Chereads / Give Me Your Love, Anna! / Chapter 9 - Bab 9 Shania dan Dimas

Chapter 9 - Bab 9 Shania dan Dimas

Pendengaran Raja tertarik dengan suara yang amat menenangkan hatinya. Lembut dan merdu. Perpaduan yang begitu syahdu hingga menarik langkahnya kini mendekati sumber suara.

Di dalam sebuah ruangan yang terdapat beberapa alat musik seperti gitar, piano dan biola, seorang perempuan sedang berdiri di dalam sana. Memainkan biola dengan begitu piawai hingga menghasilkan bunyi yang sangat indah.

Raja terdiam. Memilih menikmatinya dari posisi belakang Anna. Semakin lama, dia semakin kagum memandangi perempuan itu. Pesona Anna berkali-kali lipat keluar saat sedang seperti ini.

Raja menopang dagu dan kedua matanya berbinar-binar. Ini sungguh sesuatu yang sangat menakjubkan. Jantungnya belum pernah sampai seberdebar ini. Hanya Anna yang bisa membuatnya seperti ini.

Di akhir pertunjukkan singkat Anna di ruangan itu, tepukan tangan Raja berikan untuk Anna. Kedatangan Raja membuat Anna terkejut. Dia buru-buru menaruh biola itu ke tempatnya semula.

"Sangat indah Anna. Tetapi tetap wajah kamu lebih indah dari permainanmu," puji Raja yang menurut Anna sangatlah berlebihan.

Bukannya senang mendapat pujian dari Raja, Anna justru mendesah kesal. Sekaligus tatapannya menatap jengkel pria itu.

"Ish!" kata Anna sebal. Dia lalu beranjak keluar dari ruangan itu. Muak lama-lama berhadapan dengan Raja.

Raja menyusul cepat langkah kepergian Anna. Baru beberapa langkah menjauh dari Raja, kini tubuh Anna berhasil Raja dekap dari belakang. Jelas saja Anna terkejut.

Anna langsung memberikan penolakan atas pelukan Raja. Namun pria itu mengeratkan pelukannya. Anna memberontak kembali yang membuat Raja semakin memeluk erat seolah tak ingin melepaskan Anna dari tubuhnya.

"Lepasin Raja!" pinta Anna emosi.

"Nggak akan! Kamu membuatku semakin jatuh cinta Anna. Kamu harus tanggung jawab!" kata Raja dengan tegas.

"Tanggung jawab kamu bilang? Kamu yang jatuh cinta kenapa aku yang harus tanggung jawab sialan!" marah Anna.

"Kasih tahu aku bagaimana caranya supaya kamu bisa mencintaiku Anna? Aku sungguh tersiksa dengan perasaan ini. Aku ingin kamu mencintaiku! Titik!" paksa Raja.

Anna mendengus kesal. Pemaksaan teraneh yang pernah dia dengar. Susah payah Anna berusaha melepaskan tubuhnya. Dan saat pelukan Raja sedikit merenggang, Anna memanfaatkannya untuk lepas dari tubuh pria itu.

Anna kini memutar tubuhnya dan menatap tajam Raja. "Sekarang aku tanya. Apa yang membuat kamu secinta ini sama aku hah? Aku jujur heran sama kamu Raja! Aku bahkan belum mengenal sama sekali kamu sebelumnya. Tapi kamu, terus menerus bilang jatuh cinta sama aku!"

Raja terkekeh dengan menggelikan. Respon yang membuat Anna semakin naik pitam. "Aku sebenarnya senang membuat kamu menebak-nebak kenapa aku bisa secinta ini sama kamu. Dan ya, aku belum bisa bilang alasannya apa. Walaupun begitu, aku sangat berharap, kamu bisa mengingatku, Anna."

Lama-lama Anna pusing sendiri menghadapi Raja. Apalagi jawaban penuh teka teki pria itu. Karena jujur saja, Anna masih tak paham kenapa Raja begitu mencintainya. Menurut Anna ini sangat konyol. Tetapi dia pun menganggap tak penting perasaan cinta pria itu. Hanya buang-buang waktu jika dia meladeni Raja dengan rasa cintanya itu.

Anna memutuskan pergi. Namun, dengan cepat langkahnya Raja cegah. Raja menarik tangan Anna dan membuat tubuh perempuan itu bertubrukan dengan tubuhnya.

"Apa lagi?" tanya Anna kesal.

"Cintai aku, Anna!" pinta Raja tegas.

