Chereads / The Perfect Key / Chapter 20 - Chapter 24

Chapter 20 - Chapter 24

Saat kami masuk, Bagastara menyambut dengan senyum lebar. Dia sedang duduk di meja dalam ruangan yang sama dengan ketika dia membawaku kemarin. Senyumnya tak lagi tampak ramah. Lebih seperti rubah licik yangs edang bersenang-senang.

Aku menahan perasaan ingin melarikan diri yang mencekik leher.

"Aku tidak menyangka kamu akan menemuiku di hari yang sama. Yah, kau menutupi lehermu, jadi aku berasumsi, tandanya masih sangat jelas, kan?"

Reflek aku menyentuh leher. Cap tangannya pasti masih terlihat. Beruntung syal yang diberikan Damar menutupinya. Andira yang tidak mengerti hanya memiringkan kepala bingung.

Senyum Bagastara yang licik membuat begidik ngeri. Rasa takut yang merambat di punggungku terasa aneh. Saat itu, aku melihat ke mata Bagastara dan menemukan titik cahaya berwarna merah yang mencekam. Leherku terasa kering.

Semakin aku merasa takut, senyum Bagastara semakin lebar. Aku tahu itu adalah skillnya, tetapi aku tidak bisa mengenyahkan rasa takut terdalam yang seolah sedang merangkak naik. Kegelapan dalam benakku terasa tergelitik dan ingin menelanku bulat-bulat.

Bagastara yang hanya berdiri diam pun terasa seperti algojo yang siap memberikan kematian terpedih.

Dengan susah payah, aku menelan ludah.

Bagastara memiringkan kepala.

"Kau tidak kemari hanya untuk ketakutan, kan?"

"Gue punya sesuatu yang lo mau."

Meski hanya sekilas, Bagastara terlihat tertarik, "Anak itu juga mengatakan hal serupa. Itulah kenapa kau masih berdiri dengan kakimu sendiri bukannya kucekoki HP Potion."

Sinting.

Aku menggigit bibir.

"Ada skill yang lo mau, kan? Skill itu berharga tinggi, makanya lo ngumpulin EXP. Normalnya, orang-orang akan nukar EXPnya dengan skill lain atau naikin status. Sedangkan lo enggak. Jadi, gue berasumsi, pasti ada skill yang lo mau."

Mata Bagastara berkilat senang. Sehingga aku mencoba mengatakan kelanjutannya dengan lebih berani.

"Gue nggak tahu skill apa yang lo mau, tapi meski lo ngumpulin EXP lo seharga sama, skill yang bakal keluar waktu lo nukarin EXP bakalan random. Kalau skill yang lo mau nggak keluar, lo harus ngulang dari awal dan ngumpulin EXP itu susah."

"Jadi?"

Aku menarik napas dalam.

"Gue bisa buka skill itu buat lo."

Tepat setelah aku mengatakan hal itu. Bagastara melompat ke arahku. Gerakannya begitu cepat, tetapi Andira tak kalah cepat. Sebuah pelindung berwarna merah berkilau itu mengelilingi kami dan Bagastara bahkan tak bisa menghancurkannya.

Lelaki itu juga terkejut. Dia menatap Andira tajam. Tanpa basa-basi dia memukul pelindung itu dan dentuman keras terdengar. Akan tetapi, pelindung itu bahkan tidak bergetar.

Bagastara bukanlah Player yang berfokus pada kekuatan, tetapi kekuatannya masih luar biasa. Lututku lemas, tetapi ini bukan saatnya untuk ketakutan.

"Kau membawa teman yang merepotkan."

"Gue cuma mau nawarin sekali."

"Aku bisa mengambilmu kapan saja."

"Kalau begitu, gue bakalan bunuh diri."

"Anak lelaki yang membawamu tadi pagi takkan membiarkanmu melakukannya."

"Damar nggak akan tahu."

Bagastara menatap mataku tajam. Akan tetapi, aku hanya membiarkannya melihat tekadku. Aku ingin dia tahu bahwa aku tak main-main.

Meski berkata begitu, aku tidak benar-benar akan melakukannya. Namun niat setengah-setangah tidak akan takkan meyakinkannya. Ketika aku sedang mempertimbangkan diri untuk melukai diri untuk meyakinkannya, Bagastara tertawa lebar.

"Bagus. Bagus sekali Randy."

Andira memiringkan kepala bingung. "Randy?"

"Ups!" gumamku. "Gue jelasin nanti."

Andira mengangguk. Aku hanya bisa berharap dia takkan membunuhku dari belakang.

Bagastara kembali ke tempat duduknya dengan mata yang berkilat oleh kekaguman dan kesenangan. Dia menyilangkan kaki dan matanya menatapku menusuk, mencari sesuatu yang menarik.

Tangannya melambai. "Lanjutkan."

"Apa?"

"Aku akan bermain di game-mu. Jadi, lanjutkanlah! Berikan aku tawaran yang menarik."

