"Ya ampun ... mimpi apa semalem punya temen kayak gitu, hih!" gerutu Nadira sambil menaiki anak tangga terakhir.
Begitu hendak membuka pintu ruangannya, terdengar suara riuh di ruang pak bos.
"Hah? Bos udah dateng? Tumben banget ...," lirih Nadira curiga.
Ya, biasanya pak bos datang ke toko lebih telat dibandingkan karyawan yang lain. Maklum, tugas bos di toko ini apa sih? Kan semuanya sudah diurus Nadira.
"Mungkin semalem lembur, terus nginep di kantor kali ya ...," ucap Nadira dalam hatinya dan masih memikirkan hal positif.
Dug ... dug ... dug
Terdengar seperti suara lemari yang dibuka dan ditutup berkali-kali.
Deg!
Secara tak sadar jantung Nadira berdegup. "Pak bos ngapain, sih? Gabut banget buka tutup lemari," lirih Nadira yang mulai curiga.
Dug ... dug ... dug
Suara yang tak kunjung henti itu pun membuat Nadira merasa aneh. Dia mulai memikirkan sesuatu yang membuatnya merasa tidak nyaman.
Aneh saja, kurang kerjaan banget kah pak bos sampai harus berulang kali memainkan pintu lemari sampai sekarang, pikir Nadira.
Dug ... dug ... dug
Mengingat film-film horror yang biasa ditonton oleh Nadira, ada adegan sama persis dan suara yang tidak asing di telinganya ketika mendengarkan suara lemari yang terus-menerus terbuka dan tertutup seperti itu.
Kali ini, Nadira benar-benar penasaran. Karena ingin tahu hal yang sebenarnya terjadi, Nadira pun melangkahkan kakinya ke arah pintu ruangan pak bos.
Ketika hendak menyentuh gagang pintunya, secara tak sadar tangan Nadira agak gemetar. Belum lagi ditambah suara tawa Ayman dan Hilmi yang sudah tak terdengar lagi di telinganya.
Sepi, tenang. Di lantai atas ini hanya ada Nadira seorang diri dan suara lemari yang terus mengganggu.
Ceklek ...
Ketika pintu sudah terbuka, Nadira tak mendengar lagi suara lemari itu.
Dan ketika pintunya dibuka ...
Deg!
Tidak ada siapa pun di dalam ruangan itu. Nadira sontak terkejut dan pikirannya mulai melayang entah ke mana. Masih diperhatikannya sekeliling ruangan.
Dan benar, tidak ada siapa pun di dalamnya. Hingga tak lama kemudian ...
"Aaaaaaaaaaa!"
Nadira teriak dengan lantang. Tubuhnya gemetar dan rasa ingin menangis mulai menghantuinya. Tak butuh waktu lama bagi Nadira untuk langsung berlari ke arah tangga dan turun untuk menghampiri Hilmi dan Ayman.
Tapi, tak ada satu pun orang di bawah tangga. Nadira pun langsung ke luar dari ruangan khusus karyawan menuju luar. Dan untung saja, ada Hilmi yang sedang membersihkan meja.
Melihat Nadira yang berlari ketakutan sambil teriak dengan wajah menyedihkannya, Hilmi pun terkejut dan bertanya-tanya.
Nadira langsung mencengkram kuat meja dan mendekat ke arah Hilmi sebagai bentuk perlindungan. Cieee ... prikitiw
"Kenapa, Mbak?" tanya Hilmi ikut panik.
Nadira masih ketakutan dan melihat ke arah pintu masuk khusus karyawan.
"Di ruangan pak bos ...," jawab Nadira lemas.
"Ada apa? Kenapa ruangan pak bos?"
Nadira merengek ketakutan, air matanya pun secara tak langsung terjatuh. Nadira mengangkat tangan kanannya dan menghapus air mata yang ada di pipinya itu.
Melihat Nadira yang merengek ketakutan, membuat rasa takut Hilmi hilang dan berubah menjadi rasa gemas ingin mencubit pipinya.
"Kenapa sih, Mbak?"
Nadira terdiam sejenak sambil melirik ke arah pintu masuk ruangan khusus karyawan itu. Memastikan semuanya aman. Menenangkan hatinya yang sedari tadi tak tenang.
"Mi ...," ucap Nadira lemas.
"Iya, Mbak?"
"Temenin ke ruangan saya. Ya?"
Mendengar wanita yang disukainya itu memohon bantuan, membuat hati Hilmi bergetar dan ingin sekali teriak bahagia.
"A–ayo, Mbak ...."
Hilmi berjalan duluan dan Nadira mengikutinya dari belakang.
