Raja sempat tak berkutik saat pistol yang Anna arahkan tepat menyentuh kepalanya. Menekan dalam ke sana. Raja terdiam dan mengalah bahkan tepat Anna kini bangun dari posisi terlentangnya.
"Sekarang juga bawa aku pergi dari sini brengsek!" perintah Anna membentak.
Raja terkekeh sumbang. Apalagi melihat wajah penuh amarah yang Anna tunjukkan dan juga ancaman perempuan itu lewat pistol yang kini mengarah ke kepalanya.
Bukan hal yang sulit bagi Raja untuk menyerang balik Anna. Pistol yang semula Anna pegang dengan gemetar, kini beralih tempat. "Apa kamu mau aku menembakkan pistol ini sekarang juga ke kepalamu, Anna?" tanya Raja mengejek.
Tawa meledek pun Raja keluarkan untuk Anna. Apalagi keangkuhan yang beberapa waktu sempat Anna tunjukkan, kini beganti dengan ketakutan yang begitu nampak di wajah perempuan itu. Anna memundurkan langkahnya terus menerus hingga terhenti karena punggungnya menyentuh tembok.
"Kamu berani-beraninya mengancam aku Anna?" bentak Raja yang berhasil mengintimidasi Anna.
"Kamu mau aku ledakan sekarang, hah?" bentak lagi Raja.
Anna tersentak. Dia ketakutan dan menutup kedua matanya. Sekilas Raja melihat ke arah tangan Anna. Perempuan itu begitu gemetar. Entah kenapa, Raja menyukainya.
"Kamu takut Anna?"
"Aku minta maaf Raja."
"Maaf? Maaf Anna? Sayang, aku tidak mengenal kata maaf. Apalagi untuk orang yang sudah mengencamku seperti tadi."
Cengkeraman kuat Raja berikan di sisi wajah Anna. Melakukannya kuat-kuat hingga Anna merintih. Namun, Raja mengabaikan rintihan itu. Jika sudah seperti ini, Raja hanya peduli melampiaskan amarahnya.
"Aku memang mencintaimu Anna. Tapi aku juga bisa saja menghabisimu jika kamu macam-macam denganku!"
Raja melepaskan cengkeramannya dengan kasar. Dia sedikit mendorong Anna ke samping hingga perempuan itu jatuh tersungkur di dekat kasur tidur.
Buru-buru Anna mendekati Raja yang akan keluar dari kamar. Tangisan Anna pecah. Dia kini sudah memegang kedua kaki Raja dan bersimpuh di bawah kedua kaki pria itu.
"Aku mohon Raja, izinkan aku keluar dari sini. Aku punya kehidupan di luar sana. Aku harus bertemu ibuku yang sedang sakit. Aku juga harus membiayai biaya rumah sakit ibuku. Sungguh aku tidak peduli lagi kegagalan aku untuk tampil di panggung megah ibukota. Aku hanya ingin menemui ibuku dan menjalani kehidupan normalku," pinta Anna seraya menangis. Dia masih menahan pergerakan kaki Raja. Memegang erat-erat kedua kaki pria itu. Sedangkan kepala Anna menunduk pasrah. Seolah sedang memohon kepada sang raja sesungguhnya.
Respon yang Raja berikan di luar tebakan Anna. Dia pikir, pria itu akan mengasihaninya. Setidaknya masih ada sisi kemanusiaan di diri pria itu. Namun, salah. Raja justru menyingkirkan kasar tubuh Anna agar menjauh dari kakinya.
Raja berlalu dari kamar itu. Dia menutup pintu kamar dan menguncinya. Anna berteriak dan berkali-kali mengutarakan permintaannya. Tangisan Anna pun berhasil memenuhi kamar itu. Namun, Raja semakin bertindak dominan. Tak ada belas kasihan. Dia tetap tak mengizinkan Anna pergi.
"Kalian awasi perempuan itu! Jangan sampai dia kabur!" perintah Raja ke anak buahnya.
"Baik Tuan Raja," balas anak buah Raja patuh.
***
Kedua mata Anna sangat sembab. Menangisi nasibnya yang masih terkurung di rumah Raja. Sialnya, Raja menjadi sosok yang sangat menyeramkan bagi Anna. Tak ada belas kasihan meski dia menunjukkan kesedihan yang sebenarnya.
Pintu kamar terbuka. Pandangan Anna sontak menoleh ke sana. Melihat pria berparas rupawan namun punya aura dingin yang begitu kuat dan mengintimidasi. Anna langsung membuang pandangannya setelah beberapa detik memandangi kedatangan Raja.
"Nih! Sudah beres!" kata Raja seraya melempar sebuah kertas.
Anna melihat ke arah kertas itu. Anna meraihnya ragu-ragu. Namun, saat melihat nama rumah sakit tempat dimana ibunya dirawat, Anna barulah antusias.
"Kamu sudah membayar semua biaya rumah sakit ibu aku?" tanya Anna tergagap.
"Ya. Dan itu tidak gratis Anna. Aku berjanji akan membiayai rumah sakit ibu kamu sampai ibu kamu sembuh. Asalkan kamu menjadi perempuan penurut di sini!"
