Chereads / The Perfect Key / Chapter 10 - Chapter 14

Chapter 10 - Chapter 14

[Perfect Key]. Sungguh kekuatan yang luar biasa.

Damar bisa merasakan seluruh tubuhnya menjadi jauh lebih kuat. Dia tidak tahu seberapa besar perbedaannya, tetapi rasa candu itu sungguh memabukkan.

Begitu Randy turun dari gendongannya, Damar bisa merasakan keinginan tak tertahankan untuk menariknya lagi. Apalagi ketika kekuatannya merosot jauh. Dia tak rela. Rasa candu dan haus akan kekuatan yang meluap-luap di dalam tubuhnya membuatnya ingin meraih Randy kembali. Rasanya seperti baru saja kehilangan efek memabukkan dari narkotika.

Dia melakukannya. Tangannya yang kekar meraih siku Randy, tetapi kekuatan yang membuatnya berada di atas angin itu telah menghilang. Mulut Damar terasa kering. Jantungnya berdebar kencang. Dia menginginkannya. Dia sungguh menginginkan kekuatan itu kembali padanya.

Bahkan dengan skill yang sama, perbedaan kekuatan dari poin yang dibuka hingga batas membuat kekuatan yang dihasilkan begitu jauh. Kekuatan dari [Element] yang bahkan tak bisa menjatuhkan Gerr meningkat drastis. Dia bahkan tak perlu memikirkan kekuatan yang signifikan saat merapal skill itu. Terasa seperti melempar dengan santai, tetapi kekuatan yang dihasilnya jauh di atas perkiraannya.

"Aku menginginkannya," gumamnya lirih.

Randy terlihat terkejut akan sikapnya, tetapi kemudian mengerjap.

"Sorry, gue kelihatan limbung, ya?"

Laki-laki ini bahkan tidak sadar alasan Damar meraihnya. Dia terlihat sangat pucat dan lagi-lagi MP-nya berkurang jauh. Akan tetapi, tidak ada muntah darah atau mimisan. Matanya memang terlihat tidak fokus, tapi hanya itu. Tubuh Randy terasa lebih dingin, tapi dia akan baik-baik saja. Dia bahkan mencoba berdiri dengan kakinya yang gemetar.

"Kekuatan itu membebanimu, ya?"

Randy membuang muka dari mayat-mayat.

"Yeah."

"Seberapa besar efeknya? Kamu merasa akan pingsan? Mimisan? Atau muntah darah?"

"Uh! Gue baik-baik aja, sih. Cuma mual."

"Mau kugendong sampai ke desa? Pinny pasti punya kamar lain."

"Nggak usah, lah! Gue bisa jalan sendiri."

"Okay."

Randy menjauhkan dirinya dariku. Rasa tidak rela itu kembali lagi, tetapi Damar menjejalkan tangannya ke saku.

Akan dia pastikan, Randy tak menggunakan kekuatan itu pada orang lain. Bahkan tidak pada dirinya.

OooOooO

Penduduk desa telah menunggu saat kami datang. Pinny bahkan memeluk putrinya dan beberapa penduduk desa saling memandang satu sama lain. Salah satu wanita tua maju. Suaranya penuh harap ketika bertanya, "Apa kalian membunuh Gerr dan Rossy?"

Bayangan tentang mayat-mayat itu kembali dan mulutku terasa kering.

Damar berdiri di sampingku, setelah dia berjalan dengan aneh di belakangku sejak tadi.

"Ya."

Tanpa kuduga, para penduduk desa menangis haru. Aku bisa merasakan kelegaan dan kebahagiaan. Bahkan Pinny memeluk Pimm yang kebingungan dan menangis kencan. Orang-orang ini bahagia karena kematian mereka, dan aku bahkan tak bisa merasakan kebahagiaan itu. Rasa takut dan bersalah melihat mayat-mayat yang sebelumnya hidup dan bergerak membuatku mual.

Akan tetapi, kematian mereka adalah kebahagiaan dan kelegaan untuk orang-orang ini. Apa yang mereka lakukan hingga kematian mereka menjadi sesuatu yang patut disyukuri? Ah sialan. Aku mual.

"Terima kasih, Para Makhluk Dunia Lain. Terima kasih."

Aku mengepalkan tangan erat dan membuang muka.

Tak sanggup mendapat terima kasih dari membunuh orang-orang itu.

Setelah pertemuan itu, kami baru tahu bahwa Gerr bukanlah orang dari sini. Dia adalah pendatang bersama orang-orangnya dan Rossy. Awalnya mereka adalah pengembara yang tinggal di penginapan Penny dan suaminya. Chief sebelumnya menyambut kedatangan mereka dan mereka bahkan membantu masalah dari Serpent Forest.

Mereka menjadi penjaga di desa itu. Banyak pemuda desa yang menjadi pengikut mereka dan sudah tentu, mereka senang dengan keamanan yang terjamin. Akan tetapi, kebaikan mereka tak berlangsung lama. Dua tahun setelah kedatangan mereka, Gerr mulai meminta upeti dan semakin menaikkan jumlahnya dengan alasan para Hyena yang menyerang penduduk desa.

