Chereads / The Perfect Key / Chapter 13 - Chapter 17

Chapter 13 - Chapter 17

Damar tidak ada di kamar. Aku tidak tahu kapan atau apa kah dia tidur, tetapi saat aku bangun, kamar tidurnya masih sangat rapi. Anak itu benar-benar tidak pernah lelah, ya?

Dibandingkan dengan Damar, aku menjadi lebih sering capek daripada di dunia sebelumnya. Entah kenapa, staminaku terus menyusut. Damar beranggapan itu ada hubungannya dengan penggunaan [Eyesight] secara terus menerus atau karena memang statusku terlalu rendah.

Aku turun setelah membersihkan diri. Terry seperti biasa menyapa dengan logat aduhnya sambil menerima tamu. Dia juga memberi tahuku tentang restoran bagus yang cukup murah. Bahkan memintaku menyebut namanya.

Selama di jalan, aku menyadari kota ini jauh lebih ramai daripada kemarin. Akan tetapi, aku bisa merasakan ketegangan mereka, seolah setiap bahu mereka bertanya, 'Apa lagi yang akan mereka lakukan?'

Aku mengingat pembicaraan orang-orang di lobi Terry kemarin. Sesuatu yang berhubungan dengan Makhluk Dunia Lain atau merekalah penyebabnya. Bahkan ketika aku mencapai kedai Hawk Hat yang sebutkan Terry, pembicaraan orang-orang berhenti sejenak. Aku bisa merasakan mata mereka memperhatikanku. Aku meneguk ludah kemudian dengan sesantai mungkin pergi ke counter tempat seorang lelaki paruh baya yang berotot sedang memasak. Aku tidak menggunakan [Eyesight] dan itu membuatku menjadi lebih tegang.

[Eyesight] menyelamatkanku dari rayuan Rossy, tetapi sekarang aku merasa buta.

Aku duduk di counter dan memanggil pemilik kedai.

Jerr menoleh. "Ada yang bisa saya bantu?"

"Ah! Namaku Rann. Terry menyarankanku ke sini bila mau sarapan."

Uh! Bahasaku pasti terdengar campur aduk. Jerr yang rambut panjangnya di kuncir itu memiliki mata tajam berwarna kecoklatan seperti burung elang. Hidungnya mancung dan bengkok dengan garis dagu yang keras. Dengan perawakan seperti itu, aku takkan heran bila melihatnya di salah satu siaran masak di televisi. Jadi orang tampan itu enak.

"Terry Terry."

Logat Jerr yang kaku dan tegas segera meluluh ketika aku menyebut nama Terry.

"Kalau kau menginap di tempat Terry, maka baiklah kau orangnya."

Aku mengangguk dua kali.

"Tempat Terry enak. Kau menginap berapa lama? Darimana asalmu, Nak? Desa mana?"

"Sepertinya dua hari. Gerr meminta kami pergi mencari obat."

"Cresent Moon kalau kau mau, Nak. Baguslah kau pergi dua hari, Nak. Kau takkan mau melihat festival sialan itu. Pergilah kau cepat dari kota ini!"

Kata-katanya mungkin terdengar seperti mengusir, tetapi ekspresinya tidak terlihat marah. Justru terlihat prihatin.

"Eh, memang ada apa, Pak?"

"Kau pasti tidak tahu karena orang-orang desa Gerr hampir tak pernah kemari, tetapi Makhluk Dunia Sialan itu menguasai kota ini dan membuat ranking seenaknya sendiri. Kacau lah tempat ini. Sudah tak tertolong. Kalau kau bertemu Makhluk Dunia Lain, larilah kau, Nak! Badanmu kecil. Ditendang sekali kau pasti mental."

Sebenarnya menyebalkan ketika seseorang berkata aku lemah, tetapi kenyataannya begitulah aku. Perasaan tak berdaya saat melawan Rossy dan melihat Damar menguasai pertarungan yang tak bisa kumenangkan membuatku mulai menyadari kemampuanku sekarang.

"Aku akan baik-baik saja."

"Kalau kau disuruh Gerr, maka tangguhlah kau, Nak. Kemari kau mau makan apa? Daging Babi kau mau, kah? Atau kau mau melihat menu terlebih dahu—Oh sialan, baru juga kubilang soal mereka." Jerr memelankan suaranya. "Bersikaplah baik kau, Nak! Mereka menganggap orang-orang kita NPC atau semacamnya."

Di belakangku, sekelompok anak-anak remaja masuk. Dengan penasaran, aku menoleh. Ada tiga orang yang masuk. Dagu mereka diangkat dan kedua tangan dijejalkan ke saku. Mata mereka berkilat dalam kesombongan dan sikap merendahkan. Saat mereka datang ke tempatku, aku segera menyingkir.

