Chereads / Give Me Your Love, Anna! / Chapter 15 - Kamu Murahan, Shania

Chapter 15 - Kamu Murahan, Shania

Anna melongok dari sedikit celah pintu kamarnya. Dia memelankan langkah dan keluar dari kamar. Dalam dekapannya, Anna membawa selimut untuk Raja.

Melihat Raja yang sekarang tidur terlelap di sofa, membuat Anna mendengus kesal. Anna pelan-pelan menyelimuti Raja. Jangan sampai pria itu terbangun dan menimbulkan masalah. Apalagi ocehan tidak bermutu pria itu. Sudah pasti akan membuat Anna panas telinga saat mendengarnya.

Anna duduk di dekat Raja. Lama dia memandangi wajah pria itu. "Dia tuh ganteng sih, cuman nggak ada akhlaknya banget. Nih mulutnya, kalau bicara yang keluar jorok-jorok terus. Pengin aku tampol jadinya." Anna sudah mengangkat telapak tangannya. Namun, dia tahan keinginan itu. Karena ini akan membuat Raja bangun dan bisa saja pria itu akan menerkamnya.

"Anna. Cintai aku! Ayolah, ya?" igau Raja. Bibirnya sekarang mengerucut. Ekspresi raja saat ini membuat Anna merinding. Pria dengan aura dingin yang amat mendominasi itu sangat tak cocok dengan wajah mengambek seperti itu.

"Anna, aku cinta kamu. Cintai aku ya? Hmm?" igau lagi Raja.

Hampir saja tawa itu lolos dari mulut Anna. Namun, dia tahan sekuat mungkin. Dia membungkam mulutnya rapat-rapat. "Makan tuh cinta," ucap Anna gregetan tepat di depan wajah Raja.

Sebelum beranjak dari dekat Raja, Anna menyentil hidung mancung pria itu. Anna kemudian kembali ke kamarnya sebelum Raja mengetahui kehadirannya.

***

Pagi ini, Raja sudah menunggu Anna di depan kamar mandi. Raja tadi diam-diam mengintip dan melihat Anna yang memasuki kamar mandi.

Sekarang masih terdengar suara gemericik air. "Bukannya ajak-ajak kalau mau mandi. Dia malah mandi sendirian saja," gumam Raja sedikit kesal.

"Suara tidak indah saja malah dipakai buat nyanyi." Raja memberikan komentar tentang suara nyanyian Anna saat ini. Apalagi suara itu terdengar sangat lantang.

"Kamu lebih baik main biola saja Anna. Daripada menyanyi seperti itu. Telingaku sampai sakit mendengarnya."

Suara gemericik air berhenti dan kini hanya ada suara nyanyian Anna. Saat pintu kamar mandi terbuka, Raja sudah sigap menunggu di depan pintu. Ulahnya membuat Anna menjerit histeris. Handuk yang membelit tubuhnya hampir saja melorot.

Raja tertawa dengan begitu lepas melihat betapa histeris Anna saat ini. Apalagi wajah memerah perempuan itu. Rasanya Raja ingin menciuminya habis-habisan.

"Ngapain kamu berdiri di depan kamar mandi, hah?" tanya Anna emosi.

"Mau apa lagi kalau bukan mau mengintip bidadari mandi," balas Raja dengan santai.

"Menyebalkan kamu Raja! Dasar mesum!" Anna memukuli lengan Raja berkali-kali. Bukannya protes atau mencoba menghentikan ulah Anna, Raja justru senang mendapat perlakuan kasar dari Anna.

"Hei itu handukmu melorot. Belahan dadamu terlihat," ucap Raja seraya mendelik ke arah dua gunung kembar itu.

"Raja!" Anna semakin emosi. Dia memilih mengalah dan kini berlari cepat memasuki kamarnya.

Tawa Raja mengudara di dalam rumah itu. Di dalam kamarnya, Anna mengamuk dan memaki Raja karena ulahnya semula.

"Kamu pulang deh sana!" usir Anna yang sudah frustasi.

"Tidak mau! Aku sepertinya betah ada di sini. Betah mau mengikuti kamu selamanya." Raja merespon santai. Kini dia sudah berada di depan kamar Anna.

"Apa kamu tidak punya kerjaan, Raja? Kenapa hidupmu terlihat santai-santai dan hanya main perempuan? Kamu aneh sekali!"

"Kerjaanku ada di Italia Anna. Mereka sudah menunggu di sana. Makanya, kamu ikutlah denganku. Kamu akan tahu seberapa menyenangkan hidupku di Italia."

Pintu kamar terbuka. Dengan tidak sopannya, Raja menerobos masuk dan menyenggol kasar lengan Anna. Meskipun Anna melarang dan menyuruh Raja agar keluar, tetapi pria itu mengabaikan ucapan Anna.

Langkah Raja berpijak pelan bersamaan dengan tatapannya yang kini sibuk mengelilingi kamar itu. Hanya kamar sederhana namun ditata dengan begitu rapi.

Tanpa peduli jika Anna akan murka sekalipun, kini Raja sudah merebahkan tubuhnya di atas kasur tidur. Anna berusaha menarik pria itu agar bangun dari kasur tidurnya.

"Raja bangun! Kamu jangan lancang ya! Nggak sudi kasur tidur aku ditidurin sama kamu!"

"Iya, ini aku bangun deh. Tapi gantinya, kamu yang aku tidurin. Mau?" goda Raja seraya menyentil hidung Anna.