Kehidupan mereka yang tenang semakin berubah. Gerr menjadi tiran yang tak segan membunuh dan melukai warga desa. Dia bahkan membuat mereka yang dia rasa berguna menjadi budaknya. Atau mereka yang cantik untuk memenuhi hasratnya.

Semakin lama aku mendengar wanita tua itu bercerita, perasaanku semakin campur aduk. Hingga kemudian cerita itu beralih pada Pinny. Gerr menyukai Pinny, tapi wanita itu memiliki suami. Suami Pinny dibunuh dan Gerr memaksa Pinny untuk menjadi istrinya. Meski begitu, Pinny tak pernah menyerah dan terus melawan. Akan tetapi, keberadaan Pimm membuatnya tak bisa melawan lebih jauh. Pada akhirnya, Gerr memberikan tanda budak padanya dan memaksanya menjaga penginapan.

"Skill [Housekeeper]-ku lah yang membuatnya tidak memasukkanku ke kandang."

Kandang yang dimaksud Pinny benar-benar mengenaskan. Anak-anak dari dunia lain juga ada. Mereka bilang datang bersama kami sepuluh hari lalu. Itulah mengapa Gerr mengetahui tentang Makhluk Dunia Lain. Skill mereka pun cukup berguna. Mulai dari pertarungan hingga untuk assistance. Akan tetapi, aku membuang muka dari rantai-rantai yang mengikat mereka.

Tanda budak di leher mereka sama seperti tanda budak di leher Pinny.

"Bajingan, anak-anak ini masih SD."

Damar menatap mereka dingin sementara penduduk desa mulai mengeluarkan mereka dari sana.

"Gerr ingin membesarkan mereka dan menyeretnya dalam perang."

Dia melirik ke gadis seusia Rossy. Gadis itu sangat lemah dan tubuhnya dipenuhi lebam. Damar berdecak.

"Inilah yang akan kau dapatkan bila mereka menangkapmu."

"Gue tahu kok."

Para budak itu diobati, dibersihkan, dan meski mereka masih ketakutan tinggal di rumah-rumah penduduk. Mereka sudah lebih baik, tetapi tetap linglung. Damar mengambil kontrak budak di rumah Gerr dan membaca isinya.

"Pemiliknya masih Gerr," gerutu Damar. Dia melemparkan kontrak budak itu ke meja. Kontrak yang dipesan Gerr datang keesokan harinya setelah pertarungan itu dan Damar dengan kesal membakarnya begitu saja. Beserta burung hitam cantik yang membawa pesan. "Meski bajingan itu mati, selama kontrak ini tak dibatalkan, mereka akan tetap menjadi budaknya."

"Berarti hanya bisa mencari pembuat kontrak atau pemilik skill [Curse Breaker], ya?"

Damar mengangkat sebelah alis. "Untuk apa?"

"Untuk menolong mereka, lah. Apalagi?"

"Apa untungnya kita menolong mereka?" Dia menunjuk kantong uang yang dulu dijanjikan Gerr. "Kita sudah dapat uang. Sudah memburu Hyena. Hyena-hyena itu takkan turun lagi."

"Kok bisa?"

Damar menatapku dengan tampang seolah mengatai aku bodoh.

"Karena aku membunuh mereka semua. Itu yang kamu mau, kan?"

Apa dia mengharapkan terima kasih dariku?

Melihat kebungkamanku, Damar menghela napas, "Masalah Gerr sudah selesai. Hyena sudah selesai. Kita akan berangkat besok ke kota selanjutnya. Aku sudah mendapat peta dan kereta kudanya. Lagipula tidak ada lagi yang bisa kita lakukan di sini, aku sudah bertanya pada orang-orang desa tentang," dia terdiam, seolah tidak yakin akan menlanjutkan perkataannya atau tidak, "cara untuk kembali. Tapi mereka tidak tahu. Jadi, aku bertanya tentang tempat yang mungkin memiliki kekuatan sihir yang kuat dan mereka mengatakan Pohon Dunia."

"Yggdrasil?"

"Mereka tidak menyebutnya begitu."

"Apa lo yakin di situ tempat kita bisa balik?"

Damar mengangkat bahu ringan. "Lebih baik daripada diam di sini saja."

Itu benar, sih. Akan tetapi, entah rasanya seperti lari dari tanggung jawab.

Damar menatapku lamat-lamat. "Nggak usah berpikiran aneh-aneh. Fokus saja kembali pada Ibu dan Adikmu. Kamu tahu mereka pasti panik kan sekarang?"

Ucapan Damar benar, tetapi rasanya salah untuk membiarkan hal itu terjadi begtu saja. Ibu dan Rara mungkin kebingungan, tetapi setidaknya mereka baik-baik saja. Kebingungan dan sedih, tetapi mereka akan baik-baik saja.

Aku mengepalkan tangan.

"Kalau kamu memang khawatir pada mereka maka ...."

"Gue bakalan nyari [Curse Breaker] atau maksa yang bikin kontral budak ngebatalin kontraknya."

