Christoper menghimpit Amanda ke dinding dan menikamnya dari belakang. Amanda merintih mulai merasa kelelahan menghadapi Christoper yang semakin menggempurnya tanpa ampun.
Melihat wajah Amanda yang sudah banjir keringat membuatnya tak tega. Ia pun memberi jeda dan tanpa ba-bi-bu memboyong Amanda ke ranjang di dalam kamar mereka.
Belum selesai Amanda mengatur napas Christoper sudah menyerang Amanda lagi. Perempuan itu menjerit lagi seraya jemarinya yang lentik berpegangan pada sprei hingga semuanya menjadi berantakan.
Kali ini Amanda mulai merasa kesakitan. Ia mengeluh di tengah napasnya yang tersengal-sengal. "Se-an, be-r-hen-t-i, c-cu-kup, a-ku, tidak, sang-gup..." belum selesai Amanda berkata-kata pandangannya menjadi berkabut. Semua tak jelas dan perlahan menjadi gelap.
***
Fajar mulai menyingsing. Sinarnya yang hangat mengetuk jendela setiap rumah memohon ijin untuk masuk dan mengusir udara pagi yang dingin. Burung-burung pun bernyanyi di ranting-ranting pohon menyemarakkan sang surya yang hadir dengan keceriaan.
Kicau yang bersahutan itu membangunkan Amanda. Ia menggeliat di atas kasurnya yang nyaman. Tetapi tiba-tiba ia merasakan sakit di bawah sana dan semakin kesadarannya terkumpul rasa sakit itu semakin kentara, seperti saat pertama kali ia melakukannya.
Ia menoleh ke samping dan melihat suaminya masih terlelap begitu pulasnya dengan posisi meringkuk seperti janin dalam perut seorang ibu. Amanda memandangi wajah tampan yang terpejam itu cukup lama. Entah kenapa pria yang kini menyandang status sebagai suaminya itu tampak seperti anak kecil yang malang saat sedang tidur.
Amanda meletakkan telapak tangannya di pipi Christoper. Pelan-pelan ia menggeser tubuhnya karena rasa sakit itu masih sangat jelas terasa di bawah sana. Ia ingin lebih dekat dengan suaminya.
Walau wajah yang lihat adalah salah satu wajah yang paling ia kenali tetapi entah kenapa sejak Amanda resmi menikah ia seperti melihat orang lain. Seakan-akan yang dilihatnya bukanlah Sean yang selama ini ia kenal.
Mungkin hal itu wajar karena selama apa pun kita berhubungan dengan pasangan kita, kita tidak akan pernah tahu dirinya yang sebenarnya selama kita belum menikah. Tetapi, apakah ini benar-benar diri Sean yang sebenarnya? Kenapa sampai ia mengira Sean yang di depan matanya itu berubah menjadi orang lain, orang yang sama sekali tidak Amanda kenali.
Amanda pun berusah bangkit seraya menahan sakit di bawah sana. Ia mulai berpikir bahwa suaminya sedang melampiaskan kekesalan yang ia rasakan padanya. Tetapi cinta dalam hatinya dengan tegas menepis pikiran-pikiran buruk itu. Tidak mungkin. Suaminya adalah pria paling lembut yang pernah ia kenal setelah ayahnya. Ia tak akan sampai hati melampiaskan kekesalannya pada Amanda terlebih Amanda tahu bahwa Sean sangat mencintainya.
Setelah membersihkan diri Amanda pun turun ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Tetapi di sana sudah ada sang asisten rumah tangga tampak menata piring di meja makan sambil menahan kantuk.
Begitu mata si asisten menemukan Amanda ia langsung memalingkan wajahnya yang bersemu. Ia masih teringat sebuah adegan panas yang tanpa sengaja ia saksikan secara langsung walau hanya sepersekian detik.
Amanda mengerutkan dahi melihat sikap asisten rumah tangganya yang tampak lesu. "Apa kau baik-baik saja, Matilda?" tanyanya.
"Tidak papa, Nyonya, saya baik-baik saja," jawab Matilda sambil sebisa mungkin menyembunyikan matanya yang sudah sangat ingin terpejam.
Tetapi Matilda gagal menyembunyikan wajah lelahnya. Amanda seketika memalingkan matanya alih-alih merasa malu karena kejadian semalam pasti didengar oleh asisten rumah tangganya. "Em...kalau kau merasa tidak enak badan istirahat saja tidak papa," dalihnya agar Matilda pergi tidur. Wanita 30 tahunan itu pasti kesulitan untuk tidur karena kegaduhan semalam.
"Tidak papa, Nyonya, saya bisa bekerja dengan baik," jawab Matilda.
"Oh...em...ya, sudah, aku akan siapkan sarapan untuk Sean," ujar Amanda.
