Chereads / Another Sean / Chapter 16 - Pelampiasan

Chapter 16 - Pelampiasan

Christoper tak menghiraukan umpatan-umpatan yang dilontarkan Sean padanya. "Apa pun yang kau katakan, aku tidak peduli, memangnya kau bisa apa dalam keadaan seperti itu," ejeknya sambil melangkah meninggalkan Sean.

Sementara Sean kini disibukkan dengan pikirannya. Entah kenapa ia masih saja terkejut dengan semua yang terjadi padanya. Di mana dia, bagaimana keadaan Amanda dan keluarganya dan yang terpenting, kenapa ini semua harus terjadi?

Sean memejamkan matanya mencoba mengingat-ingat apa saja yang telah ia lupakan setelah ia mengalami kecelakaan bertahun-tahun yang lalu.

Saat itu usianya sekitar 10 atau mungkin 11 tahun. Evelyn dan Oktavius akan mengajaknya berlibur entah ke mana. Tetapi saat perjalanan menuju bandara mobil yang ia tumpangi bersama kedua orang tuanya mengalami kecelakaan dan bahkan mengakibatkan sopirnya tewas di tempat.

Saat ia terbangun di rumah sakit ia benar-benar merasa baru saja melihat dunia tempatnya hidup. Semuanya terasa asing bahkan Evelyn dan Oktavius.

Mereka mengingatkan Sean bahwa mereka adalah orangtuanya dan dirinya adalah putra satu-satunya yang Oktavius punya. Setelah semuanya berjalan dengan normal seperti kehidupan pada umumnya.

Baik Oktavius maupun Evelyn tak pernah menyinggung tentang masa lalu Sean sebelum terjadinya kecelakaan apalagi membahas tentang Christoper. Saat Sean menanyakan hal itu mereka hanya akan mengatakan bahwa hal itu percuma dan akan membuat kepalanya sakit saja. Toh itu hanya masa lalu yang tidak akan bisa diulang kembali.

Tapi kali ini Sean benar-benar tidak menyangka Oktavius dan Evelyn bukan kedua orangtua kandungnya bahkan mereka juga menyembunyikan fakta bahwa dirinya memiliki saudara kembar. Mengapa mereka harus menyembunyikan hal itu hanya karena Christoper membunuh seekor kelinci saat mereka akan diadopsi?

***

Tempat yang Christoper gunakan untuk menyekap Sean sebenarnya adalah sebuah rumah yang sudah sangat lama ditinggalkan pemiliknya entah karena hal apa. Model bangunannya bahkan sudah sangat kuno. Lebih seperti peninggalan masa penjajahan. Karena letaknya yang sangat jauh dari peradaban manusia makanya Christoper menjadikan tempat itu sebagai markas pribadinya.

Christoper kini duduk di ruangan lain sambil memainkan asap rokok yang keluar dari paru-parunya. Sesekali ia teringat pada Amanda yang selalu memanggilnya sebagai Sean.

Ingin sekali rasanya mengatakan bahwa sebenarnya dia asalah Christoper dan bukannya Sean yang sangat ia cintai. Tetapi saat ia mengakui segalanya semua tidak akan sama lagi. Tidak akan ada seorang perempuan cantik yang menunggunya pulang dan pembalasan dendamnya akan berakhir saat itu juga.

Tetapi rasanya menjengkelkan sekali karena Christoper harus dipanggil dengan nama orang lain oleh perempuan yang sangat ia puja-puja. Sisi lain dirinya ingin sekali merobek mulut perempuan itu.

Tiba-tiba Christoper mendengar denting jam di pergelangan tangannya. Waktu sudah semakin larut dan ia mulai bosan berada di tempat itu. Untuk apa berlama-lama di tempat yang sama dengan Sean yang bahkan tidak bisa bergerak dengan mudah?

Christoper membuang puntung rokoknya ke lantai lalu menginjaknya. Ia lalu keluar dari tempat itu. Ia melewati Sean begitu saja tanpa meliriknya meski ia tahu tiap kali ia melewati pria kembarannya itu mata membunuh selalu disorotkan ke arahnya.

***

Christoper sampai di rumah saat malam sudah larut. Saat ia mengetuk pintu si asisten rumah tangga cepat-cepat membukakan pintu. Begitu ia masuk ia menemukan Amanda tengah tertidur di sofa dengan gaun tidurnya.

Si asisten rumah tangga segera pergi meninggalkan keduanya setelah memberitahu bahwa Amanda sejak tadi menunggu Christoper dan ia tidak tahu kalau Amanda menunggu sampai larut karena dia sendiri sudah tidur di kamarnya.

Christoper memandangi Amanda yang tertidur pulas bagaikan peri tak bersayap. Ia mengamati wajah perempuan cantik itu dan terus menelusurinya hingga ke ujung kaki. Lagi-lagi ia teringat akan panggilan nama Sean yang dilontarkan padanya. Ia benar-benar seperti dibakar.