Damar termenung. "Kamu gila?"

"Nggak."

"Gimana?"

"Lo bisa bantuin gue."

"Kalau aku tidak mau?"

Aku tidak pernah membayangkan Damar tidak mau menerima ini, tapi, "Gue bisa nyari orang lain."

Damar mendengus. "Orang lain yang bahkan nggak tahu situasi tempat ini? Kamu mau apa? Nunjukin pada mereka kekuatanmu untuk membangkitkan skill atau buffing [Perfect Key]?"

"Kalo perlu."

"Jangan bercanda!"

"Lo yang bercanda!"

Aku bangkit dan mencengkram kerahnya, tetapi Damar bergeming. Matanya menatap tajam, tetapi bukan hanya dia yang keras kepala di sini. Aku pun tidak main-main dengan perkataanku. Aku akan mencari pemilik skill [Curse Breaker] atau memaksa si pembuat kontrak mematahkan kontraknya, tanpa atau bersama Damar.

Lagi pula, sejak awal, kami berpetualang bersama karena jatuh di tempat yang berdekatan. Tidak ada alasan untuk Damar mengikutiku, begitu pula sebaliknya.

"Gue nggak tahu apa yang terjadi sama lo atau seberapa lunatic-nya dunia ini. Gue nggak tahu apa yang berlian lakukan sama pikiran kita sampai lo jadi psiko kayak gini. Tapi jangan lupa! Lo tetap manusia. Sudah sewajarnya manusia menolong satu sama lain. Kalo lo nggak mau terserah. Gue bakalan pergi sendiri."

Aku mendorong Damar, lantas berjalan menjauh.

"Karena gue masih mau jadi manusia."

Tanpa diduga, Damar meraih tanganku. "Okay. Aku ngerti, tapi ada syaratnya."

Aku mengerutkan kening, tetapi berhenti berjalan.

"Aku mau kamu mengikuti ucapanku, terus dekat denganku, dan hanya menggunakan skill [Perfect Key]-mu padaku. Jangan pernah menyebut [Perfect Key] di depan orang lain. Mengerti?"

Aku tidak tahu, kenapa Damar benar-benar menginginkannya bahkan hingga menunjukkan ekspresi seperti anjing yang kehilangan majikannya. Akan tetapi, aku mengangguk.

"Bagus. Okay. Kamu harus berjanji, okay?"

"Ya, Mar. Gue janji."

"Good." Damar melepaskan tanganku. Kemudian mengulang kembali untuk dirinya sendiri. "Good."

Sebenarnya, seberapa besar [Perfect Key] mempengaruhinya?

OooOooO

"Wah kurirmu mencicipi paketnya. Kau yakin dia akan mengantarkannya padamu?"

Seorang wanita muda keluar dari kegelapan. Rambutnya yang seperti malam meliuk di pinggangnya. Gaunnya yang berwarna biru gelap dipenuhi pernik indah seperti bintang di langit malam yang cerah. Matanya hitam, seperti kegelapan yang tak berujung. Tubuh tinggi dan langsing itu melangkah perlahan. Kakinya yang seputih susu berjalan di atas lantai marmer kastil di antah berantah. Di tangannya, tongkat berwarna biru gelap berkilau. Kristal di ujungnya berputar dan denging yang sangat lirih itu terdengar.

Di depannya, lelaki berambut merah sedang duduk dengan kaki yang menyilang angkuh. Matanya tampak berbahaya. Perpaduan antara kelicikan, kejahilan, dan kekejaman yang bercampur hingga tampak seperti darah. Mata merah itu menyipit. Mulutnya menyeringai dan menunjukkan gigi taring. Siapa pun yang melihatnya pasti akan merinding.

"Aku sudah memperkirakan hal itu," ujarnya dengan nada tak begitu tertarik. "Siapa yang akan bisa melawan paketku yang manis?"

"Sebenarnya darimana kau mendapatkan anak itu, Xavier?"

"Aku tidak suka seseorang memanggil namaku terang-terangan, Valentina."

"Untuk orang yang tidak suka namanya disebut terang-terangan. Mulutmu ringan sekali menyebutku." Xavier tidak menjawab. Akan tetapi, tatapannya telah cukup menjadi peringatan untuknya. "Baiklah. Aku kemari hanya untuk memberitahu A telah mengendus pergerakanmu."

"Kau pikir aku tidak tahu? A bukan makhluk yang pandai menyembunyikan kecurigaannya. Makhluk itu akan turun tangan, cepat atau lambat."

"Apa yang akan kau lakukan, X? Apa kau akan menggunakannya?"

Xavier tersenyum miring.

Tawa Valetina bergemerincing.

"Aku tahu memang sebaiknya tidak pernah macam-macam denganmu, X. Apa yang telah kau siapkan, sekarang?"

Xavier mengusap rambutnya dan berjalan ke sisi jendela. Di balik jendela Dunia The Last Star muncul dalam kelap-kelip yang tak berarti.

"[Ruthless] bukan title yang mudah didapatkan, kau tahu."

Mata Valentina melebar. "Kau memang Bajingan Gila, Xavier."