Chereads / Give Me Your Love, Anna! / Chapter 18 - Shania, Dimas, dan Malam Panas Mereka

Chapter 18 - Shania, Dimas, dan Malam Panas Mereka

Raja begitu gelisah dalam tidurnya malam ini. Kamar yang dingin karena AC tetap membuat Raja tersiksa akan rasa panas yang kini membuat tubuhnya dibanjiri keringat.

Tubuh Raja sudah bergerak gelisah ke kanan dan kiri. Kedua telapak tangannya saling mencengkeram kuat. Sedangkan mulutnya kini menggumam berkali-kali. Entah apa tepatnya yang dia sebut dalam tidurnya malam ini.

"Mama, jangan tinggalin aku, Ma! Aku takut!" ucap Raja seraya bergerak gelisah dalam posisi tidurnya.

Raja kecil menatap bahagia keramaian yang dia lihat sekarang. Pandangan Raja sibuk melihat ke banyak arah. Begitu banyak yang mencuri pandangannya. Mulai dari wahana yang terlihat menantang dan seru lalu berbagai penjual makanan dan mainan yang sangat memanjakan mata.

"Eh Raja, mama kan bilang, jangan gandeng-gandeng mama!" bentak mama Raja. Dia menghentikan langkah dan memaksa telapak tangan Raja agar terlepas. Dia kemudian mengusap bekas genggaman putranya itu.

"Raja takut pisah, Ma. Makanya Raja gandeng mama." Raja kecil menjawab dengan menunjukkan tampang polosnya.

Mama Raja menatap jengkel setelah mendengar jawaban putranya. Telapak tangannya kini mencengkeram kuat lengan Raja. Tidak peduli jika putranya itu meringis kesakitan. Sedangkan seorang anak kecil di samping kanan mamanya, hanya menatap bahagia Raja diperlakukan kasar seperti ini.

"Kalau bukan karena papa kamu yang memaksa mama untuk membawa kamu ikut ke pasar malam, mama ogah pergi sama kamu! Memalukan!" maki mama Raja tepat di depan wajah Raja.

"Jadi mama malu jalan sama Raja?" tanya Raja harap-harap cemas.

"Ya. Lihat tampang kamu ajah mama muak! Udah sana, jangan deket-deket sama mama!" Mama Raja mendorong kasar tubuh Raja agar menjauh.

Raja kecil tidak mau jauh dari mamanya. Kembali dia berjalan di samping mamanya. "Kenapa Putra boleh genggam telapak tangan Mama? Sedangkan aku tidak boleh?" tanya Raja seraya menatap iri genggaman lembut yang mamanya berikan ke Putra. Dia adalah adik Raja. Mereka hanya berjarak usia satu tahun.

"Karena mama bangga mempunyai Putra!" mama Raja menegaskan. Raja melupakan hal ini. Ya, mamanya sudah sering mengucapkan hal demikian. Sekeras apapun Raja berusaha menjadi yang terbaik untuk mamanya, namun nyatanya semua hanya sia-sia. Raja hanya mendapat makian dari mamanya. Sedangkan Putra. Jangankan bertindak benar. Bertindak salah pun akan dibenarkan.

Raja kecil yang berusia sembilan tahun melangkah lesu. Meski mamanya selalu membecinya, namun Raja selalu menyayangi wanita itu. Raja ingin bisa bermanja-manja ke mamanya. Termasuk saat di pasar malam. Raja mengayun beberapa kali lengan mamanya dan meminta ke wanita itu agar membelikannya es krim.

"Beli sendiri. Tuh duitnya!" Mama Raja berkata ketus seraya melempar uang ke arah Raja.

Tangan kecil Raja mengambil uang yang tergeletak di bawah kedua kakinya. "Mama tungguin! Raja beli es krim dulu," kata Raja kecil berseru.

Raja berlari lincah dan mendekati penjual es krim. Beberapa kali pandangan Raja melihat ke arah mamanya. Raja melihat wanita itu bersama Putra sedang berhenti di tempat penjual pakaian. Raja tersenyum meski baru membayangkan bahwa mamanya akan membelikannya baju baru.

Setelah membeli es krim, Raja langsung berlari cepat mendekati mamanya. Namun, karena kondisi pasar malam yang ramai, larian Raja beberapa kali terhenti. Saat dia melihat ke penjual pakaian yang semula mamanya ada di sana, kini wanita itu dan Putra sudah menghilang.

