Damar mendongak lagi. "Lebih besar dari petir tadi. Dia memiliki efek reduction yang tinggi."

"Hah! Gila, ya?"

"Tidak cukup gila. Aku terlalu meremehkannya."

"Lo kan selalu gitu," gerutuku. Cengkramannya mengerat. Dia kesal. "Pakai [Perfect Key]?"

Damar menggertakkan giginya kesal.

"Okay. Kita pakai [Perfect Key]."

"Mar, gue tahu lo nggak suka merasa incompeten, tapi sekarang, lo harus sadar kalo lo tuh kalah jauh dari Gerr. Nggak kayak di dunia sebelumnya, kalah di dunia ini berarti mati."

"Dan kamu harus sadar, menang di dunia ini berarti membunuh seseorang."

Mulutku terasa kering.

"Gue tahu."

"Bagus. Soalnya aku akan membunuh mereka semua. Tutup aja matamu bila nggak kuat."

Begitu aku mengaktifkan [Perfect Key], seluruh tubuhku terasa ringan. Bahkan tubuh Damar pun gemetar dan dia jatuh berlutut. Napasnya terengah. Aku sendiri juga merasa sangat pusing.

Damar mengumpat dengan gigit terkatup rapat.

Ada tanda hitung mundur di kepala Damar. Hanya satu menit.

"Mar, cuma satu menit!"

"Aku tahu kok."

Tanpa bergerak dari tempatnya, Damar mengangkat pedang dan [Darr!]. Sekali lagi, petir itu menyambar tanpa ampun. Akan tetapi, kali ini kekuatannya jauh lebih baik daripada sebelumnya. Petir itu lebih tajam dan lebih terarah. Kekuatan Gerr pun tak sanggup menahannya.

Kapak itu kehilangan warnanya. Tubuh Gerr hangus dengan mata yang menjuling. Bau daging hangus memenuhi daerah itu dan aku merasa ingin muntah.

Hanya satu serangan dan Gerr yang kesulitan ditangani tiba-tiba saja lenyap. Mati.

Aku mulai menyadari apa maksud Damar selama ini. Aku bisa merasakan betapa berbahayanya kekuatan ini.

"Gue nggak tahu bisa sekuat ini."

Damar tidak menjawab. Dia justru mengeratkan pedangnya. Rossy yang membeku mulai bergerak. Air matanya mengalir dan sambil menjerit dia menyerang kami. Akan tetapi, Damar dengan skill [Perfect Key] tak terkalahkan. Dia bahkan tidak bergerak dari tempatnya dan hanya berdiri perlahan.

Rantai-rantai bergerak di sekelilingnya dan dengan cepat melesat. Setiap rantai bermata tajam menusuk tubuh para penduduk desa dan membelit tubuh Rossy. Rossy memberontak. Dia bahkan menjerit akan membunuh kami dan meronta, serta terus menangis. Akan tetapi, rantai itu tidak dapat dihancurkan. Justru semakin lama membelitnya sangat erat, hingga tubuhnya Rossy kejang-kejang. Rantai di lehernya mencekik tanpa ampun. Saat suara keretak terdengar, Rossy mengeluarkan ringkikan terakhir dan tubuhnya pun tak lagi bergerak.

Mati.

Hanya semudah itu.

Tubuhku gemetar. Perutku terasa seperti diblender.

"Kan sudah kubilang, jangan lihat kalau tidak kuat."

Ketika melihat ke Damar, aku bisa melihat senyum puas di wajahnya dan tittle baru yang membuat serasa jantungku terjatuh ke perut.

[Merciless]

Tanpa ampun.