"Nggak akan! Mau kamu jungkir balik dan mati sekalipun buat aku, aku nggak peduli. Makan tuh cinta! Bodo amat!" Anna membalas ketus. Dia melepaskan kasar cekalan Raja. Anna lalu meninggalkan pria itu yang mematung seperti orang bodoh.

Raja menendang tembok di dekatnya. Selama di Italia, bahkan dia diidamkan banyak perempuan. Termasuk teman-teman kuliah Caroline. Tetapi di sini, di hadapan perempuan yang dia cintai, Raja dianggap seperti sampah.

"Apa yang kurang dari aku Anna? Aku tampan, kaya, badanku gagah, tinggi, aku pandai bela diri dan akupun pandai bermain di ranjang. Kamu mau apa lagi dari aku, hah?" teriak Raja yang sudah frustasi.

Di dalam kamarnya, Anna menutup kedua telinganya dengan bantal. Mendengar teriakan Raja sangat mengganggu pendengarannya. Lama-lama dia gila jika Raja terus menerus menagih cinta darinya.

"Argh! Kok bisa sih ada orang segila Raja? Minta dicintain kayak minta uang jajan. Dasar gila!" emosi Anna. Dia memukul bantal dan menggerakkan kedua kakinya dengan gelisah di atas kasur tidur.

***

Di sebuah kafe, Shania sedang menunggu seseorang malam ini. Dia sangat bahagia saat melihat orang itu datang. Semakin dia dekat, semakin Shania dibuat gugup.

"Halo Dimas, apa kabar?" tanya Shania dengan sedikit gugup.

"Baik Shan. Kamu gimana?" balas Dimas.

"Akupun baik," balas Shania dengan lembut.

Wajah Dimas saat ini begitu serius. Dia sekarang menatap tajam Shania. "Jadi benar apa yang kamu bilang waktu nelfon aku? Kalau Anna itu kabur sama pria lain. Bahkan dia merelakan penampilannya di panggung megah itu hanya untuk pergi sama pria itu?"

Shania menunduk lesu. Dia lalu mengangguk lemah beberapa kali. Jelas saja, melihat respon dari Shania, Dimas langsung emosi. Kedua telapak tangannya sudah terkepal hebat.

"Aku udah coba nasehatin Anna, Dim. Tapi di malah marahin dan maki-maki aku. Dia bahkan nggak peduli sama ibunya. Kayaknya dia udah cinta banget kali sama pria itu."

"Kurang ajar ya si Anna! Dasar perempuan nggak tahu diri! Aku selama ini udah banyak membantu dia. Bahkan saat dia nggak punya uang, aku kasih uang ke dia! Bukan cuman itu, aku pun selalu berusaha membantu saat dia kekurangan uang untuk biaya rumah sakit ibunya. Tapi dia malah—"

Dimas tak bisa lagi berkata-kata. Ini sungguh membuatnya murka. Namun, Dimas sekarang hanya bisa menahan amarahnya.

"Perempuan yang udah nggak bener, sulit buat berubah Dim. Kamu nggak ingat ya, masalah Anna sebelum pindah ke sekolah SMA kita. Dia kan pernah aneh-aneh sama pria. Makanya sampai dikeluarin dari sekolah."

"Ya tapi, Anna menjelaskan saat itu kalau dia difitnah Shan! Ya aku percaya ajah sama dia. Karena aku selama pacaran sama Anna nggak pernah melihat dia aneh-aneh sama pria lain."

"Dim, maaf kalau ucapan aku ini melukai kamu. Tapi sebenarnya, saat kamu belum pergi ke Jerman pun, Anna sering ketemuan sama beberapa pria. Anna nggak tahu kalau aku mergokin dia. Aku ingin cerita ke kamu waktu itu, tapi aku takut menyakiti perasaan kamu."

Urat-urat di wajah Dimas langsung menegang. Bersamaan dengan deru napasnya yang begitu memburu. Tinggal menghitung waktu, emosinya akan meledak.

Shania sedikit takut melihat ekspresi menyeramkan Dimas. Namun, ini juga yang dia inginkan. Bahwa Dimas membenci Anna.

Telapak tangan Shania mendekat ke Dimas. Dia lalu mengusap lembut punggung telapak tangan pria itu.

"Dim, mungkin nggak sih, perginya Anna sama pria lain, justru menyelamatkan kamu dari perempuan nggak bener kayak dia?"

Dimas terdiam. Mencerna baik-baik ucapan Shania. Dia lalu menatap dalam kedua mata perempuan itu.

"Ya mungkin benar, Shan. Udah nggak ada harapan lagi buat hubungan aku sama Anna. Semuanya sudah selesai!" balas Dimas. Dia lalu balas mengusap punggung telapak tangan Shania.