Aku menjelaskan tentang rencana kami untuk mengambil alih Grassland dan memenangkan permainan ini. Juga membicarakan tentang tujuan kami untuk mengembalikan [King of Grassland] ke pemilik seharusnya. Bagastara tidak tertarik dengan itu semua, sehingga dia pun melambaikan tangannya dengan ekspresi bosan.

"Kalau tempat ini rata dengan tanah pun, aku tak peduli."

Apa yang kuharapkan dari orang sepertinya?

Mulutku terasa pahit.

"Kita rencananya mau melawan Dimas dulu untuk merebut [King of West Grassland."

Bagastara mengangkat tangannya. "Terserah yang mana saja. Ceritakan padaku tentang kekuatanmu."

Dengan jengkel aku mencela, "Lo bilang mau tahu rencana kita?"

"Mereka kan tinggal dibunuh saja. Apa susahnya? Kalian mau menghadapi Dimas? Silahkan! Dimas nggak begitu sulit untuk dihadapi. Dia anak manja yang sedang berhalusinasi karena mendapat kekuatan. Sekali dia sadar kalau dia bisa mati, mudah saja menumbangkannya."

"Kalau semudah itu, ngapain lo nggak turun tangan?"

Bagastara mengangkat bahu ringan. "Dari awal aku tidak berniat ikut dalam pertarungan ini secara adil. Seperti yang sudah kau tebak tadi, aku hanya menginginkan EXP nya. Karena aku sudah menemukan cara yang lebih mudah, aku tidak peduli lagi."

Aku benar-benar tidak menyangka orang ini benar-benar menyebalkan.

"Sayang banget nih, gue nggak bisa buka yang lo mau sekarang."

Bagastara tersenyum seolah tahu tentang hal itu.

Melihat ekspresi bingungku, Bagastara pun berkata, "Kau masih baru bangun. EXPmu takkan sebesar itu. Melihat kau tidak mau membunuh orang lain, pertumbuhan EXPmu pasti lemah. Sehebat apa pun kekuatanmu, dia pasti memerlukan sesuatu untuk menjadi penggantinya. Apa itu mana?"

Cara dia menebak dengan tepat membuatku semakin kesal.

Bagastara tertawa. Dia benar-benar menikmati kekesalanku.

"Begitu lebih baik. Ah! Sudah lama sekali, aku tidak mendapatkan kesenangan ini."

Dengan ketus aku menjawab, "Okay. Lebih bagus kalau lo sudah sadar."

Bagastara menyentuh dagunya dan merenung.

"Aku tidak tahu kau semenarik itu. Merusakmu dengan memaksamu menumbuhkan EXP pasti tidak akan menyenangkan. Aku juga tidak sedang terburu-buru."

Dia tersenyum dan menepuk tangannya sekali.

Perasaanku tidak enak. Terutama saat melihat senyum mencurigakan yang disunggingkannya. Tanpa sadar, aku melangkah mundur.

"Aku akan membantumu selama kau menghiburku. Bagaimana?"

Dia bilang apa? Aku mengerjap tak percaya.

Melihat kebingunganku, Bagastara tertawa puas.

"Aku tidak akan menyakitimu. Tidak akan membunuhmu. Akan mengikuti kecepatan langkahmu. Akan tetapi, bila kau tidak lagi menghiburku, aku akan memintamu membuka skill yang kumau, tanpa peduli jika itu membunuhmu. Bagaimana?"

Jadi, maksudnya, sebagai ganti dari hidupku, aku harus menjadi badut pribadinya setiap saat?

Menjengkelkan. Benar-benar menjengkelkan. Yang lebih menjengkelkan adalah aku bahkan tidak tahu bagian mana dariku yang menghiburnya.

Aku tidak tahu.

Aku benar-benar tidak tahu.

Ketika aku meminta pertolongan pada Andira, dia hanya menatap Bagastara dengan mata yang berkilat kesal. Itu hanya khayalanku saja, atau memang ada titik kemerahan saat dia menatap Bagastara. Namun, tatapan itu sungguh menakutkan.

Ketika sedang menatap Andira terlalu lama, Bagastara mendesakku dengan sebelah tangan menunjuk ke langit-langit.

"Kalau kau setuju, aku akan memberimu bonus."

Bersamaan dengan ucapannya, langit-langit itu hancur berantakan. Angin berhembus kencang dan reruntuhan langit-langit itu berhamburan. Angin itu membuatku menutup mata, tetapi pelindung Andira melindungiku dari reruntuhan yang bisa saja menyakitiku.

Di dalam kekacauan itu, aku melihat ke depan. Seorang lelaki muda berdiri di depan kami sambil membawa tongkat kayu. Tatapannya hanya terfokus pada Bagastara dan terang-terangan memunggungi kami.

"Bagastara, ayo duel!"

Itu adalah Faiz. Orang yang memegang tittle [King of Center Grassland].