"Kita akan mengikuti quest [King of Grassland]. Untuk itu, kita harus bekerja sama dengan Bagastara."
Sejenak, hanya keheningan yang mengisi ruangan itu. Aku menunggu Damar melanjutkan rencananya, tetapi dia hanya menatapku dengan pandangannya yang menusuk.
Sehingga aku menjawab ragu, "Okay?"
Damar berdecak dan menatapku jengkel. Di tempat tidur, Andira tertawa pelan.
"Sudah kubilang, kamu harus menolak rencanaku."
Aku mengangkat bahu, lantas dengan tenang menjawab, "Kenapa? Itu ide bagus."
Damar melotot kesal. Tidak senang dengan ide yang baru saja dia utarakan sendiri. Akan tetapi, aku sendiri pun tahu itu ide yang bagus. Meski sangat beresiko. Damar sendiri takkan mengusulkan ide itu bila dia tak merasa demikian.
Andira menepuk bahu Damar. Dia menoleh padaku, lantas berkata, "Untuk melakukannya, kita perlu berada di level tempur yang sama dengannya. Atau setidaknya bernegosiasi tentang apa yng diinginkannya."
Damar menyela tajam.
"Aku akan memiliki level tempur yang sama dengannya."
"Oke, Bocah Besar! Tenang!"
Andira tertawa gugup.
Aku serius saat berkata itu ide bagus. Meski terlihat menyeramkan, Bagastara adalah orang terdekat yang bisa kami jadikan sekutu. Hanya sekutu. Aku sungguh tak ingin berteman dengan penjahat keji yang membunuh orang hanya untuk kesenangan.
"Lo juga seharusnya tahu, Mar. Bagastara itu kelompok dengan anggota paling sedikit. Semua orang takut padanya dan dia tidak peduli pada kelompoknya. Alasan dia mau repot-repot ikut dalam quest King Of Grassland hingga membunuh King Of North Grassland karena dia menginginkan EXP hadiahnya."
Saat Andira menyebutkan tentang EXP, Aku kembali mengingat EXP Bagas yang lebih dari seribu.
"Apa dia sedang mencari suatu skill?"
"Kayaknya gitu."
Itu pertukaran yang bagus. Bila masih tetap menyimpan EXP hingga sebesar itu dan tidak menukarnya untuk menaikkan status, berarti skill yang dia perlukan adalah skill yang tinggi. Aku bisa menggunakan [Born] padanya sebagai imbalan.
Meski itu ide yang bagus, Damar menatap kami berdua dengan ekspresi seolah baru saja menelan lemon paling masam.
Damar sendiri mengusap wajah frustasi.
"Kita takkan melakukannya."
Aku mengerjap polos. Toh kita menyembunyikan skill [Born]ku dari Andira.
"Melakukan apa?"
Melihat hal itu, Damar mendengus kesal.
"Terlalu beresiko."
"Lo yang nawarin idenya."
"Makanya aku bilang tolak."
Andira melambaikan tangan.
"Kalian berdua seperti memiliki sesuatu yang diinginkan Bagastara. Mau jelasin ke gue yang nggak ngerti apa-apa ini, nggak?"
Damar menatap Andira tajam seolah hendak menelannya bulat-bulat. Dia mendengus dan melipat tangan kesal. Yang mengejutkan adalah dia memutuskan untuk menceritakannya.
"Kita punya skill untuk membuka skill orang lain. Nggak perlu tanya kelanjutannya."
Saat itu juga, Andira menatapku dengan mata berbinar.
"Lo yang punya?"
Aku mengangguk enggan. Tak menyangka Damar benar-benar mempercayai Andira hingga dia mau menceritakan [Born]. Padahal sejak awal mengetahui skill ini, Damar memaksaku untuk tidak mengatakannya pada siapa pun. Mungkin sebaiknya aku juga mulai mempercayainya.
"Iya."
"Wah keren."
Setelah memastikan Andira akan merahasiakannya. Kami mulai membicarakan tentang para King Of Grassland. Yang pertama, Kenneth. Orang berkebangsaan Amerika Serikat yang memiliki wilayah Timur.
Dia merupakan orang dengan kemungkinan tertinggi memiliki wilayah ini selain Bagas. Bila Bagas meraih kemungkinan itu dari ketakutan dan teror, Kenneth memiliki diplomasi yang tinggi dan loyalitas dari bawahannya. Kekuatan tempurnya berasal dari kelompok besar dan loyal yang tak takut mati demi dirinya.
"Sebaik apa pun dia terlihat, Kenneth tetap beranggapan dirinya lebih baik daripada orang lain. Dia adalah orang yang paling memegang teguh penyebutan Player dan NPC. Dia menganggap orang-orang dari dunia ini harus mengikutinya apa pun yang terjadi."