Ulah Raja yang semakin kelewatan membuat Anna murka. Dia memukuli Raja dengan keras menggunakan bantal tidur dan kakinya dia tendang berkali-kali.

"Capek!" teriak Anna yang sudah lelah sendiri. Sedangkan Raja justru keenakan dia kasari.

Raja terkekeh melihat Anna yang begitu frustasi. "Duduklah Anna. Kamu jangan emosian terus sama aku. Nanti kamu cepat tua."

Anna memilih duduk di samping Raja dan mengatur napasnya yang ngos-ngosan. Anna mendelik tajam menatap pria di sampingnya dan menunjukkan bogeman mentah ke depan wajah pria itu.

Bogeman itu Raja pegang dengan lembut. "Aku ini senang melihat kamu marah-marah. Karena kamu terlihat sangat lucu Anna."

"Lucu ndasmu! Sana deh pulang! Aku ada perlu lagian hari ini! Jangan bikin aku tambah emosi!"

Melihat Anna yang benar-benar marah membuat Raja lama-lama tak tega. Dia bangun dari kasur tidur dan mengusap puncak kepala Anna. "Baiklah Anna. Aku akan pulang. Tetapi, jangan lupa mengabari aku ya? Aku harap, kamu mau ikut denganku ke Italia."

Anna mendongak untuk menatap wajah Raja. "Hmm." Hanya ini jawaban yang Anna berikan.

"Aku pergi dulu." Raja berpamitan dan kembali dia mengusap puncak kepala Anna. Raja kemudian keluar dari kamar itu.

Anna bangun dari kasur tidur dan memastikan bahwa Raja benar-benar keluar dari rumahnya. Di dekat pintu rumah, Anna memperhatikan Raja hingga pria itu benar-benar pergi dari rumahnya.

***

"Waw, Anna. Nggak menyangka lho tamu aku siang ini adalah kamu." Shania menyambut antusias kedatangan Anna siang ini.

Malas meladeni sambutan basa basi itu, Anna masuk ke dalam rumah Shania dan duduk di sofa ruang tamu. Anna menunjukkan keangkuhannya di depan Shania dengan menegakkan kepala dan menyilangkan satu kakinya.

"Aku ke sini mau ambil barang-barang aku. Pasti kamu menyembunyikannya kan, hah?" tanya Anna seraya menatap sinis Shania.

"Oh iya. Aku sampai lupa. Untung ajah belum aku bakar Anna," balas Shania begitu santai.

Anna menahan diri agar tak mengamuk di depan perempuan itu. Anna tak menyangka, teman dekat yang sering menemani masa sulitnya, ternyata mengkhianatinya seperti ini. Selama ini kebencian Shania ke Anna bersembunyi di balik sikap manis dan perhatiannya ke Anna.

Shania kembali lagi dan membawa semua barang yang saat itu Anna bawa. "Nih, barang kamu yang nggak guna!" Shania menyerahkannya dengan kasar.

Anna mengecek semua barang miliknya. Dari semua barang-barang miliknya, ada satu yang paling berharga. Yaitu biola miliknya. "Biola aku mana?" tanya Anna.

"Ya ampun maaf Anna. Udah aku buang tuh." Shania merespon dengan santai.

Tamparan itu hampir saja mendarat di pipi Shania. Namun, Anna menahannya. Tidak akan membalas perlakuan Shania dengan sikap kasar. Dia akan menghukumnya dengan cara lain. Memiliki hidup yang lebih bahagia dari perempuan. Anna pikir, ini cara agar membuat Shania merasa kalah.

"Oke, nggak masalah. Aku juga bisa beli lagi." Anna membalas dengan sombong.

"Beli? Pakai apa? Daun, hah?"

"Pakai dolar lah. Kan aku sudah kaya sekarang. Kamu nggak tahu ya, hmm? Pacar aku sekarang pria keturunan konglomerat. Kamu nggak lihat ya, aku diantar dia pakai mobil mewah yang harganya milyaran. Dimas nggak ada apa-apanya. Shania, Shania, kok mau sih kamu sama bekas aku. Kasihan!"

Shania tidak terima Anna menyombongkan diri seperti ini. Dia hendak menampar Anna. Namun, Anna lebih dulu mencekal lengannya erat.

"Kamu tuh ya, udah miskin gayanya selangit!"

"Daripada kamu Shania. Udah kelakuan buruk, gayanya kayak orang alim. Huek!"

"Kamu tahu Anna, kenapa aku begitu benci sama kamu! Karena kedatangan kamu ke sekolah aku saat itu, mencuri banyak hal. Termasuk Dimas. Andai nggak ada kamu, aku lebih dulu memiliki Dimas. Tapi tidak apa-apa. Kamu tahu, aku sudah bercinta lho sama Dimas. Beuh, permainan dia sangat liar Anna. Kamu rugi belum nyicip rasanya gimana sama Dimas."

Anna melepaskan cekalannya dengan kasar. "Aku memang belum nyicip. Karena ya, Dimas memang menjaga aku dengan baik dan menghargai aku sebagai pacarnya. Karena kamu sudah nyicip sama dia, itu artinya…" Anna menggantungkan ucapannya. Dia maju selangkah dan menyibak kasar rambut tergerai Shania. Anna lalu berbisik, "Kamu dianggap murahan sama Dimas!"