Bagaimana aku mengatakannya, ya? Canggung.
Rossy di sebelahku. Berjalan sambil memeluk tanganku dan berceloteh tentang betapa dia berterima kasih atas daging-daging. Sementara itu, Damar berjalan di belakang kami sambil melihat-lihat sekitar dengan malas, seolah sedang melakukan inspeksi sekolah.
"Lo nggak perlu ikut bisa, loh, Mar."
Damar melirik Rossy yang cemberut kesal, kemudian mengabaikannya seolah aku tak pernah mengatakan apa pun. Dasar sialan.
"Tolong pergi, Tuan Damar!"
Tuan Damar? Woah, woah, lihat deh! Aku jadi merasa seperti kelinci di tengah dua singa yang sedang mengamuk satu sama lain.
Damar melirik sekali lagi dan tersenyum. "Tidak."
"Kenapa kau menganggu kami? Ini tidak seperti Randy pacarmu kan."
"Nggak. Sebelum salah paham, gue masih suka cewek."
Rossy tersenyum puas. Tentu saja aku akan berpihak padamu kalau pertanyaanmu begitu kan, Dasar.
Sebelah alis Damar terangkat seolah hendak menyangkal.
"Jangan bikin makin salah paham, Mar!"
Damar mengangkat bahu. "Oke. Tapi aku tidak akan kembali."
Rossy menggeram kesal dan mendengus, lantas menarikku dengan manis.
Kalau saja aku tidak melihat skill [Act] itu, mungkin aku akan tertipu sikap manisnya. Wajahnya yang kecil dan matanya yang lebar membuatnya sangat cocok dengan kepribadiannya. Akan tetapi, selalu ada sesuatu yang membuatku merasa waspada padanya. Entah dia menggunakan skillnya atau tidak, tetapi lebih baik aku tidak benar-benar jatuh dalam pesona. Belum lagi [Seduction] itu.
Pada akhirnya, kami hanya berjalan sebentar. Rossy terus merengek tentang daging untuk makan malam dan janjinya untuk mencari banyak daging hari ini dan memintaku membuatnya bisa dimakan.
"Mereka tidak bisa mendekati pelan-pelan, sekarang mereka melakukannya terang-terangan," Damar berdecak, "Dasar Rubah."
"Eh Mas Damar, gue cuma kepikiran ini, tapi ... lo kebanyakan nonton Film atau anime, ya?"
Damar diam sebentar, kemudian tiba-tiba saja dia menendang pantatku.
Kan, anime, kan. Pantas saja dia bisa tenang dan berpikir aneh-aneh.
"Yang penting berguna sekarang, kan?"
Damar berbalik dan pergi. Ketika melihat punggungnya, aku baru sadar bahwa kita hanya sama-sama remaja yang terjebak dalam dunia ini. Tidak heran jika dia merasa takut berlebihan.
Sejak awal, Damar adalah orang yang terlalu kaku. Dia memiliki rasa tanggung jawab yang terlalu tinggi. Dia mengikuti peraturan yang tertulis tanpa ada toleransi. Hal itu membuatnya cukup tak disukai oleh rekan-rekannya. Bahkan saat membersihkan ruang OSIS, ada anggota OSISnya yang mencoba mengajakku bergunjing. Tentu saja aku menolaknya. Tidak ada gunanya menggunjing orang lain.
Akan tetapi, sekarang, dengan kekuatan itu, dia merasa bertanggung jawab melindungiku yang lemah dan merupakan mangsa untuk orang-orang di dunia yang berbahaya ini. Bahaya yang beratus-ratus kali lipat lebih banyak dari pada kehidupanku sebelumnya. Di dunia sebelumnya, kami tak perlu takut adanya hewan buas, mungkin begal, tapi Hyena yang mengincar setiap malam? Daging beracun yang tidak bisa dimakan? Tidak pernah.
"Mar!" panggilku ketika dia sedang bersiap untuk berburu. "Lo nggak perlu tense up gitu tau."
"Aku tidak tegang."
"Lo tegang," ketusku. "Gue tahu kok dunia ini itu aneh, tapi pada dasarnya dunia kita dulu juga aneh. Kejahatan dan pembunuhan ada di mana-mana, bedanya dulu kita hidup di wilayah yang tenang. Sekarang, kita dilempar ke situasi yang nggak tenang. Tapi, pada akhirnya, sama saja. Ada manusia yang baik dan ada yang jahat. Kalau kita cuma lihat yang jahat, semua nggak akan ada habisnya. Gimana kalau mulai lihat yang baik? Pinny, Pimm, dan anak-anak lain yang kelaparan."
Damar terdiam cukup lama. Kemudian dia mendengus. "Okay. Kita pakai caramu. Tapi yang jelas kelompok Gerr jahat, begitu pula Rossy. Semanis apa pun dia."
"Oh, lo menganggap Rossy manis?"
"Intinya," potong Damar tak peduli, "Kita akan membunuh mereka."
"Laporin aja kali. Nggak perlu main hakim sendiri."
"Memang di sini ada polisi?"
"Oke. Oke. Jadi, ... ehm ... bisa nggak lo jangan rantai pintunya?"
Rantai itu semakin mengencang ke grendel pintu. Damar bilang dia akan keluar dari jendela dan mengunci pintu itu dari dalam. Meski aku bisa menyentuh rantai itu, membukanya adalah hal lain.
Di satu sisi, Damar tersenyum puas. "Aku adalah lelaki yang memegang kata-kataku."
"Gue boleh mukul muka lo bentar, nggak, sih?"
"Kalau kamu mau tanganmu patah, silahkan."
Anak ini benar-benar menyebalkan.