Berdasarkan ilmu yang Hilmi miliki, kalau ada orang ketakutan, dia pasti ingin dipegang tangannya agar merasa aman. Hilmi pun langsung menanyakan hal itu pada Nadira.
"Mau pegangan tangan saya, Mbak?"
Nadira yang semula menatap jauh ke arah tangga. Seketika langsung menatap tajam bola mata Hilmi. Hilmi pun tahu maksud dari tatapan itu dan memalingkan wajahnya dari Nadira.
Nadira yang takut untuk pergi ke ruangannya sendirian. Kimi disusul Hilmi yang juga takut melihat sosok menyeramkan seperti Nadira.
Setelah sampai di depan pintu ruangannya, Nadira menghentikan langkahnya dan memegang tangan kanan Hilmi.
Deg!
Bukan, bukan ... ini bukan degup jantung karena ketakutan sosok menyeramkan yang tadi ada di ruangan pak bos. Tapi, karena Hilmi tak kuasa menahan rasa bahagia akibat tangannya yang dipegang erat oleh Nadira.
"Kenapa, Mbak? Enggak ada apa-apa kok ini," celoteh Hilmi yang belum melihat kejadian yang sebenarnya.
Dengan sedikit rasa kesal, Nadira menjawab dengan lirih, "Iya! Di sini emang gak ada. Adanya di ruangan pak bos."
"Hah?" balas Hilmi tak percaya.
Karena penasaran, Hilmi pun menghampiri ruangan pak bos yang pintunya masih dalam keadaan terbuka akibat ulah Nadira.
"Mana, Mbak? Enggak ada apa-apa ...," ucap Hilmi kepada Nadira yang memalingkan wajahnya dari arah ruangan pak bos.
"Yakin gak ada?"
"Ya–yakin. Cuma ada kucing lagi duduk nyantai di deket lemari."
Tak lama, Hilmi langsung menyadarinya.
"Oh!" teriak Hilmi bahagia setelah mengetahui hal yang sebenarnya terjadi.
"Segitu takutnya sama kucing, Mbak?" tanya Hilmi remeh.
Nadira pun mendengus. "Ish!" Nadira melempar tangan Hilmi dari genggamannya.
Hilmi tertawa kecil. "Ya udah, saya bawa ke luar ya kucingnya ...."
"Iya sana! Buang sekalian ...."
Hilmi lagi-lagi hanya tertawa melihat tingkah Nadira yang sangat takut dengan kucing. Dia pun beranjak dari tempatnya dan menghampiri kucing yang berada di ruangan pak bos itu.
Setelah mengambil kucing itu, Hilmi langsung ke luar dari ruangan.
"Jangan deket-deket!" ingat Nadira. Hilmi hanya bisa menurut, berbeda dengan Ayman.
"Lagian ngapain sih kucing masuk-masuk segala. Lewat mana coba ...," gerutu Nadira.
Hilmi menaikkan alisnya. "Loh? Bukannya tadi pintunya kebuka?"
"Iya, itu saya yang buka. Pas dibuka, udah ada kucing di dalem."
Nadira benar-benar kesal dan tak menyangka pagi harinya akan menjadi seburuk ini.
"Mungkin lewat jendela, Mbak. Tadi saya liat jendelanya juga kebuka."
"Tapi, kan ... ini di lantai dua, Mi. Mana mungkin kucing bisa naik ke lantai dua lewat jendela?"
"Lah? Mbak lupa? Dari ruangan bos kan ada tangga menuju ke bawah."
Seketika Nadira merasa kikuk.
"Oh, iya." Nadira memasang wajah cuek pura-pura tidak merasa pikun dan bodoh.
Hilmi tertawa kecil.
"Kenapa kamu ketawa?" tanya Nadira sinis.
"Mbak Nadira lucu ...."
"Hah?"
Hilmi tersipu malu dan tak ingin mengulanginya lagi. "Enggak ... kucingnya lucu."
"Oh. Ya udah, saya mau masuk. Jangan lupa tutup ruangan bos." Nadira melangkah ke dalam ruangannya.
Namun, langkahnya terhenti, dan berbalik lagi ke arah Hilmi.
"Terima kasih udah nganterin saya," ucap Nadira dengan elegan dan berusaha untuk menunjukkan wibawanya.
"Kucingnya jangan lupa keluarin. Di toko kita gak boleh ada hewan berkeliaran."
Tanpa basa-basi lagi, Nadira masuk kembali ke ruangannya.
"Siap, Mbak bos ... yang imut," ucap Hilmi lirih sambil tersenyum malu.