"Tapi aku—"
"Tapi apa lagi? Bukankah kesembuhan untuk ibu kamu lebih penting dari apapun hah?" tanya Raja memotong ucapan Anna.
"Tapi aku kangen sama ibu aku Raja."
"Nih!" Raja menunjukkan beberapa foto ke Anna. Dimana ibunya Anna yang masih terbaring lemah ditemani alat-alat medis.
Seketika air mata Anna keluar begitu deras. Anna menangis tersedu-sedu dan mengusap foto ibunya. Raja yang melihat Anna menangis seperti ini hanya bisa terdiam.
"Kalau kamu mau, aku akan memindahkan ibu kamu ke rumah sakit yang lebih bagus. Itupun kalau kamu mau. Namun, ada syaratnya."
Anna nampak menimbang. Penawaran yang Raja berikan adalah peluang besar untuk Anna agar ibunya cepat sembuh.
"Syaratnya apa?" tanya Anna ke Raja.
Raja mendekati wajah Anna dan hanya menyisakan sedikit jarak. Kedua bola mata mereka saling menatap. Raja sempat tertegun, melihat betapa menawan wajah Anna. Wajah yang dia kagumi sudah sejak lama.
"Kamu menjadi miliku. Tetap di sisiku dan…" Raja menggantungkan ucapannya.
"Dan apa?" tanya Anna sedikit was-was.
"Berikan cintamu untukku Anna. Lupakan pria bernama Dimas itu!" Raja menegaskan.
Permintaan Raja sangat sulit. Anna memang ingin kesembuhan untuk ibunya. Tetapi menyangkut Dimas, dia tidak bisa menggantikan pria itu begitu saja dengan pria lain.
"Tapi Dimas tunangan aku Raja. Aku sangat mencintai dia," balas Anna sedikit takut.
Raja menyentuh dagu Anna dan memaksa wajah Anna agar mendongak. "Masih tunangan kan? Itu mudah Anna, kamu bisa memutuskan pertunangan kamu dengan Dimas dan gantikan posisi pria itu denganku!" pinta Raja dengan entengnya.
"Nggak mudah Raja! Aku sangat mencintai Dimas. Kita saling mencintai!" Anna berkata tegas. Lama-lama dia emosi karena Raja menganggap enteng sebuah perasaan cinta.
"Saling mencintai? Kamu yakin Dimas benar-benar mencintai kamu? Bagaimana kalau dia ternyata selingkuh dari kamu?"
"Nggak, Dimas bukan pria yang seperti itu. Walaupun kami LDR, kita saling menjaga perasaan cinta kita masing-masing. Maaf Raja, aku nggak bisa menggantikan Dimas dengan kamu." Anna membalas dengan jujur dan apa adanya. Karena ya, dia memang secinta itu dengan Dimas.
Gigi Raja saling bergemulutuk. Jujur saja, ungkapan terus terang Anna menyakiti hatinya. "Tidak ada yang tidak mungkin Anna! Selama kamu di sisiku, aku yakin. Kamu akan mencintai aku!" Raja berkata yakin. Dia memandangi wajah Anna lekat-lekat sebelum memutuskan pergi dari kamar itu.
***
Raja malam ini sedang diberikan kepuasan oleh wanita penghibur terbaik yang sudah dia sewa khusus untuk malam ini. Dia butuh pelampiasan untuk melupakan rasa sakit hatinya karena ucapan Anna tadi sore.
Di bawah permainan perempuan yang kini bergerak di atas tubuhnya, Raja hanya bisa mengerang berkali-kali. Kedua matanya tertutup dan terbuka sudah sejak tadi. Sedangkan nama yang dia sebut berkali-kali adalah Anna.
Raja merubah posisi dan kini perempuan itu tepat berada di bawah tubuhnya. Raja menggerakkan tubuhnya tak sabaran dan menghujaminya sampai puas.
Tepat pelepasan itu sampai, ponsel Raja berdering. Raja bergerak malas mengambil ponselnya. Namun, saat melihat nama yang tertera di layar ponselnya, Raja menjawabnya cepat.
"Kenapa adikku sayang?" tanya Raja.
"Kak Raja kapan balik ke Itali? Aku kangen ih. Kenapa liburannya lama banget sih!" gerutu adik Raja. Caroline namanya.
"Aku akan pulang sekitar dua minggu lagi. Ya, gimana? Andai kamu tidak sibuk dengan tugas-tugas kuliahmu itu, aku pasti akan mengajakmu ke Indonesia."
"Dua minggu masih lama! Jangan-jangan Kak Raja punya seseorang spesial di sana ya? Sampai-sampai betah nggak pulang-pulang," balas Caroline dengan nada kesal.
Raja tergelak di posisi duduknya sekarang. "Ya, Caroline. Aku akan membawa seseorang spesial itu ke Italia. Kamu pasti penasaran bukan?"
"Apa dia sangat cantik Kak?" tanya Caroline dengan nada lemah.
"Sangat cantik. Tidak hanya wajahnya. Tetapi hatinya. Itulah kenapa, aku jatuh cinta sama dia," balas Raja.
Tidak ada lagi suara balasan dari Caroline. Raja keheranan. "Halo Car? Car?" Raja mengecek ponselnya. Obrolannya sudah Caroline putus sepihak.