"Sudah, Nyonya, sudah saya siapkan," sahut Matilda, "saya sudah memasak sejak tadi dan mungkin sudah hampir dingin sekarang, em, Anda dan Tuan tidak juga keluar dari kamar, saya, em, tidak enak membangunkan Anda dan Tuan," lanjutnya terbata-bata.
Amanda terkejut seiring dahinya yang berkerut, "memangnya jam berapa sekarang?" tanyanya.
"Sudah hampir jam 10 pagi, Nyonya," jawab Matilda.
Amanda terkejut sampai mulutnya menganga seperti botol tanpa tutup. Untuk pertama kalinya ia bangun sesiang ini. Sesekali ia melirik Matilda yang seakan menertawakan dirinya. Semalaman ia melayani suaminya sampai-sampai ia tidak sadar ia bangun di jam berapa.
Amanda bisa merasakan pipinya yang merah padam, "ah, sudah hampir jam 10, ya?" gumamnya. Ia jadi seperti orang kehilangan akal saking malunya, "ka-kalau begitu, aku akan bangunkan Sean dulu, dia sudah terlambat pergi ke kantor," katanya sambil lalu meninggalkan Matilda.
Amanda pergi sambil menahan malu dan menyembunyikan wajahnya yang sudah seperti udang rebus. Ia masuk ke kamar dan benar-benar membangunkan suaminya yang masih pulas tertidur. Tetapi begitu masuk ke dalam kamar ia semakin dibuat terkejut karena di dalam sana Christoper sudah rapi dengan setelan jasnya.
"Kau sudah mau pergi ke kantor?" tanya Amanda.
"Ya, aku kesiangan, kenapa kau tidak bangunkan aku?" jawab Christoper.
Amanda menggaruk-garuk kepala seperti orang bodoh. Keluar dari kamar ia malu dengan asisten rumah tangganya dan saat kembali ia juga harus menelan malu di depan suaminya. Ia bahkan belum mandi dan masih memakai gaun tidurnya semalam.
"Ah, aku...aku juga kesiangan," jawab Amanda lirih.
Christoper melirik gaun tidur Amanda yang robek di bagian bawahnya. Semalam ia benar-benar tidak bisa menahan diri hingga robekan itu harus menjadi saksi bisu keganasannya semalam. Ia pun mendekat pada Amanda yang masih berdiri di depan pintu dan berkata, "maafkan aku, ya."
"Untuk apa?" tanya Amanda.
"Untuk semalam," jawab Christoper sambil melirik robekan itu lagi.
Robekan itu cukup lebar hingga memperlihatkan betis Amanda yang mulus. Sialnya ia kembali tergoda walau hanya dengan melihat betis perempuan itu saja.
Perempuan itu benar-benar sudah membuatnya gila. Tidak pernah ia sampai seperti ini pada perempuan selain Amanda. Wajah cantiknya yang begitu lugu tetapi di dalam dirinya menyimpan keindahan yang luar biasa hingga tak bisa dijelaskan kata-kata.
Sayangnya ia harus menahan diri karena semalam ia sampai membuat perempuan itu pingsan. Jika ia melakukannya lagi Amanda pasti akan langsung mengiranya sebagai maniak karena selama ini ia mengenal Sean sebagai pria yang lembut.
"Apa kau mau sarapan dulu, atau langsung ke kantor?" tanya Amanda memecah lamunan Christoper.
"Aku langsung ke kantor saja," jawab Christoper. Ia lalu mendekatkan wajahnya dan meninggalkan kecupan di kening Amanda.
Perempuan itu memejamkan mata menikmati kecupan penuh cinta darinya. Tetapi dimata Christoper wajah itu justru terlihat seperti Amanda yang meminta belaiannya. Ia pun turun sedikit dan mendaratkan hawa panas dibibir Amanda. Yang membuatnya terkejut adalah, perempuan itu tidak menolak. Tampaknya ia sudah memanggil sisi liar yang dimiliki Amanda.
Christoper menghentikan aksinya sambil tersenyum penuh arti. Mereka saling pandang cukup lama kemudian Christoper mendekat ke telinga Amanda dan berbisik, "gaunmu robek, cepat ganti atau aku akan membuatmu pingsan lagi."
Amanda mendelik dengan wajahnya yang bersemu merah begitu mendengar bisikan itu. Bisa-bisanya ia tidak sadar gaunnya sendiri sudah robek. Matilda juga tadi pasti melihatnya. Pantas saja perempuan itu sampai memalingkan muka darinya.
Christoper tampak menahan tawa gelinya sambil melewati Amanda keluar dari kamar. Amanda sungguh malu. Ditambah lagi kenapa dia begitu saja menerima ciuman suaminya padahal ia masih kesakitan. Jika tadi dia kebablasan sedikit saja mungkin ia akan kembali berakhir di ranjang dan Christoper tidak akan pergi ke kantor. Apakah ada sisi liar dalam dirinya yang selama ini belum pernah ia ketahui dan Christoper berhasil memanggilnya keluar?