OooOooO
Padahal Damar kira, dengan membiarkan Randy melihat dengan matanya sendiri tentang desa ini, dia akan berubah pikiran, tapi ternyata tidak. Randy benar-benar mirip kakaknya, dan itu mengkhawatirkan.
"Setidaknya dia tidak tertipu. Kalau saja dia tak punya skill itu, Rossy pasti akan mudah menipunya. Juga membuatnya tak bisa diracun. Itu membuatku lebih mudah."
"Woah sudah memburu sebanyak ini? Kau benar-benar kuat, Tuan Damar!"
Lelaki muda itu berlari ke arahnya. Siapa namanya? Jinn? Jimn? Orang-orang di sini namanya aneh. Tidak hanya itu, rambut dan matanya juga berbeda. Seperti orang luar negeri Budaya, bentuk rumah, dan segala hal terasa sangat berbeda. Itu membuatnya merasa tidak nyaman. Mungkin benar kata Randy, perbedaan ini membuatnya tegang. Di sisi lain, dia tahu ada yang salah dengan orang-orang ini.
Dia harus mencari tahu, tapi bagaimana? Apakah cukup dengan menangkap orang ini dan mengintrogasinya? Seberapa banyak hal yang bisa dia lakukan? Di dunia sebelumnya, melakukan itu berarti penjara, tetapi di sini? Tanpa penjaga? Justru penjaga-penjaga itulah yang bermasalah.
Bisakah aku membunuh mereka semua?
Tidak. Bila dia membuat Randy kesal sekarang, akan sulit baginya meminta Randy untuk mengikutinya. Dia harus membangun kepercayaan Randy padanya. Pertama, dia harus menunjukkan di depan muka Randy tentang kebusukan orang-orang ini. Ah sialan, kalau saja Makhluk Bermata Merah itu tidak meminta Randy berkembang, dia hanya perlu membawa Randy begitu saja.
Tidak.
Damar mungkin kuat, tetapi mereka tetap orang-orang yang baru datang di dunia ini. Mari berasumsi dia akan bertemu dengan orang yang lebih kuat selama perjalanan dan dia juga harus berkembang selama ini.
Damar berbalik pada Jinn yang melihat tumpukan mayat Hyena di kakinya.
"Ada apa?"
"Yang lain masih memburu Hyena, tapi sepertinya anda sudah selesai hari ini. Anda memang benar-benar kuat, Tuan Damar."
Jinn mungkin lebih tua darinya satu atau dua tahun, tetapi kekagumannya meledak-ledak seperti anak kecil. Dia menyukai kekuatan. Mungkin itu juga yang membuatnya mengikuti Gerr dan mereka yang mengagumi kekuatan biasanya mendambakan kekuasaan.
Damar tersenyum tipis.
"Rossy benar-benar manis, ya."
"Rossy? Ah ... hentikan! Hentikan! Sekuat apa pun Tuan Damar, Tuan Gerr takkan memberikannya kecuali Nona Rossy yang menginginkannya. Dia sangat menyayangi adiknya."
"Oh. Sayang sekali. Hah ... menjadi remaja tidak menyenangkan."
"Aha!"
Jinn mengambil umpannya. Lihat saja wajah yang seolah tau apa yang dibutuhkan Damar. Seperti anjing yang siap menjilatnya. Dia bahkan mendekat ke Damar dengan keakraban yang dibuat-buat. Damar telah melewati hal ini berkali-kali hingga muak karenanya. Inilah yang mereka lakukan ketika merasa bisa mendapat sesuatu dari orang lain.
Mungkin, selama ini Randy tak pernah bertemu seseorang yang ingin memanfaatkannya, tetapi sekarang, dengan kekuatan itu, ada banyak orang yang akan mengantri untuk memerasnya.
"Kalau kau mau ada Pinny yang akan melayanimu dengan senang hati. Kau bisa melakukan apa pun padanya dan dia takkan menolak."
"Pinny," gumam Damar pura-pura tertarik. Apa yang mereka lakukan pada Pinny hingga mau melakukannya tak peduli pada siapa pun? Tetapi, Damar mengesampingkan pemikiran itu. Itu bukan urusannya. Dia justru melanjutkan, "Aku lebih suka yang seumuran. Lebih muda mungkin lebih baik."
"Kalau begitu kau pasti suka Tessy."
"Tessy? Siapa itu?"
"Budak," kata Jinn terkikik. Dia menepuk tangannya seperti pelayan tua yang hendak menipu. "Gerr memiliki banyak sekali budak. Kalau kau mau bergabung dengan kami, Tuan Damar, kau bisa melakukan apa pun pada budak-budak itu."
"Hee ... Menarik."
"Tapi kalau kau mau bergabung, Randy juga harus bergabung. Ah ... aku dengar mereka memesan kontrak budak untuk menangkapnya, tapi bila Randy mengikutimu itu tidak ...."
Pedang Damar berayun cepat. Jinn bahkan tidak menyadarinya sampai tubuhnya terbelah dari bahu kanan ke pinggang kiri. Tubuh yang tidak berdaya itu terjatuh dan mengucurkan darah sementara Jinn mengejang tak percaya.
"Kau ...."
"Ups ... Jinn diterkam Hyena dari belakang. Salahku tidak bisa melindunginya."
Damar menatap mayat di kakinya. Tak ada rasa kasihan atau rasa bersalah yang menggantung di hatinya. Apakah itu terjadi karena perpindahannya ke dunia ini juga?
Jendela Skill-nya terbuka.
Skill [Ruthless] has obtained.
Gawat. Bila Randy mengetahuinya, dia pasti sangat marah.