Situasiku tidak baik. Bila membuat masalah dengan mereka, aku akan babak belur. Bila mereka tahu aku adalah Makhluk Dunia Lain keadaan takkan jauh berbeda. Jadi, satu-satunya cara yang bisa kulakukan sekarang hanya lah merendahkan diri.

Senyum Jerr jelas terlihat kaku. Sikap pertemanannya pun menghilang. Orang-orang di kedai pun diam. Tidak ada yang berani mengangkat kepala.

Seberapa besar masalah yang mereka berikan pada kota ini sebenarnya?

"Heh! Pak Tua. Makanan dong!"

Aku mengepalkan tangan erat. Anak-anak ini pernah diajarkan sopan santun tidak sih?

Dengan menahan amarahnya, Jerr memberikan makanan pada anak-anak kurang ajar itu. Mereka masih lebih muda dariku. Mungkin kelas satu atau bahkan masih SMP. Akan tetapi, apa-apaan sikap kurang ajar ini? Kenapa mereka bisa masuk ke kedai dan merampok seperti preman sialan?

Aku meneguk ludah.

Pasti aku menunjukkan amarah di ekspresiku karena Jerr menggeleng.

Aku tahu. Aku sangat lemah sehingga tak mungkin memiliki kesempatan untuk melawan mereka.

Saat aku menggunakan [Eyesight] rata-rata kekuatan mereka tidak lebih dari seratus. Akan tetapi, setiap jendela skill mereka memiliki tittle [Merciless] dan [Robber]. Tidak ada satu pun dari mereka yang memiliki skill yang cukup mumpuni untuk pertarungan. Bahkan tidak ada [Hunter] dan [War Axe] seperti yang dimiliki Gerr. Mereka pun tidak terlihat mengancam. Akan tetapi, mereka tetap lebih kuat dariku.

Kenyataan itu membuatku kesal.

Setelah mereka keluar barulah Jerr mendatangiku sembari memberikan makanan.

"Aku tahu kau marah, Nak. Tetaplah pada rencanamu! Lupakan mereka!"

"Kalian bisa melawan mereka kalau mau."

"Mereka bertiga gampang, Nak. Pemimpin mereka. Tidak."

Jerr menggeleng sedih.

"Sudah banyak penjaga yang mati. Kami hanya pedagang, Nak. Apa pula yang bisa kami lakukan untuk melawan?"

Benar juga.

Aku mengedarkan pandang ke seluruh kedai. Status mereka tidak rendah. Rata-rata 70, tetapi bila anak-anak sialan dengan status yang setara dengan mereka memiliki pemimpin, status pemimpin tersebut pasti kuat sekali. Akan tetapi, bukankah Damar seharusnya bisa mengatasi hal ini?

Setidaknya aku harus meyakinkan Damar untuk membantu. Kalau saja dia mau membantu, aku bisa memberikan skill [Perfect Key] padanya dan semuanya pasti selesai. Akan tetapi, duh, Damar tuh kikir banget.

"Nak Rann, aku akan memberimu saran karena kalian menginap di tempat Terry. Jauhi Bagastara! Mau kau terkuat atau apalah. Jauhi saja. Kalau bikin Terry dalam bahaya, aku yang akan menghajar kalian."

Aku menatap Jerr terkejut. Suaranya yang pelan membuat orang-orang tak terlalu mendengarkan. Ditambah banyak orang yang pergi karena tiga orang berandal tadi.

Jerr tersenyum kecut.

"Bodoh lah aku bila tidak sadar. Gerr tak akan meminta kalian menginap ditempat Terry. Hanya Pinny yang akan menyarankan kalian ke sini. Kalian Makhluk Dunia Lain sudah mengalahkan Gerr kan? Baguslah Bajingan itu kalah. Bandit ingusan itu sudah memporak-porandakan desa terlalu lama. Kau kuat. Bagus. Tapi, jangan cari masalah! Tetap saja kau pergi setelah dua hari."

Merasa tak bisa mengelak lagi, aku hanya bisa mengangguk.

Melihat kepatuhanku, Jerr justru tertawa keras.

"Aku memang merasa konyol mendengar ini waktu Terry mengatakannya, tapi benar pula lah. Ada pula Makhluk Dunia Lain yang polos macam kau ini. Pulang sana. Hati-hati kau di jalan."

Akan tetapi, sayangnya, permintaan Jerr tak bisa kulaksanakan. Baru juga sebentar aku keluar dari kedai, aku di bawa ke seorang laki-laki dengan penampilan seperti pegawai kantor akhir 20an.

Suaranya terdengar sopan ketika berkata, "Namaku Bagastara Dinarya. Kau pasti Makhluk Dunia Lain juga, kan?"