Berikutnya, Dimas. Raja dari wilayah Barat. Berbeda dengan Kenneth yang terasa seperti tentara yang loyal, kelompok Dimas lebih seperti Guild petualangan. Mereka bebas, tetapi bar-bar. Kebanyakan diisi oleh anak-anak seumuranku. Kekuatan mereka berasal dari Dimas yang memiliki [Holy Spear] dengan kekuatan tinggi.
Damar menggumam, "Living Weapon."
Masalahnya adalah Dimas masih terlalu muda. Dia juga merasa Player lebih baik dari orang-orang ini dan beranggapan mereka harus membayar untuk mendapat perlindungan. Seperti Gerr. Setelah melihat yang Gerr lakukan di desa Pinny, aku sepakat untuk tidak membiarkannya memimpin.
"Dimas orang yang terlalu bebas. Dia tidak segan menghajar orang lain yang menghalangi jalannya."
"Preman," gerutuku.
Faiz.
Pemimpin dari daerah tengah ini tak peduli dengan kemampuannya memimpin. Dia hanya ingin bertarung dan terus bertarung. Dia ingin mencoba semua skillnya dan naik level. Dia adalah maniak game yang sedang antusias karena mendapat kekuatan yang selama ini dia idamkan. Faiz bahkan mendapat tittle [King of Center Grassland] karena dia hanya ingin bertarung dengan pemilik [King of Center Grassland] sebelumnya.
Itu juga alasan Damar bertarung dengan pemimpin wilayah tengah itu. Damar hanya sedang berjalan memutar ketika Faiz muncul dan menantangnya. Bahkan saat kami menceritakan tentang Faiz, Damar berdecak kesal.
"Orang gila. Dia pikir dunia hanya game."
Yang terakhir, [King of South Grassland]. Tidak banyak yang mereka ketahui tentang wilayah terjauh itu. South Grassland terlampau berbeda. Akan tetapi, mereka tahu sesuatu sedang bergerak di bawah kaki daerah selatan.
Andira memainkan selimutnya kikuk.
"Kami bahkan nggak berani ke sana."
Damar mengangguk. "Aku juga tidak mendapat info tentang daerah selatan."
"Kalau begitu, menurut kalian mana yang paling cocok untuk memimpin Grassland?"
Mereka berdua kompak menjawab, "Nggak ada."
"Kalau begitu bagaimana? Kalau kita beraliansi dengan Bagastara, kita akan menyerahkan tittle King ke dia?"
Ekspresi Damar terlihat seperti orang yang akan muntah.
"Menyerahkan wilayah ini ke pembunuh sialan kayak dia? Gila, ya?"
Aku tertawa pelan.
"Terus?"
"Itu bagian dari negosiasinya. Dia harus menyerahkan tittle [King of North Grassland] ke kita."
Aku mengerjap bingung.
"Loh, lo mau diam di sini, Mar?"
"Ya, kali. Rencananya mau kukembaliin ke pemimpin daerah sini yang asli. Daerah ini terlalu berantakan untuk dipimpin orang-orang dari dunia kita yang mengira ini hanya monopoli di atas kertas."
Andira kembali menambahkan, "Karena Adipati sebelumnya sudah meninggal sejak quest ini muncul. Sulit bagi kita untuk menyerahkannya. Jadi, mungkin ini akan berjalan cukup lama."
Aku tidak menyangka hal yang berhubungan dengan memimpin bisa serumit ini.
"Sebelum kita memusingkan perihal kemana tittle itu dibuang." Aku mengernyit pada pemilihan kata Damar yang menyebalkan, tetapi dia tetap melanjutkan tanpa peduli, "Lebih baik kita fokus pada bagaimana mengalahkan mereka. Bagastara memang kuat, tapi kita tidak akan meminjam kekuatannya terlalu besar. Akan merepotkan jika dia memaksakan hutang budi."
Aku meringis. Ah dia benar.
"Kekuatan Kenneth apa?" tanyaku pada Andira.
"Kurang tahu. Dia jarang bertarung dengan tangannya sendiri. Lebih banyak anak buahnya."
"Informasi yang paling jelas itu Faiz dan Dimas, ya?"
Damar berkata, "Faiz jangan! Kekuatannya memang tidak besar, tetapi beragam dan menyebalkan."
"Berarti tinggal Dimas?"
"Aku akan mencari tahu tentang Dimas."
"Gue yang bikin kesepakatan sama Bagastara."
"Jangan sendirian!"
"Sama gue aja."
"Dir, lo masih sakit."
Andira tersenyum lebar. "Nggak separah itu, kok."
Damar mendengus dan dia pergi tanpa mengatakan apa pun.
"Okay. Hari ini istirahat dulu. Nanti malam kita akan memulai rencananya."