Entah akan jadi apa malam ini. Tetapi melihat lekuk tubuh Amanda yang begitu molek dibalik gaun tidurnya yang panjang membuat hasrat dalam dirinya terpanggil dan meronta-ronta minta disiram dengan air dingin yang menyejukkan.

Tanpa aba-aba Christoper pun langsung menyingkap pakaian Amanda dan menyentuh kakinya. Amanda merasakan sentuhan itu dan ia pun terkejut. Matanya langsung terbuka lebar dan kesadarannya pulih dengan cepat. Seakan-akan hal itu adalah bagian dari pertahanan dirinya. Tetapi begitu melihat wajah yang ia kenali sebagai suaminya ia pun merasa lega.

"Kau sudah pulang, Sean, kau dari mana?" tanyanya.

"Hanya mencari udara segar," jawab Christoper singkat kemudian melanjutkan perbuatannya.

Amanda menghentikan tangan Christoper yang semakin bergerak naik. "Jangan di sini," bisiknya.

Christoper tak menghiraukan kata-kata Amanda dan malah semakin berbuat jauh. Ia mendorong tubuh Amanda dan menindihnya. Amanda yang kalah tenaga pun tak bisa berbuat apa-apa selain pasrah. Memangnya dia harus berteriak saat suaminya sendiri yang meminta.

Walau begitu ada asisten rumah tangga yang tinggal satu atap dengan mereka dan ada penjaga yang sedang berjaga malam bergantian dengan penjaga lain yang berjaga di siang hari.

Christoper seakan tak mau menghiraukan adanya orang lain di rumah itu selain dirinya dan Amanda. Dia menyerang dengan membabi buta hingga Amanda tak bisa menahan teriakannya.

Si asisten yang baru saja akan memejamkan mata harus kehilangan rasa kantuknya karena terkejut dengan teriakan majikannya. Ia pun keluar dari kamar untuk mengecek apakah terjadi sesuatu yang buruk dengan majikannya.

Namun, saat ia nyaris saja sampai di ruang tamu ia harus cepat-cepat memalingkan muka karena ternyata bukan sebuah kekerasan seperti yang sudah ada dalam bayangannya yang ia lihat melainkan sepasang pengantin baru yang sedang memupuk cinta dalam dunianya sendiri.

"Sean, bisakah kau pelan sedikit, aku hampir tidak bisa bernapas," keluh Amanda seraya berusaha mengimbangi permainan suaminya.

Mendengar nama itu lagi Christoper tak ingin peduli dengan Amanda yang semakin merintih. Ia benar-benar kesal dan memukuli Sean tak cukup untuk menghilangkan kekesalannya. Jadi, ia harus degan tega menggunakan Amanda agar bisa berpikir dengan jernih lagi.

Sementara itu, di luar sang penjaga sedang berusaha menahan rasa kantuknya sambil duduk di kursinya yang nyaman. Sayup-sayup rongga telinganya menangkap suara yang tak asing baginya. Suara yang bisa membuat siapa saja tersipu.

Awalnya si penjaga mengira sedang terjadi kekerasan dalam rumah tangga majikannya. Tetapi saat suara itu terdengar semakin jelas pada akhirnya ia tahu bahkan tersenyum sipu mengetahui betapa liar majikannya saat bermain.

Tak berapa lama seorang pria lewat di depan pos penjagaannya. Dia adalah salah satu penghuni komplek perumahan yang sama dan baru saja pulang kerja setelah shift malam.

Pria itu tak melepaskan pandangannya dari rumah Amanda yang sedang ia lewati. Ia memandangi rumah itu seraya mengerutkan dahi karena ia mendengar suara teriakan seorang wanita dari dalam rumah.

Pria itu lalu berhenti di depan pos penjaga dan menghampirinya. "Apa di dalam baik-baik saja?" tanyanya pada si penjaga.

"Semua aman terkendali, Tuan," jawab si penjaga dengan santai.

"Apa kau sudah mengeceknya ke dalam, barang kali sedang terjadi sesuatu yang buruk," pria itu tampak cemas.

"Coba Tuan dengarkan lagi lebih jelas, itu bukan seperti yang kita kira," kata si penjaga.

Pria tadi kemudian menajamkan telinganya dan mendengarkan lagi. Ia lalu menatap si penjaga dengan wajah tersipu. "Oh, tampaknya aku telah salah mengira, hampir saja aku mengira sedang terjadi kekerasan di dalam rumah ini," ujarnya.

Si penjaga terkekeh, "maklumi saja, penghuni rumah ini adalah pengantin baru, mereka pasti sedang mencoba banyak hal baru."

Pria itu tertawa, "pantas saja, tampaknya majikanmu sangat pandai bermain, aku jadi ingin cepat-cepat sampai rumah dan menemui istriku," katanya.

Si penjaga tertawa, "cepatlah, Tuan, temui istrimu sebelum pagi datang."

Pria itu tertawa, "kau bisa saja, sudahlah, aku pergi dulu," pungkasnya kemudian meninggalkan si penjaga sambil bersiul.