Pandangan Raja berkeliling ke banyak arah. Mencari keberadaan mamanya dan Putra. "Mama!" seru Raja seraya berlari lincah dan menikmati es krimnya dengan terburu-buru.

Larian Raja terhenti pada satu titik. Keramaian yang mengurungnya saat ini membuat Raja lama-lama ketakutan. "Mama, di mana?" teriak Raja. Es krim yang semula dia nikmati kini sudah mencair dan jatuh begitu saja.

Raja kecil hanya peduli mencari mamanya di tengah keramaian. Dia pun bertanya beberapa kali ke orang dewasa. Namun, hanya sedikit dari mereka yang peduli.

"Mama jangan tinggalin Raja. Raja takut, Ma!" teriak Raja seraya mengusapi air matanya yang membasahi wajah.

"Ma!" teriak Raja yang kini bangun dari tidurnya. Dia mengusap keringat yang kini membasahi wajahnya. Raja meraih air putih yang ada di atas meja kecil di samping kasur tidur. Buru-buru Raja meneguknya dan menenangkan diri.

Raja benci kenangan itu kembali mengacaukan hidupnya. Banyak hal yang dia benci dari masa kecilnya. Entahlah, saat dia mencoba mengingatnya kembali, sepertinya tidak ada yang indah. Raja terkekeh sumbang saat ingat bahwa masa kecilnya hanya penuh dengan kesedihan dan ketidakadilan.

Di tempat lain, Shania dan Dimas sedang menghabiskan waktu berdua. Mereka menyewa kamar hotel untuk menikmati waktu berdua malam ini.

Dimas dan Shania masih sama-sama terpampang polos setelah semula sempat melakukan kegiatan yang sangat panas di atas ranjang. Shania yang awalnya memancing hingga kemudian Dimas tenggelam dalam jeratan perempuan itu.

"Kok melamun? Mikirin apa? Anna?" tanya Shania yang tidak suka Dimas terdiam seperti ini. Tidak seperti dirinya yang begitu bahagia setelah melakukan pergumulan panas tadi dengan Dimas.

"Nggak kok. Aku nggak mikirin Anna." Dimas membalas santai.

Shania memandangi lama wajah Dimas. Bagi Shania, jawaban Dimas tadi justru memperjelas semuanya jika pria itu sedang memikirkan Anna.

Telapak tangan Shania memaksa pandangan Dimas agar menatapnya penuh. "Aku tahu kok, kamu pasti lagi mikrin Anna. Ya, aku tahu, nggak mudah buat lupain dia gitu ajah. Tapi tidak apa-apa, aku akan selalu sabar menunggu kamu sampai kamu benar-benar mencintaiku," kata Shania dengan begitu lembut. Dia pandangi lekat-lekat sepasang mata yang meneduhkan itu.

Dimas menerbitkan senyuman indahnya. Dia kemudian membalas usapan wajah Shania dengan mengusap wajah perempuan itu lembut.

"Lagi yuk!" ajak Shania manja.

"Lagi apanya?" tanya Dimas pura-pura bodoh.

"Kayak tadi! Masa nggak paham!" Shania bersungut-sungut.

"Aku lelah," balas Dimas seraya sedikit terkekeh.

Shania mengabaikan jawaban Dimas. Kini dia mendekatkan bibirnya dan melumat liar bibir pria itu. Dimas awalnya tertegun hingga kemudian membalas sentuhan perempuan itu.

Entah kapan tepatnya, kini kedua tubuh yang masih polos itu kembali saling melekatkan sentuhan. Ke banyak bagian dan saling balas desahan hingga memenuhi kamar itu.

"Dimas!" kata Shania seraya menerima penyatuan luar biasa yang Dimas lakukan.

Di atas tubuh Shania, Dimas menghujami begitu semangat milik perempuan itu. Sedangkan Shania di bawah tubuh Dimas menatap dengan seringai menggodanya. Ulahnya kemudian dibalas dengan lumatan bibir yang ganas dari Dimas.

"Anna tidak pernah memuaskanmu kan Dim?" tanya Shania di tengah pergumulan panas ini.

"Ya, tidak pernah. Kamu yang memuaskanku!"

"Hanya aku?" tanya Shania.

"Ya, hanya kamu Shania!" balas Dimas seraya terus menggerakan tubuhnya maju mundur di atas tubuh Shania.

"Ya sayang terus! Aku menyukainya. Akh, Dimas!" Shania sudah tidak karuan lagi. Dia begitu menikmati permainan yang Dimas lakukan. Selalu menikmatinya.